
Oleh MF Noeh, Associate Profesor, Department of International, PRESIDEN UNIVERSITY _ IKAL PPSA XXI LEMHANNAS RI.
LAGI rame, tentang NU, ya, dinamika Nahdlatul Ulama. Salah satunya isu Zionisme. Apa iya, NU disusupi Zionis, kepentingan Israel?
Lalu berkembang ke pucuk pimpinan tertinggi PBNU, Rais Am, melalui mekanismenya memberhentikan Ketua Umum PBNU. PJ Ketua Umum, bukan Ketua Umum, KH Zulfa Mustofa, sebelumnya Wakil Ketua Umum, ditetapkan Sah melalui Pleno PBNU. Pleno PBNU menetapkan fokus tupoksinya untuk konsolidasi, persiapan Harlah 1 Abad NU (Menurut Tahun Masehi) dan mempersiapkan Muktamar NU. Pro kontra masih terus berkembang, framing, opini liar dan saling lempar narasi.
Fonomena mengiris rasa, miris, bikin ngilu dan perih juga. Sebagai bagian penggiat dan aktivis NU, saya ikut prihatin, sedih dan nelongso. Bukan soal isunya, mulai isu zionisme, tambang ataupun masalah hukum yang mendera tokoh penting NU ikut menjadi beban moral dan bisa mengikis kepercayaan publik. Bukan soal AD/ART atau Pleno sah atau tidaknya. Bukan itunya.
Di tengah era media sosial yang liar, liberal, terbuka dan super bebas, apa aja bisa bergulir jadi isu dan bahan framing siapapun. Banyak narasi dan sumber info, konten berupa teks, photo ataupun produk video bisa direkayasa cepat dan super canggih, yang imitasi bisa lebih tampak benar dan semputna dibanding yang asli. Yang Viral bisa lebih benar dan dianggap legal dibanding yang sebenarnya.
Yang saya prihatin adalah berbagai pemahaman dan tindakan nyata elit NU dalam ber NU telah mempertontonkan perkataan, tindakan dan keputusan yang keluar dari hakikat dan karakter ke NU an sehingga melahirkan pembangkangan dan perlawanan, bahkan mengancam terhadap Supremasi sakral dan strategis Rais Aam PBNU.
Bagi fondasi dan tradisi NU, peran dan posisi Kyai, dalam Jama’ah dan jam’iyyah adalah pentingnya Supremasi Kyai sebagai pemimpin etis, kepemimpinan etis yang berdimensi spiritual, moral dan sosial. Kekuatan teologis, etis, legitimasi sosial dan tradisi maupun struktur budaya NU yang saya pahami, telah berjalan lebih dari satu Abad yang membuat NU tetap eksis, survive dan tak pernah kehilangan peran dan kiprah penting dan strategis dalam konteks dan skala nasional, lokal hingga global. DNA NU yang menjadikan sangat khusus dan berbeda, dengan lainnya adalah pada Supremasi / Kedaulatan Kyai yang menjadi panutan dan teladan.
Dengan mendudukkan cara pandang, pemahaman, dan pengamalan dalam jama’ah dan jam’iyyah NU yang tidak taat dan malah membangkang, tentu bukan hanya menabrak tradisi dan membongkar fondasi NU secara utuh, lalu Rais Aam dalam hal ini lembaga syuriah yang memiliki sumber informasi faktual, valid, lengkap dan utuh, mengambil langkah dan tindakan, untuk menyelamatkan NU sebagai jamaah maupun jam’iyyah termasuk di dalamnya kepentingan dan kemaslahatan bangsa dan negara.
Dengan itulah cara pandang yang genuin, utuh dan menyeluruh tentang bagaimana
menempatkan Supremasi Kyai pada badan / organ Syuriah NU, yang mekanisme dan proses keputusannya pun berlandaskan musyawarah mufakat dan kemaslahatan berdasarkan AD/ART hasil Muktamar NU, keputusan Rais Aam PBNU bersifat puncak, final dan mengikat.
