Ketarangan foto CNNIndonesia.com

JAKARTA | duta.co – Tanda-tanda PPP (Partai Persatuan Pembangunan) kehabisan ‘sinar’, sudah lama terasa. Puncaknya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan PPP dalam sengketa pileg DPR RI di daerah pemilihan Sumatera Barat alias dapil Sumbar I dan II tidak diterima.

Keputusan MK itu dibacakan langsung Ketua MK Suhartoyo saat memutus perkara nomor 119-01-17-03/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat. “Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” demikian Ketua MK Suhartoyo dalam sidang Pileg putusan dismissal, Selasa (21/5/2024).

Penolakan MK ini, jelas, membuat PPP klenger. Artinya, langkah PPP menembus Senayan setelah memperoleh 3,87% suara pada Pemilu Legislatif 2024 dipastikan kandas. MK tidak menerima sejumlah perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2024 tingkat DPR RI yang dimohonkan oleh PPP.

Diketahui, ambang batas parlemen bagi partai politik untuk dapat lolos ke Senayan adalah 4%. MK tidak menerima permohonan PPP soal hasil Pileg 2024 di sejumlah daerah pemilihan, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Papua Tengah.

“Yang paling menonjol tadi di Jawa Barat, ada 19 kabupaten kota di Jawa Barat yang oleh Mahkamah, seingat saya tadi, tidak bisa lanjut ke pemeriksaan pembuktian,” kata Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di Gedung MK. Artinya jalan untuk lolos parlemen sudah tertutup. MK tidak akan melanjutkan perkara-perkara tersebut ke tahap pemeriksaan pembuktian, meski ada 90 perkara yang masuk MK.

“Sehingga konsekuensinya, ikhtihar dari PPP melalui jalur MK untuk mencapai perolehan suara minimal, batas parliamentary threshold 4%, rupa-rupanya tidak dapat tercapai karena putusan dismissal menyatakan sejumlah perkara PPP tidak dapat dilanjutkan ke pemeriksaan pembuktian,” terang Hasyim sebagaimana dikutip mediaindonesia.com.

Kuasa hukum PPP Moch Ainul Yaqin mengungkit kesalahan perhitungan KPU sebagai penyebab partai berlambang ka’bah gagal melenggang ke Senayan. Ainul mengklaim banyak suara PPP yang hilang di 35 daerah Hal tersebut ia sampaikan dalam sidang sengketa Pileg2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), PPP hanya kurang 193.088 atau 0,13 persen Perolehan suara untuk bisa lolos ambang batas parlemen 4 persen.

Posisi Arsul Sani

Yang menarik untuk dicermati posisi Hakim MK Arsul Sani. Dalam sidang ini ia menggunakan hak ingkar dalam putusan perkara tersebut. “Dalam hal ini Hakim Konstitusi Arsul Sani menggunakan hak ingkar dalam memutus perkara a quo,” begitu Suhartoyo.

Diketahui, berdasarkan Pasal 17 Ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman, hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkara ialah seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang tengah diperiksa. Pengunduran diri itu baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

Sementara, dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan permohonan PPP tidak jelas dan kabur. Enny mengatakan PPP tidak menjelaskan bagaimana peristiwa perpindahan suara itu terjadi. “Pemohon tidak menjelaskan locus terjadinya perpindahan suara secara spesifik,” jelasnya.

“Pemohon tidak menyebutkan dan tidak menunjukkan suara yang pindah dan dipindah itu dari suara partai politik atau dari suara calon legislatif partai politik,” sambung dia. Seharusnya, lanjut dia, pemohon dapat mengajukan petitum yang jelas. Maka, dengan begitu, MK dapat mempertimbangkan petitum Pemohon.

“Petitum yang rusak jelas apalagi saling bertentangan dengan posita berpotensi membuat sebuah permohonan menjadi tidak jelas dan kabur. Oleh karenanya kejelasan petitum dalam suatu permohonan menjadi salah satu syarat formil yang diatur dalam pasal 11 ayat 2 PMK 2/2023,” ujar Enny. (net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry