TIMIKA | duta.co – Organisasi Papua Merdeka atau OPM menolak istilah buatan pemerintah Indonesia atau TNI yang menyebut mereka sebagai ‘kelompok kriminal bersenjata’ atau ‘kelompok kriminal separatis bersenjata’. OPM juga mengaku tidak membutuhkan jalan Trans Papua. Namun, Pemerintah terus menggelontor dana untuk membangun Papua.
Dalam siaran persnya tentang penembakan 31 pekerja proyek jalan trans-Papua, OPM berdalih, hal yang mereka lakukan bukanlah tindakan kriminal, melainkan bagian perjuangan pembebasan Papua dari Indonesia. Mereka bahkan menyebut Indonesia sebagai negara kolonial.
“Kami menyampaikan kepada negara kolonial Indonesia bahwa kami berjuang, bukan KKB (kelompok kriminal bersenjata), KKSB (kelompok kriminal separatis bersenjata), dan lain-lain, tetapi kami adalah pejuang sejati untuk kebebasan republik West Papua,” kata Juru Bicara OPM, Sebby Sanbom, dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 5 Desember 2018.
Sebby mengklaim, OPM dan rakyat Papua tak membutuhkan jalan trans-Papua seperti yang dikerjakan sekarang, maupun pembangunan dalam bentuk lain. “Namun solusi masalah Papua adalah kemerdekaan dan berdaulat sendiri sebagai bangsa yang beradab.”
Dia mengingatkan juga kepada TNI dan Polri agar tidak menyerang warga sipil di sembarang tempat di Papua, sebab medan perang dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) ada di Distrik Mbua sampai Habema, bukan Distrik Dal Yigi dan lainnya.
Peringatan Sebby itu menyusul operasi militer udara yang dilancarkan TNI dan Polri di Kenyam, Kabupaten Nduga, pada 4 Desember. TNI-Polri, katanya, bahkan sampai mengerahkan empat helikopter TNI Angkatan Udara dan satu helikopter Polri.
Bukan hanya OPM.  Keterbukaan akses juga memicu keresahan di kalangan masyarakat adat. Karena jalan Trans Papua juga akan membuka akses ke suku-suku paling terpencil yang selama ini jarang bersentuhan dengan pendatang luar. Saat ini pun populasi pendatang sudah mengalahkan jumlah penduduk asli Papua sebanyak 60-40.
Saat ini populasi penduduk di Papua dan Papua Barat mencapai 3,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut hanya 1,7 juta penduduk yang dikategorikan suku asli Papua, sebagian besar merupakan anggota 250 suku terpencil yang hidup di kawasan pegunungan.
“Warga non Papua yang memahami cara berdagang dan membangun usaha akan mulai menetap di kawasan pedalaman,” kata Koordinator Jaringan Papua Damai Neles Tebay kepada Asia Times. “Suku asli Papua harus dipersiapkan untuk itu, jika tidak mereka akan melihatnya sebagai ancaman.” Ini yang bahaya.
Tebay pernah menyampaikan kepada Jokowi soal ini. Dia mengkhawatirkan suku asli hanya akan menjadi “penonton” gelombang kemajuan dan pembangunan di Papua. “Di banyak area, penduduk lokal hanya bisa menyaksikan giatnya kegiatan ekonomi di desa lain, karena mereka tidak punya akses dan tidak bisa ikut terlibat lantaran tidak punya kemampuan. Mereka terasingkan dari aktivitas ekonomi di kampung sendiri,” ujarnya dalam sebuah pertemuan dengan Presiden Jokowi di Jayapura seperti dilansir JakartaPost.
Kekhawatiran mengenai pembangunan infrastruktur tanpa dibarengi dengan pembangunan kualitas SDM dinilai bisa berujung fatal. Konflik antara penduduk asli dan pendatang luar juga bukan hal asing di Indonesia. “Jika ini terus berlangsung, upaya pemerintah membangun Papua tidak akan membuahkan hasil,” pungkas Nales.
Terus Membangun
Pemerintahan Jokowi memang tetap akan menggelontor dana untuk Papua. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XVIII Papua, Direktorat Jenderal Bina Marga, memiliki program membangun 35 jembatan di Segmen V jalur Trans-Papua. Proyek yang dicanangkan untuk jangka waktu tahun 2016 sampai 2019 itu bernilai kontrak total Rp 430,8 miliar.
Proyek jembatan tersebut berada di antara wilayah Wamena-Habema-Mugi-Kenyam-Batas Batu-Mumugu sepanjang 278,6 kilometer. Dari 35 jembatan yang dibangun, 14 di antaranya digarap oleh PT Istaka Karya (Persero) dengan nilai kontrak Rp 184 miliar dan 21 jembatan dikerjakan oleh PT Brantas Abipraya (Persero) dengan nilai kontrak Rp 246,8 miliar.
Secara rinci, dari 14 jembatan yang dibangun oleh Istaka Karya itu, sejumlah 11 jembatan sudah dikerjakan sejak tahun 2016, sedangkan 3 jembatan mulai dikerjakan tahun 2019. Sementara itu, untuk proyek Brantas Abipraya, saat ini 5 jembatan sudah rampung dibangun, yaitu Jembatan Gat III, Gat II, Arwana, Merek, dan Wusi. Sedangkan 9 jembatan lagi dalam tahap pengerjaan, yakni di Kali Kotek I, Kali Wolgilik, Kali Jun, Kali Labi, Kali Abeak, Kali Simal, Kali Moit, Kali Dumit, dan Kali Rora. Namun, proyek itu sudah dihentikan sejak 4 bulan lalu karena gangguan keamanan. Adapun 7 jembatan lainnya baru mulai dikerjakan pada 2019. Terkait kondisi terkini, semua proyek jembatan yang digarap oleh Istaka Karya dihentikan untuk sementara sampai batas waktu yang belum ditentukan.
“Proyeknya sudah dihentikan. Lokasi ini kami pastikan dapat clearance dari aparat untuk mulai bekerja,” ucap Direktur Utama PT Istaka Karya (Persero) Sigit Winarto saat ditemui di Jakarta, Selasa (4/12/2018).  Dia menambahkan, pihaknya akan melanjutkan pekerjaan proyek di sana setelah memperoleh rekomendasi dari aparat berwenang sesuai situasi di setiap lokasi proyek. Namun, kepastian waktunya belum bisa diketahui. “”Kami akan mulai bekerja lagi setelah dapat rekomendasi dari aparat karena situasi di setiap lokasi beda-beda. Target selesai secepatnya, belum tahu sampai kapan,” imbuh Sigit.
Presiden Joko Widodo memastikan, pembangunan infrastruktur di seluruh lokasi di Papua tetap berjalan pascapembantaian para pekerja proyek jembatan di distrik Yigi, Nduga, Papua. Kepala Negara menegaskan, pemerintah tidak takut pada kelompok bersenjata yang melakukan pembantaian itu.
“Kita tidak akan pernah takut. Dan ini malah membuat tekad kita makin membara untuk melanjutkan tugas besar kita membangun tanah Papua,” kata Presiden Jokowi dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/12/2018) siang.
Jokowi mengaku sudah menginstruksikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimulyono untuk terus melanjutkan pembangunan Trans Papua sepanjang 4.600 km. “Artinya PU jalan terus untuk membangun tanah Papua, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Kepala Negara. Terkait keberadaan kelompok bersenjata yang melakukan pembantaian terhadap pekerja, Jokowi juga sudah menginstruksikan TNI dan Polri untuk mengejar mereka. (kcm/dwc)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry