Wakil Dekan III Unusa, drg Umi Hanik memberikan kenang-kenangan pada perwakilan pondok pesantren. DUTA/ist

SURABAYA –  One Pesantren One Product (OPOP) Training Center (OTC) Universitas Nahdlatul Ulmama Surabaya (Unusa) mendampingi sebelas pondok pesantren (ponpes). Tujuannya agar ponpes itu bisa menghasilkan produk yang siap untuk pasar ekspor. Awal pendampingan itu digelar workshop produk ekspor, Sabtu (19/11/2022).

Ketua OTC Unusa, denis Ferdita Karya mengatakan selama ini produk ponpes memiliki potensi yang cukup bagus ke pasar ekspor. Namun, banyak dari ponpes itu yang merasa terkendala tata cara dan aturan. Selain itu, kebanyakan masih belum maksimal dalam hal pengemasan yang sesuai standar ekspor.

“Kami ingin membantu agar ponpes memiliki produk yang benar-benar siap untuk pasar ekspor. Selain itu, kami mendorong ponpes dengan potensinya yang luar biasa memiliki daya saing,” kata Denis.

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

Pada tahap awal, kata Denis, OTC Unusa akan membekali ponpes yang memiliki produk layak ekspor lewat pendampingan teknis, mencarikan pasar ekspor sekaligus merealisasikan ekspor. “OTC  Unusa akan terus mendampingi hingga produk dari pondok dapat dieskpor dan diterima pasar,” katanya.

Dalam workshop, Mohammad Rijal Iskandar yang menjadi salah satu pembicara mengatakan, pentingnya branding dilakukan ponpes untuk memasarkan produknya. Merek menjadi salah satu branding yang tepat agar produk tersebut memiliki identitas.

“Pentingnya merek sebagai tanda pengenal sebagai salah satu ciri khas dari produk dan jaminan mutu produk tersebut,” ungkapnya.

Dosen Manajemen Unusa ini menjelaskan apabila merek produk sudah melekat, produsen harus mempersiapkan bagaimana cara mengkomunikasikan produk mereka ke konsumen. “Ini bisa dilakukan melalui iklan di radio, televisi bahkan media sosial untuk memasarkan produk mereka. Selain itu juga harus aktif untuk ikut pameran,” terang Rijal.

Rijal mengingatkan semua produk harus memiliki pendekatan pasar hingga keunikan produknya. “Karena dengan pendekatan pasar membuat produk tersebut lebih digemari pasar yang akan kita tuju,” ungkapnya.

Rijal juga menjelaskan ada dua yang harus memiliki dua pendekatan antara lain informasional dan transformasional. “Dimana Informasional itu melekat pada manfaat produk sedangkan transformasional lebih ke image produk tersebut,” ucapnya.

Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Jatim (GPEI), Muhaimin menjelaskan industri  lokal yang dimiliki Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pasar ekspor. “Namun harus dibangun bertahap dari awal. Saya sendiri membangun ini selama dua tahun pertama banyak titip bayar ke produser drama korea untuk bisa menaruh produknya di situ,” ungkapnya.

Muhaimin memiliki beberapa cara untuk mendapatkan pembeli untuk ekspor pertama komunikasi melalui para TKI di luar negeri. “Follow up harus rajin dan bahkan jika perlu harus kunjungan ke luar negeri,” ungkapnya.

Kedua, kita harus aktif mengikuti pameran. Ketiga pahami bimbingan dari departemen terkait untuk penjualan di luar negeri serta perizinannya. Keempat pahami dan kuasai produk dengan menyeluruh bahkan marketnya  juga. Terakhir ikut Indonesia trade promotion centre. “Dengan langkah itu kita bisa mengekspor barang atau produk kita dijual ke luar negeri,” ungkapnya. ril/hms