
SURABAYA | duta.co – Pandemi melandai bukan berarti tantangan produsen makanan ringan (snack) PT Siantar Top Tbk mereda, justru kini dibayangi kenaikan harga bahan baku. Namun demikian PT Siantar Top Tbk optimistis tahun ini penjualannya bisa naik double digit. Selain memperkuat pasar ekspor, Siantar fokus menggarap pasar domestic yang potensinya sangat besar.
Direktur Utama PT Siantar Top Tbk Armin mengatakan secara umum pasar makanan ringan masih tetap bagus. Hal ini terlihat dari kinerja kuartal pertama (Q1) tahun 2022 dimana penjualannya masih tumbuh 15,29 persen periode yang sama tahun 2021.
“Sebab itu, perseroan yakin tahun ini target pertumbuhan penjualan double digit tercapai. Berbagai langkah strategis akan dilakukan,” jelas Armin, Jumat (1/7) setelah RUPS.
Armin menambahkan inovasi yang dilakukan diantaranya memproduksi beberapa produk untuk menyasar kelas high level daripada yang ada sekarang. Selain itu juga terus melakukan inovasi produk.
“Kami masih optimis target pertumbuhan double digit akan tercapai. Hanya saja tahun ini kendalanya lebih berat karena ada perang Rusia Ukraina,” katanya.
Dikatakan, tahun lalu pihaknya berhasil mencapai penjualan sebesar Rp 4,24 triliun naik sekitar 10,28 persen dibandingkan pencapaian tahun 2020 periode yang sama (yoy). Dari jumlah tersebut sekitar 90 persen berasal dari market domestik dan sisanya dari pasar ekspor. Sementara laba bersihnya Rp 617 miliar.
Tahun ini, dia mengaku kondisinya lebih berat. Karena akibat perang Rusia-Ukraina pasokan bahan baku khususnya gandum jadi terhambat. Selain itu harga bahan baku juga semakin melambung. Saat ini harga gandum di pasar internasional sudah naik sekitar 30-40 persen.
Hal yang sama juga diikuti harga bahan baku dari dalam negeri seperti minyak goeng, tepung, gula dan banyak lagi lainnya. Sehingga pihaknya terpaksa harus melakukan review harga produk. Ada beberapa produk yang terpaksa dinaikan harganya karena biaya produksinya naik luar biasa.
“Kami masih mereview produk apa saja yang harus kami naikan harganya karena komponen produksinya sudah naik semua,” ujarnya.
Meskipun begitu, pihaknya tetap yakin target penjualan tahun ini akan tercapai. Sebab itu, selain fokus menggarap market yang sudah baik di pasar domestic maupun ekspor, pihaknya juga berencana menambah kapasitas produksi untuk semua produk baik biskuit, crackers dan noodle. Sebab utilitas semua mesin produksi saat ini sudah mencapai 80 persen.
Untuk itu, tahun ini STTS akan belanja modal sekitar Rp 350 miliar. Dana tersebut sekitar Rp 175 miliar akan digunakan untuk keperluan biaya proyek baik di pabrik yang sudah ada maupun di pabrik baru. Sedangkan sekitar Rp 75 miliar akan digunakan untuk modal kerja. Dan sisanya rencana untuk deviden.
“Tapi kami masih lihat dulu perkembangannya nanti. Apakah cukup perlu meningkatkan kapasitas dari yang ada sekarang atau perlu membangun pabrik baru. Tapi prinsipnya kami optimis target tahun ini akan tercapai,” pungkas Armin. Imm