SURABAYA | duta.co – Menangani penyakit gagal jantung (heart failure) yang terus meningkat jumlahnya tidak bisa dilakukan sendiri. Butuh kolaborasi antar tenaga kesehatan agar pasien bisa tertolong sehingga tingkat kesembuhan bisa meningkat.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Cabang Surabaya dr Jordan Bakhriansyah SpJP saat simposium Independencen from Heart Failure, akhir pekan lalu.
Dikatakannya tidak bisa diselesaikan oleh satu bidang keilmuan saja yakni, dokter spesialis jantung. Ada kerjasama dari beberapa tenaga ahli lainnya. “Ada metabolic, ada dari ginjal, dan ada teman-teman tenaga kesehatan lainnya. Peran perawat dan nakes lain juga menentukan kesembuhan pasien,” tuturnya.
Dia menyebutkan, tren heart failure beberapa tahun terakhir cenderung meningkat. Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Seperti, saat ini kemudahan untuk mendeteksi heart failure lebih mudah dan bisa gampang dilakukan, hingga awareness di masyarakat lebih baik lagi.
“Dari segi usia, saya yang paling muda baru saja kehilangan satu pasien yang masih usia 32 tahun. Masih muda, young man,” ungkap dr Jordan.
Karenanya, National Hospital Heart Center Surabaya bersama Perki cabang Surabaya menggelar simposium terkait heart failure ini.
Dalam symposium tersebut, National Hospital melibatkan multidisiplin ilmu. Bukan hanya dari dokter spesialis jantung yang dihadirkan, namun ada juga dokter spesialis penyakit dalam yang focus terhadap metabolic hingga ginjal.
Simposium tersebut menjadi bentuk upaya peningkatan kewaspadaan terhadap penyakit tidak menular heart failure dari National Hospital. Komite Mutu National Hospital dr. Agus Harjono B., M.Kes mengatakan, symposium heart failure bersama Perki Surabaya penting untuk dilakukan untuk meningkatkan awareness terhadap permasalahn gagal jantung.
“Melalui National Hospital Heart Center di Surabaya, kami menghadirkan pelayanan dengan performa maksimal. Seperti USG Doppler, CT Cardiac, hingga skrining Calcium Score bisa dilakukan pasien untuk menjaga kesehatan jantung,” tuturnya.
Faktor risiko perilaku paling penting dari penyakit jantung adalah pola makan yang tidak sehat, aktivitas fisik yang kurang, merokok dan penggunaan alkohol yang berbahaya. Efek dari faktor risiko perilaku dapat muncul pada individu sebagai peningkatan tekanan darah, peningkatan glukosa darah, peningkatan lemak darah, dan kelebihan berat badan dan obesitas.
Faktor-faktor risiko menengah ini dapat diukur di fasilitas perawatan primer dan menunjukkan peningkatan risiko terkena serangan jantung, stroke, gagal jantung dan komplikasi lainnya di kemudian hari.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, kardiovaskular termasuk salah satu bidang yang mengalami perkembangan tersebut baik dari sisi terapeutik maupun intervensi.
Aspek preventif dan rehabilitatif juga harus diperhatikan untuk penanganan penyakit kardiovaskular yang komprehensif demi menghasilkan luaran yang lebih baik serta dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Dokter yang dihadirkan di simposium National Hospital Heart Center bersama Perki Surabaya dan didukung AstraZeneca tersebut yakni dr I Gede Parama Gandi Semita SpJP, dr Hermawan Susanto SpPD-KEMD, dan dr Yuswanto Setyawan SpPD-KGH. Simposium ber-SKP tersebut diikuti juga oleh puluhan dokter. ril/end