Isu Zionisme di Tubuh NU
Mungkin akan dinilai subyektif kalau saya menyatakan tidak mungkin alias mustahil PBNU atau NU tersusupi atau ditunggangi atau dipengaruhi Zionisme atau Proxi secara tak langsung. Saya percaya dan yakin, NU terjaga, tangguh dan kokoh, terlalu kuat sebagai benteng moral dan perisasi etis dalam peran keagamaan, sosial dan kebangsaan. Hingga saat ini belum ada yang bisa menjebol atau menembus ke tubuh apalagi jantung Nahdlatul Ulama.
Yang saya pahami, apa yang menjadi pertimbangan (dasar, alasan, logika dan dalil) kepentingan dan kemaslahatan NU untuk Jama’ah dan Jam’iyyah selalu sejalan, selaras dan harmoni dengan kepentingan dan kemaslatan bangsa dan negara. Relasi spirit keIndonesiaan pada NU dan NKRI selalu bersenyawa dan sejiwa, tak pernah terpisahkan satu dengan lainnya. Itulah ajaran, NU WAY, cara pandang dan amaliah (praktek, tradisi, keputusan dan kebijakan) para penggagas, pendiri, dan pengabdi NU sejak awal dari masa ke masa.
Geostrategis NU Terkini
Tidak ada bukti faktual yang sahih (hukum, akademik, atau keputusan negara) yang menyatakan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) “ditembus” atau “dikendalikan” oleh Zionisme.
Setidaknya dalam keyakinan saya NU adalah Organisasi Islam nasionalis–keumatan. NU Konsisten mendukung kemerdekaan Palestina. NU Menolak penjajahan dan kolonialisme dalam bentuk apa pun. Sehingga, Menuduh NU sebagai saluran Zionisme tanpa bukti = tidak benar dan berbahaya bagi persatuan umat.
Namun, yang perlu dibahas secara ilmiah adalah: Bagaimana kepentingan global (termasuk Zionisme internasional) berupaya memengaruhi dunia Islam secara umum, termasuk Indonesia, melalui berbagai kanal lunak (soft power) — bukan dengan menguasai NU, tetapi dengan mencoba memengaruhi wacana, elite, dan arah kebijakan.
Tentu saja terdapat Kepentingan Strategis Zionisme terhadap Indonesia. Indonesia memiliki posisi sangat strategis, karena: Pertama, Negara Muslim terbesar di dunia; Kedua, Pemimpin dunia Islam moderat; Ketiga, Berpengaruh di OKI, G20, Global South; Kermpat, Konsisten mendukung Palestina di forum internasional.
Dengan demikian, dapat dipahami, Bagi Israel/Zionisme global terhadap Indonesia adalah target diplomasi jangka panjang. Harus ada upaya Netralisasi sikap keras Indonesia terhadap Palestina adalah tujuan strategis. NU adalah target utama, meskipun bukan satu-satunya, bukan NU sebagai hanya NU melalui organisasi, tetapi Opini publik harus dikuasai mereka, terutama Elite intelektual dan pengaruhi Narasi Islam global.
Dalam pengamatan saya dan sumber informasi yang saya serap langsung, Pola “Penetrasi” Zionisme yang Umum Digunakan (Secara Global) tentunya bukan hanya di Indonesia, tetapi di banyak negara Muslim dilakukan melalui beberapa cara.
Pertama, Soft Power Ideologis. Dikembangkan isu Isu “moderasi beragama” versi Barat; Relativisme moral atas penjajahan dan normalisasi hubungan tanpa keadilan Palestina.
Kedua, jalur Akademik & NGO. Dikembangkan program Beasiswa, konferensi internasional; Forum lintas agama yang mengaburkan posisi penjajah–terjajah dan juga Bahasa “perdamaian” tanpa menyebut penjajahan
Ketiga, Diplomasi Budaya. Diwarnai oleh Framing konflik Palestina sebagai “konflik agama”, bukan kolonialisme. Lalu, menggeser isu dari hak kemerdekaan ke toleransi semua.
Keempat, Kondisi obyektif Posisi dan sikap NU yang Faktual dan Resmi. Secara keputusan organisasi. NU mendukung penuh kemerdekaan Palestina; Menolak penjajahan Israel; dan Aktif dalam diplomasi kemanusiaan Islam. Bahkan, NU benar-benar menjadi benteng Islam kebangsaan. NU juga Penyeimbang ekstremisme dan liberalisme, dan tentunya Penjaga NKRI dan Pancasila. Sampai kapanpun NU bukan alat Zionisme, tetapi justru sering menjadi penghalang agenda mereka.
