Foto pramuka.or.id

JAKARTA | duta.co – Hampir satu bulan, belum ada tanda-tanda Kwarnas Pramuka memberikan pendampingan dan bantuan terhadap korban pelecehan seksual yang terjadi saat berlangsungnya perkemahan Raimuna Nasional di Cibubur, Jakarta Timur.

“Sampai sekarang ini tidak ada pimpinan Kwarnas yang bertemu dengan keluarga dan memberi pendampingan psikologis terhadap korban,” kata Koordinator Gerakan Menegakkan Satya dan Darma Pramuka (Gemma Pramuka) Djatmiko Rasmin dalam penjelasannya pada 10 September 2023.

Padahal, peristiwa pelecehan seksual itu terjadi malam hari, 16 Agustus 2023, saat konser penyanyi Tulus di lapangan utama bumi perkemahan Cibubur.

Korban adalah pramuka pandega puteri dan anggota Saka Bhayangkara Kwarcab Jakarta Timur yang sedang bertugas di Raimuna Nasional, yang berlangsung 14-21 Agustus 2023.

Sedang pelaku merupakan pembina pendamping dari Kwarda Sumatera Selatan. Korban memukul dan menendang pelaku sehingga bagian keamanan Raimuna menangkap pembina tersebut.

Malam itu juga, korban melapor ke Polres Jakarta Timur didampingi pembina pendamping dari Kwarda DKI Jakarta, bukan oleh pihak Kwarnas yang merupakan panitia penyelenggara kegiatan Raimuna Nasional.

Namun setelah itu, tidak ada pendampingan yang dilakukan oleh pengurus Kwartir pramuka. Oleh karena itu, Irsyad Noeri, SH, MH, pengacara dan aktivis Gemma Pramuka terpanggil untuk memberi bantuan. Dia kemudian diberi surat kuasa oleh keluarga untuk mendampingi korban.

Sejak itu, Gemma Pramuka mendampingi korban selama pemeriksaan. Mereka ingin memastikan penyidikan berjalan dengan benar dan ada keadilan bagi korban. Gemma Pramuka juga mendampingi korban saat bertemu dua kali dengan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi DKI Jakarta.

Pekan depan, PPA bakal bertemu lagi dengan korban, yang saat ini masih kuliah. Polres Jakarta Timur telah melakukan olah perkara pada 30 Agustus 2023, dan kabarnya sudah memanggil beberapa anggota Dewan Kerja Nasional Penegak dan Pandega (DKN). Sayangnya, mereka belum memanggil penanggungjawab Raimuna Nasional, yaitu Ketua dan Sekretaris Jenderal Kwarnas Pramuka.

Gemma Pramuka menyayangkan sikap pimpinan Kwarnas yang kurang peduli terhadap penyelesaian kasus pelecehan seksual saat kegiatan Raimuna Nasional 2023. Kegiatan lima tahun sekali ini diikuti sekitar 15 ribu pramuka penegak (usia 16-20 tahun) dan pandega (21-25) dari seluruh Indonesia.

Padahal, pada 31 Desember 2021, Ketua Kwarnas Budi Waseso telah meneken Petunjuk Penyelenggaraan Nomor 004 Tahun 2021 tentang Perlindungan bagi Anggota Gerakan Pramuka atau Safe from Harm/SfH.

Di dalam Petunjuk Penyelenggaran (Jukran) Kwarnas itu, diuraikan lima jenis potensi yang dapat membahayakan, yaitu perundungan (bullying); pelecehan seksual (sexual abuse); kekerasan fisik; kekerasan verbal; dan pengabaian/penelantaran (perlakuan meninggalkan sendiri tanpa perawatan memadai dan pengawasan, kurang gizi, dan kekurangan makanan).

Pada pasal 9 Jukran SfH, ditegaskan bahwa semua orang dewasa yang terlibat dalam kegiatan kepramukaan harus lulus Pelatihan SfH. Faktanya, ketentuan ini tidak diterapkan dalam Raimuna Nasional 2023. Pada sisi lain, personel SfH dan petugas keamanan sangat sedikit sehingga peserta didik kurang terlindungi. Selama Raimuna Nasional, ada 6 pembina puteri dari berbagai daerah yang kehilangan ponsel dan dompetnya.

Pasal 9 Jukran juga meminta Kwartir harus mengambil tindakan cepat untuk setiap tuduhan atau kasus pelecehan terhadap anak dan kaum muda di lingkungan kepramukaan. Pada pasal 10 dan 11 Jukran SfH, dijelaskan bahwa laporan kejadian membahayakan disampaikan kepada Komite Perlindungan.

Penanganan laporan, keluhan atau kekhawatiran dilakukan oleh Dewan Kehormatan. Selain itu dipastikan adanya dukungan psiko-sosial atau perlindungan hukum secara segera dan berkelanjutan kepada korban. Kwartir juga diminta mengelola respon pers atau dampak dari media lain, menulis siaran pers dan menunjuk seorang juru bicara.

“Kenyataannya, Kwarnas lambat menangani kasus ini dan tidak mendampingi korban yang merupakan peserta didik,” kata Irsyad Noeri, yang menjadi pembina pramuka dari Kwartir Ranting Cilandak. Dia tidak melihat ada Komite Perlindungan di dalam Kwarnas. Begitu juga tidak ada upaya yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Kwarnas menangani kasus pelecehan seksual di Raimuna Nasional 2023. “Kwarnas telah membuat peraturan yang sangat baik tentang Safe from Harm, namun pimpinan Kwarnas sendiri yang melanggar,” ujar Irsyad.

Gemma Pramuka mengingatkan pimpinan Kwarnas untuk lebih serius, karena kasus ini terjadi di kegiatan nasional dan menjadi sorotan banyak orang. Belum lagi terdapat protes dari peserta Raimuna Nasional 2023 terhadap pengelolaan yang buruk dari kegiatan dan pembagian bahan makanan.

“Jangan sampai kepercayaan orang tua dan masyarakat terhadap Gerakan Pramuka makin tergerus karena tidak sigapnya Kwarnas menangani kasus ini,” kata Djatmiko Rasmin, pembina pramuka dari Kwarcab Jakarta Timur.

Menurut Djatmiko dan Irsyad, apa yang terjadi di Organisasi Pramuka Amerika Serikat atau Boy Scouts of America (BSA) dapat menjadi pelajaran. BSA yang beranggotakan dua juta kaum muda itu menghadapi ribuan tuntutan dari mereka yang pernah mengalami pelecehan seksual ketika menjadi anggota BSA.

Tuntutan itu mengalir setelah setahun sebelumnya, kelompok yang bernama Abused in Scouting atau Dilecehkan ketika menjadi Pramuka, memasang iklan di seluruh Amerika. Kelompok tersebut menganjurkan orang-orang yang pernah dilecehkan secara seksual sebagai pramuka supaya mengajukan tuntutan hukum.

Sekitar 2.000 orang mendaftarkan diri dengan berbagai keluhan masing-masing, mulai dari yang berumur delapan tahun sampai orang tua yang berusia 93 tahun. BSA terancam bangkrut karena mesti membayar ganti rugi terhadap para korban.

Sampai berita ini diturunkan, duta.co belum berhasil memperoleh penjelasan perihal masalah tersebut.(*)