Prof DR H Mohammad Baharun, SH, MA. (FT/DOK)
Prof DR H Mohammad Baharun, SH, MA. (FT/DOK)

SURABAYA | duta.co –  Kontroversi pesan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama), bahwa memilih (pemimpin red.) karena agama melawan konstitusi, semakin meluas. Prof Dr H Mohammad Baharun – Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI), menganggap pernyataan Ahok ini sudah berbahaya. Pendapat yang mengatakan bahwa memilih (dalam berdemokrasi saat ini) berdasarkan agama dinyatakan telah melawan konstitusi, ini jelas pendapat spekulatif dan menyesatkan.

“Pendapat seperti itu selayaknya disuarakan oleh mereka yang biasa menafikan nilai-nilai agama seperti komunisme yang ateis. Atau kaum liberal yang berupaya mereduksi nilai-nilai ketuhanan dan ruh keagamaan dalam Pancasila untuk kepentingan kekuatan luar,” tegas Prof Baharun kepada duta.co, Minggu (12/02/2017).

Menurut Baharun, NKRI memang bukan berdasarkan agama, dan sudah dirumuskan secara mengerucut menjadi Pancasila yang di dalamnya ada agama. Yang isinya mengatur hubungan dengan Tuhan (hablun minallah) dan hubungan sesama nanusia (hablun minannas).

“Jadi konstitusi negara kita ini jelas memiliki ruh keagamaan. Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini jelas nilai-nilai ketuhanan dari agama yang telah dirumuskan menjadi dasar utama konstitusi NKRI,” tambah Rektor Universitas Nasional PASIM ini.

Bahkan, lanjut Baharun, tidak hanya Pancasila, dalam Pembukaan UUD 1945 jelas-jelas didahului dengan kalimat sakral, agama. Berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Ini ruh agama yang tidak bisa dipisahkan dalam konstitusi kita.

Maka, kalau sekarang ada paham atau gerakan yang ingin mengusung demokrasi liberal, sebagaimana paham komunis yang ateis, dengan semangat menafikan Pancasila, itu sama halnya dengan merongrong NKRI. Ini menjadi ancaman serius bagi negara. Pemerintah tidak boleh diam.

KH Abdul Karim Elmuna.

Hal yang sama disampaikan pengasuh PP Darul Manshur, Jombang, KH Abdul Karim Elmuna. Ia mengaku heran dengan pesan Ahok tersebut. Menurut Kiai Karim, memilih pemimpin berdasarkan agama itu justru wajib. Karena agama telah menjadi dasar berbangsa, bernegara, dan termasuk berdemokrasi.

“Konstitusi mana yang dimaksud Ahok? Kalau melarang atau memaksa orang memilih dengan motivasi sentimen agama, memang tidak benar, itu namanya politisasi agama. Tetapi kalau orang menjatuhkan pilihan, apa pun, tidak hanya dalam kontek kepala negara atau kepala daerah dengan menggunakan agama sebagai dasar dan acuanya, itu sebuah keharusan dan cerminan kualitas keagamaan seseorang,” tegasnya.

Menurutnya, agama itu harus menjadi ruh atau spiritit dari segala aktivitas, pikiran. Bahkan gerak dan diam pun harus berpijak pada agama. Kalau bangsa ini lepas dari agama, sama saja kita mengikhlaskan negara ini menjadi liberal, menjadi komunis dan, itu bertentangan dengan maksud (tujuan) para pendiri negeri ini.

Mestinya, lanjut Kiai Karim, Ahok berpesan jangan memilih pemimpin karena alasan uang, karena itu jelas bertentangan dengan konstitusi. Money politics itu haram menurut (aturan) berdemokrasi. Agama pun, menghukumi demikian. Money politics atau risywah, hukumnya haram.

“Dengan pesan itu, saya melihat Ahok ingin memaksakan demokrasi liberal di Indonesia. Padahal demokrasi kita jelas, Demokrasi Pancasila. Lima dasar itu menjadi referensi dalam berbangsa dan bernegara. Kalau benar (demokrasi liberal) itu menjadi agenda Ahok, maka, negara harus waspada,” tegasnya.

Seperti diberitakan media online tirto.id dan detik.com, bahwa, Ahok setelah kembali aktif menjadi gubernur DKI Jakarta ia mengimbau kepada para PNS untuk bersikap netral saat Pilgub DKI Jakarta. Aktifnya Ahok ditandai dengan penyerahan laporan nota singkat pelaksanaan tugas dari Plt. Soni Sumarsono kepada Ahok di Balaikota, Sabtu (11/2/2017).

Dalam sambutan tersebut, Ahok mengimbau agar para Pegawai Negeri Sipil (PNS) bersikap netral. Jangan gara-gara Pilkada, lanjut dia, masa depan Jakarta dikorbankan.

“Kalau berdasarkan agama saya tak mau berdebat, karena gara-gara itu saya disidangkan. Tapi kalau (Anda) milih berdasarkan agama, saya mau bilang kalau Anda melawan konstitusi,” ujar dia.

Tirto.id menggunakan judul, ‘Ahok: Kalau Memilih Berdasarkan Agama, Anda Melawan Hukum’, sementara detikcom lebih suka memakai judul, ‘Ahok: Memilih karena Agama Melawan Konstitusi’. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry