DISKUSI: Perwakilan AMP bersama DIrut LBH Surabaya Abd Wachid Habibullah saat mengelar diskusi di Kantor LBG di Jl Kidal. Duta/Dok LBH

SURABAYA | duta.co – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya terus berjuang atas tindakan represif aparat keamanan terhadap mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya.

Sekedar diketahui, diskusi mingguan AMP yang digelar di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan kalasan No. 10 Tambaksari dibubarkan aparat, Jumat (6/7). Malam itu, Camat Tambaksari bersama ratusan anggota Kepolisian, TNI, dan Satpol PP Kota Surabaya mendatangi Asrama Mahasiswa Papua dengan alasan akan melakukan operasi yustisi.

“Namun ketika perwakilan mahasiswa Papua dan dua orang peserta diskusi serta salah satu pengacara publik LBH Surabaya menanyakan surat perintah atau surat tugas, Camat Tambaksari tidak bisa menunjukkan surat tersebut,” ungkap Direktur LBH Surabaya, Abd Wachid Habibullah SH, MH, Senin (16/7).

Wachid lantas menceritakan, saat itu dua orang peserta diskusi, Anindya dan Isabella berusaha untuk berdialog dengan pihak camat, namun di tengah dialog salah seorang Polisi meneriaki Anindya dengan kata-kata kasar hingga situasi memanas. Isabella dan pengacara publik LBH Surabaya diseret oleh aparat Kepolisian, sedangkan Anindya juga dilecehkan oleh oknum aparat Kepolisian, dadanya dipegang dan kemudian diseret beramai-ramai ketika berupaya untuk meminta pertolongan.

“Menurut pandangan kami, operasi yustisi hanya digunakan sebagai kedok untuk membubarkan diskusi. Karena jika memang Camat Tambaksari sedang melaksanakan operasi yustisi, seharusnya mereka dapat menunjukkan surat perintah atau surat tugas berdasarkan Pemendagri yang berlaku. “Selain itu jika memang melaksanakan operasi yustisi kenapa harus melibatkan anggota Kepolisian dan TNI, bahkan Polisi bersenjata laras panjang,” tanyanya.

Wachid lantas menguraikan, berdasarkan Pasal 10 Permendagri No. 14/2015 tentang Pedoman Pendataan Penduduk Non Permanen, secara jelas tertulis bahwa prosedur pendataan penduduk non permanen harus melalui surat dari wali kota kepada lurah setempat dengan melampirkan formulir pendataan penduduk. Selanjutnya harus ada surat pemberitahuan kepada penduduk yang bersangkutan melalui RT/RW setempat, setelah dilakukan pemberitahuan secara tertulis maka baru dapat dilakukan pendataan oleh dispendukcapil setempat.

“Namun yang terjadi pada operasi yustisi 6 Juli lalu di Asrama Mahasiswa Papua di Kalasan Surabaya tidak ada keterangan laporan dari warga sekitar sebagai dasar dipraktikannya Permendagri 14/2015,” urainya.

Atas dasar itulah, lanjut Wachid semakin membuktikan operasi yustisi yang dilakukan Kapolsek Tambaksari Kompol Prayitno merupakan tindakan illegal, sebab tidak ada keterangan perihal keterangan laporan dari warga sekitar dan tidak adanya surat tugas dan surat pengantar.

Memang lanjut Wachid, pasca kejadian pihak kecamatan bersama orang-orang yang mengaku sebagai IKBPS (Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya) yang diketuai oleh Piter Rumasek yang saat ini bekerja sebagai tantrib Satpol PP datang untuk meminta maaf. “Sayangnnya upaya permintaan maaf tersebut mereka juga terkesan meremehkan ujaran-ujaran rasis yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan menyangkal pelecehan seksual yang sudah terjadi,” ujarnya.

Atas dasar itulah LBH Surabaya telah melaporkan Kapolsek Tambaksari dan Kapolrerstabes Surabaya ke Propam Polda Jatim atas dugaan pelangga kode etik Kepolisian. “Dan kita minta propam polda  melakukan penyelidikan oknum anggota Kepolisian yang melakukan pelanggaran,” tegasnya.

LBH juga mengimbau masyarakat Surabaya agar tidak terpancing isu-isu yang bekaitan denghan kegiatan mahasiswa Papua yang memecah belah NKRI karena kegiatan murni  diskusi ilmiah bukan kegiatan separatis. rum

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry