Menristekdokti Mohammad Nasir (kanan) saat di Kampus Unesa Lidah beberapa waktu lalu. DUTA//dok

SURABAYA | duta.co – Pendaftaran Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahap pertama 2019 sudah dibuka mulai beberapa waktu lalu. Dan siswa SMA sederajad akan mulai mengikuti tes untuk mendapatkan nilai yang diharapkan.

Nilai itu nantinya yang akan dibawa siswa untuk mendaftar ke kampus impian dan program studi (prodi) yang sesuai dengan nilai yang diraih dari hasil tesnya.

Karenanya siswa tidak boleh salah memilih prodi agar bisa diterima oleh kampus dan prodi yang dipilihnya.

Memang sistem SBMPTN 2019 ini jauh berubah dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2018 lalu, modelnya siswa mendaftar di kampus yang diinginkan, mengikuti tes baik tes melalui komputer atau kertas dan melihat hasil tesnya diterima atau tidak.

“Di sini siswa mendaftar untung-untungan,” ujar Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir saat ditemui di Surabaya beberapa waktu lalu.

Nasir mengatakan pihaknya menginginkan siswa yang diterima di kampus negeri terbaik adalah mereka yang benar-benar sudah terseleksi dengan baik dan adalah siswa terbaik. “Kita ingin adanya transparansi,” ungkapnya.

Sekolah yang selama ini memiliki fasislitas pembelajaran yang baik pasti siswa-siswinya akan baik hasilnya.

Namun siswa-siswi yang bersekolah yang fasilitas pembelajaran kurang baik maka hasilnya kurang baik.

Padahal bisa jadi siswa yang dari sekolah dengan fasilitas baik itu belum tentu baik tapi karena fasilitas saja yang baik akhirnya menjadi baik.

Sementara siswa dari sekolah yang fasilitas kurang baik, bisa jadi dia adalah siswa yang berprestasi, tapi karena fasilitas sekolah tidak mendukung akhirnya dia biasa-biasa saja.

“Akhirnya kami lakukan ini agar semua merata, yang baik ya tetap baik,” tandas Menristekdikti.

Karenanya untuk tes SBMPTN 2019 ini, ada dua model tes yang harus ditempuh pendafftar.

Yakni tes skolastik yang akan mengunji kemampuan anak apakah nanti jika kuliah akan lulus dengan sukses atau tidak. “Kita menghindari drop out (DP) di tengah jalan,” kata Nasir.

Sementara tes kedua adalah tes kompetensi akademik (TKA). Tes ini untuk melihat anak itu cocoknya di bidang apa.

“Kalau nilai yang keluar 98 cocoknya prodi apa, kalau nilai 90 cocoknya prodi apa. Sehingga tidak salah sasaran,” tukasnya.

Jika siswa tidak tidak puas dengan nilai yang pertama, maka bisa mengikuti tes seleksi tahap kedua.

“Yang pertama akan dibiayai negara, yang kedua harus bayar sendiri. Nanti bisa dipilih nilai terbaik untuk mendaftar ke kampus yang diinginkan,” jelasnya.

Setelah hasil tes dibawa untuk mendaftar ke kampus yang diinginkan, maka selanjutnya menjadi hak prerogatif kampus untuk menentukan yang bersangkutan diterima di prodi A, B atau C.

Kampus, kata Nasir nantinya akan merangking mahasiswa yang diterima sesuai dengan nilai yang sudah didapat.

Dan kampus boleh menambahkan syarat-syarat lain yang sudah ditetapkan. end