Pertemuan yang sangat sederhana, para Kiai Kampung minta pengurus NU dari PBNU sampai ranting tidak melakukan akrobat politik. (FT/ARI)
MOJOKERTO | duta.co — Puluhan kiai kampung yang menyatakan dukungan untuk Joko Widodo pada Pilpres 2019 mendatang, mengungkapkan keprihatinan terhadap perilaku tokoh politik para struktural atau pengurus NU. Keprihatinan itu menyusul politisi di tanah air yang dengan enaknya menunggangi NU untuk kepentingan Pilpres 2019.
Para Kiai Kampung itu berharap NU menjadi organisasi sosial keagamaan yang benar-benar netral, urusan umat, bukan dukung-mendukung. Karena itu, pengurus NU dari PBNU sampai rating tidak boleh melakukan akrobat politik. Ada 7 poin pernyataan keprihatinan yang dibacakan puluhan kiai.
Pembacaan keprihatinan ini digelar di Pondok Pesantren (PP) Darut Taqwa, Desa Watesnegoro, Ngoro, Mojokerto. Sebanyak 21 kiai pengasih PP di Jatim hadir dalam acara ini. Antara lain dari Jombang, Mojokerto, Kediri, Sumenep, Sampang, Jember, Malang, Sidoarjo, Surabaya, Bojonegoro, Lamongan, Gresik dan Tuban.
Pernyataan keprihatinan dibacakan Pengasuh PP Darus  Sa’adah Surabaya KH Abdul Tawwab. Terdapat 7 poin dalam pernyataan keprihatinan Kiai Kampung Jatim tersebut. Berikut isinya:
PERNYATAAN KEPRIHATINAN ALIM ULAMA PENGASUH PONDOK PESANTREN NU DAN GERAKAN KIAI KAMPUNG NUSANTARA
Bismillaahin’ahmaanirrahiim
Mengamati dinamika politik akhir-akhir ini berkaitan dengan isu menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 khususnya, baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perilaku politik struktural kepengurusan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ di berbagai tempat dan tingkatan yang juga pada akhirnya berimbas pada nahdliyin-nahdliyat sebagai bagian warga bangsa, maka, bersama ini kami menyatakan sikap sebagai berikut:
  1. Bahwa sesuai tujuan didirikannya Nahdlatul Ulama’ yang dipelopori oleh Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari dan Ulama-ulama terdahulu hakekatnya adalah sebagai Jam’iyyah Diniyah Ijtima’iyah (Organisasi sosial Keagamaan) yang konsen menjaga ajaran Islam Ahlussunnah WaI-Jama’ah An-Nahdliyah di Indonesia sekaligus merawat semangat ke Indonesia-an.
  2. Bahwa secara intitusional Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ bukan partai politik. Sehingga tidak patutlah apabila struktural (Pengurus red) Nahdlatul Ulama’ di semua tingkatan menjadi corong dari partai politik manapun dalam meraih kepentingan kelompok yang bersifat sesaat. Karena Nahdlatul Ulama’ secara institusi seharusnya lebih mengutamakan peran sebagai penjaga dinamisasi politik kebangsaan (bukan partisan).
  3. Bahwa seyogyanya struktural kepengurusan NU di semua tingkatan berperilaku arif dan bijaksana dalam merespons dinamika politik yang terjadi di internal warga NU dan masyarakat dengan mengedepankan semangat adil, tawassuth, tasammuh, i’tidal sejalan dengan Mabadi’ Khoiru Ummah yang menjadi pedoman warga Nahdlatul Ulama’.
  4. Bahwa hakekatnya Nahdlatul Ulama’ juga menjadi “Rumah Besar” bagi semua warga NU yang beraneka ragam pilihan politiknya sebagai bagian hak pribadi yang harus dihargai. Sehingga tidak ada kesan keberpihakan dan diskriminasi di antara kelompok satu dan lainnya yang dilakukan oleh elit struktural kepengurusan NU di semua tingkatan.
  5. Bahwa warga NU akan selalu taat pada pemerintah yang sah dan apabila melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dengan mengkritisi kebijakan pemerintah selalu dalam koridor kritik yang santun, konstruktif, obyektif dan memberikan altenatif solusi. Oleh karenanya warga NU yang menjadi bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia akan selalu siap menjaga kehormatan para pemimpin bangsa terutama Presiden Ir H Joko Widodo sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara dari tekanan politik pihak manapun yang akan merugikan kepentingan bangsa dan negara. Termasuk memberikan kebebasan kepada Presiden Ir H Joko Widodo dalam menentukan Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada Pilpres 2019 yang memiliki integritas dan moralitas tinggi serta tidak membawa BEBAN MASA LALU demi kepentingan warga NU khususnya dan Bangsa indonesia pada umumnya.
  6. Menghimbau menyerukan kepada semua pihak dalam hal ini elit-elit politik negeri ini dan struktural kepengurusan NU di semua tingkatan agar menghentikan akrobat-akrobat politik yang merugikan kepentingan dasar warga Nahdlatul Ulama’ sebagai bagian tak terpisahkan dari warga Negara Indonesia.
  7. Mengajak kepada seluruh warga NU untuk selalu berperan aktif mengembangkan kehidupan demokrasi yang beradab, selalu mengedepankan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan
Melalui pernyataan keprihatinan ini, kata KH Abdul Tawwab, Kiai Kampung Jatim berharap agar NU tak menjadi tunggangan politik untuk kepentingan Pilpres maupun Pileg 2019. Pihaknya akan mensosialisasikan pernyataan sikap ini ke warga Nahdliyin di Jatim.
“Jangan menggunakan NU sebagai kuda tunggangan. Karena NU adalah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan. Tidak terlibat politik praktis. Secara makro NU mempunyai dasar politik kebangsaan, bukan politik kekuasaan,” terangnya.(ari)