
SURABAYA | duta.co – Lima (5) mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Senin (15/9/25) yang tengah magang – program pelatihan dirancang untuk memberikan pengalaman praktis — di Museum NU Jl Gayungsari Timur 35 Surabaya sibuk menyiapkan benda-benda bersejarah guna meramaikan ‘𝗣𝗔𝗠𝗘𝗥𝗔𝗡 𝗞𝗘𝗦𝗘𝗝𝗔𝗥𝗔𝗛𝗔𝗡 𝟮𝟬𝟮𝟱 bertajuk “𝗦𝘂𝗿𝗮𝗯𝗮𝘆𝗮 𝗖𝗶𝘁𝘆 𝗢𝗳 𝗛𝗲𝗿𝗼𝗲𝘀: 𝗧𝗵𝗲 𝗠𝗲𝗺𝗼𝗿𝘆 𝗢𝗳 𝗦𝘂𝗿𝗮𝗯𝗮𝘆𝗮”.
Rencananya, 𝗣𝗔𝗠𝗘𝗥𝗔𝗡 𝗞𝗘𝗦𝗘𝗝𝗔𝗥𝗔𝗛𝗔𝗡 𝟮𝟬𝟮𝟱 “𝗦𝘂𝗿𝗮𝗯𝗮𝘆𝗮 𝗖𝗶𝘁𝘆 𝗢𝗳 𝗛𝗲𝗿𝗼𝗲𝘀: 𝗧𝗵𝗲 𝗠𝗲𝗺𝗼𝗿𝘆 𝗢𝗳 𝗦𝘂𝗿𝗮𝗯𝗮𝘆𝗮” sendiri berlangsung tanggal 24-25 September 2025. “InsyaAllah banyak hal penting yang perlu diketahui publik tentang kiprah NU dalam berbangsa dan bernegara, NU dan sejarah kemerdekaan, NU dan arek-arek Suroboyo yang menelorkan Hari Pahlawan Nasional,” demikian disampaikan Mokhammad Kaiyis.
Kelima mahasiswa UNESA, masing-masing Adam Arya Ahmadi, Ajeng Retno Sari, Yosep Mario Tato Dwi P, Samsudin Budi Pratama dan Nisrina Naya Dewi kini tengah mendata sejumlah dokumen yang bisa dipamerkan dalam acara tersebut. “Saya sih berharap baju Banser bisa ikut pameran. Ini penting supaya publik tahu bahwa GP Ansor dan Banser-nya rela berkorban nyawa demi keutuhan bersama,” demikian Samsudin Budi Pratama, salah seorang mahasiswa UNESA.
Di samping itu, tentu, perlu membawa keris-keris kiai. Inilah sikep para kiai ketika melawan penjajah. Juga foto Mbah Hasyim ketika menghadapi tentara kolonial. “Kalau diperkenankan kami ingin pamerkam itu dalam bentuk verbal,” demikian Ajeng Retno Sari menimpali.
Sekarang sedang di-lay-out sesuai dengan jatah stand yang akan ditempati Museum NU. “Sudah biasa (Museum NU) ikut pameran. Cuma (benda) apa yang penting dibawa, ini perlu didiskusikan. Masih ada waktu, begitu juga sovernir yang perlu dibagikan kepada pengunjung,” saran Muhammad Azharudin, yang juga penjaga Museum NU.
Sebagai Pembina Yayasan Aswaja (Museum NU) Surabaya, Mokhammad Kaiyis, setuju dibuatkan narasi tentang mazhab ke-Islaman- NU yang rahmatan lil-alamin. “Mas Yosep Mario Tato bisa memperlajari betapa NU siap menjadi tameng NKRI. Ini bisa dibreakdown melalui Resolusi Jihad yang menjadi sikap politik NU dalam menghadapi kolonial,” tegas Kaiyis, yang juga Anggota Dewan Kehormatan PWI Jatim tersebut. (mky)