Kelima,
Peran Strategis Presiden Prabowo dalam Diplomasi Internasional. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabow Subianto, terdepan dan tegas, hadir dan menjadi game changers di pentas dunia, negara memainkan peran kunci.
Indonesia di Bawah Presiden Prabowo mencapai peran dan posisi strategis dengan melakukan berbagai strategi multi track diplomacy.
Posisi dan sikap Diplomasi Indonesia sangat tegas pro-Palestina. Presiden Prabowo mampu Menguatkan posisi Indonesia di OKI & G20. Presiden Prabowo dengan tegas menolak normalisasi tanpa keadilan. Bahkan dengan sangat heroik Presiden Prabowo secara terbuka Menghubungkan isu Palestina dengan HAM, Anti-kolonialisme, dan Keadilan global.
Nah, dari sini sangatlah terang benderang, masalah subtansi (ushuliyah) dan fundamental terkait apa yang terjadi pada PBNU sejatinya untuk
Menyelamatkan Agama-Bangsa-Negara menghadapi proxi serangan langsung ke jantung kekuatan bangsa dan negara. Karena sejak awal ada yang menyampaikan pesan global : NU di Atas Negara. Sebuah narasi yang penuh makna, signal dan pesan. Semacam buka lapak, promosi dan propaganda. Lalu, ada pihak yang merespon, “Lu jual Gue Beli”.
Padahal yang terjadi dalam cara pandang jalan tengah dan diplomasi global NU adalah moderasi global yang sejalan dengan bebas aktif. Bukan NU mewakili negara dan kepentingan negara terhadap negara lain. Maka sejatinya peran NU adalah bukan tersubordinasi negara, tapi bagaimana yang terbangun adalah multikolaborasi dan sinergi.
Sinergi negara dengan Ormas seperti Muhammdiyah, NU, MUI dan lainnya sangat penting untuk merawat, menjaga dan melindungi Indonesia, termasuk mengawal Peran dan tanggungjawab Presiden dalam berkhidmat kepada bangsa dan negara.
Sebagaimana Asta Cita pertama dari Visi Misi Presiden Prabowo adalah menjaga kemurnian dan pembudayaan ideologi negara, Pancasila, yang secara utuh terajut dalam kepentingan bangsa dan negara adalah PBNU (Pancasila Bhineka Tunggal Ika NKRI UUD 1945).
Dengan itulah, sangat waspada, kritis, dan emergency,
PBNU (Jamaah dan Jam’iyyah NU) wajib menjaga dan menyelematkan PBNU dalam makna Jama’ah maun Jam’iyyah dengan PBNU (Pancasila Bhineka Tunggal Ika NKRI UUD 1945).
Rais Aam dengan lembaga Syuriah PBNU hadir cepat dan bertindak sebagaimana NU selalu hadir mengantisipasi, mencegah, mewaspadai dan menangkal, bahkan siap berjuang dan berkorban jiwa maupun raga, demi membela negara sama dengan wajibnya membela agama. Presiden membutuhkan NU, Muhammadiyah, MUI dan ormas lainnya yang sejalan sebagai kekuatan moral & legitimasi umat; bukan sebagai alat politik asing. Jika ada upaya penetrasi asing, negara dan ormas justru harus bersatu menolak tegas pengaruh Zionisme dalam bentuk apapun.
Ibarat virus, tumor atau benalu, siapapun tanpa pandang bulu, harus dipotong dan dibersihkan.
PBNU wajib bersikap tegas, cepat dan akurat, menyelamatkan kepentingan terbesar Indonesia yang makin kuat, digdaya, berpengaruh, berwibawa serta impactfullness di tingkat global dan fokus menggerakkan berbagai program pembangunan yang sangat strategis, yang juga berdampak terhadap sejumlah pihak tidak nyaman karena terbiasa dengan praktik dan konspirasi mafia, oligarkhi, atau monopoli dan dominasi dibalut korupsi, dengan apa yang sedang dipimpin Presiden membersihkan penyakit serakahnomics di berbagai sektor. Sampai sini, masih ada yang belum paham? (*)





































