KH Abdus Salam Shohib, Wakil Ketua PWNU Jawa Timur. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Kebesaran Nahdlatul Ulama (NU) mengharuskan warganya untuk bersikap dewasa dalam menghadapi setiap permasalahan. Menaati aturan hukum perundang-perundangan merupakan bentuk dari sikap dewasa warga negara dan sikap.

“Taat hukum merupakan sikap warga negara yang baik. Tak seorang pun warga negara kebal hukum. Karena itu, kami di PWNU Jawa Timur mendorong agar PBNU bersikap dewasa sekaligus memberi kesempatan kepada jajaran pengurusnya untuk tunduk pada aturan hukum,” tutur KH Abdus Salam Shohib, Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, dalam keterangannya Senin 25 April 2022.

Kiai Salam, yang Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang, menegaskan hal itu, terkait kasus H Mardani H Maming, yang kebetulan saat ini menjadi Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Mardani Maming merupakan saksi dalam persidangan dugaan suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu R Dwidjono Putrohadi Sutopo. Dalam dua kali persidangan ia mangkir, akhirnya Majelis Hakim Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan sesuai aturan Hukum Acara Pidana melakukan pemanggilan paksa.

“Kasusnya sebenarnya terjadi sebelum dia menjadi Bendahara Umum PBNU. Karena itu, PBNU justru harus mendorong agar proses dan prosedur hukum dilalui dengan baik. Kita serahkan sepenuhnya pada aparat penegak hukum. Dengan jalan menaati aturan hukum yang berlaku, sehingga NU benar-benar menjadi bagian dari penjaga moral bangsa,” tutur Gus Salam, panggilan akrabnya.

Bila kini kasus yang dihadapi Mardani Maming, dikait-kaitkan dengan PBNU karena dia sebagai bendahara umum, menurut Gus Salam, hal itu tidak bisa dibenarkan.

“Jangan jadikan NU sebagai bumper. NU yang didirikan para ulama, tidak pernah membenarkan warganya untuk menyalahi hukum. Para Muassis (Pendiri) NU telah memberikan sikap tegas bila ada hal-hal berkaitan dengan hukum,” kata cucu Pendiri NU KH Bisri Syansuri (Rais Aam PBNU 1971-1980).

Ia mengingatkan, Mardani Maming merupakan kader PDI-Perjuangan yang dua kali menjadi Bupati Tanah Bumbu (2020-2015, 2016-2018), dan Ketua DPD PDI-Perjuangan Kalimantan Selatan.

“Lha, dalam kasus ini partainya (PDIP) saja tidak melakukan pembelaan, kok PBNU malah bertindak yang berlebihan dengan pasang badan untuk Mardani Maming. Ada apa ini?,” tanyanya.

Banser Membela, Ada Apa?

Menurut Gus Salam, jangan ada unsur-unsur di NU yang melakukan tindakan perlawanan terhadap proses hukum atas kasus tersebut. GP Ansor dan Banser harusnya bersikap adil sehingga proses hukum terhadap siapa pun bisa berjalan dengan baik.

“Tidak benar bila dalam kasus ini muncul wacana bahwa Mardani Maming dikriminalisasi. Sebab kriminalisasi berarti seseorang jadi tersangka atau terdakwa tanpa ada satu pun alat bukti. Lha, kalau dia berada di jalur yang benar, saya kira tidak perlu takut untuk hadir dalam persidangan sebagai proses pengadilan,” kata Gus Salam.

Kriminalisasi merupakan proses menjadikan seseorang menjadi pelaku kriminal. Pelaku kriminal itu statusnya tersangka atau terdakwa. Nah, pada kasis ini baru pemanggilan paksa sebagai saksi.

“Ketika ada tokoh yang kita kenal sebagai ulama mereka sebut kriminalisasi, Banser dan Ansor bersikap tegas, menolak istilah itu. Nah, sekaran justru (gigih) menjadikan istilah itu. Ada apa ini?,” tanya Gus Salam lagi.

Lebih jauh Gus Salam menyatakan, NU sebagai organisasi Islam terbesar selalu berdiri tegak untuk menjaga moral bangsa. NU mempunyai komitmen kuat dalam hal pemberantasan kasus korupsi. Bila ada kader-kader yang berlibat kasus korupsi, NU tidak bisa melakukan pembelaan yang berlebihan. Di tengah proses hukum, NU melakukan pendampingan agar masalah tetap terselesaikan sesuai atauran yang berlaku.

Ketika KH Abdurrahman Wahid sebagai presiden, terpaksa mereka kaitkan dengan kasus Bulogate, meskipun pada akhirnya beliau tidak terbukti, PBNU tidak melakukan tindakan yang justru melawan hukum, untuk menyikapi kasus yang merugikan Gus Dur.

“Nah, saatnya sekarang PBNU bersikap tegas sesuai garis pada pendahulunya dalam menyikapi setiap masalah, termasuk masalah tindak pidana korupsi. Jangan jadikan NU sebagai bumper, untuk melindungi seseorang yang menjadi pengurusnya,” kata Gus Salam.

Ia pun mencontohkan kasus di Jawa Timur, ketika salah seorang pengurus NU menghadapi masalah korupsi, PWNU melakukan pendampingan seperlunya agar prosesnya berjalan adil. Tidak seharusnya dengan membela berlebihan yang justru bisa publik nilai sebagai tindakan melawan hukum. (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry