“Ini boleh dikata sebagai fenomena ‘amul huzni (tahun sedih). Oleh karena itu, perlu ada kesadaran bersama untuk bersatu membangun kembali kepercayaan publik.”
Oleh: Mukhlas Syarkun

‘AMUL HUZNI merujuk sirah Nabawiyah, di mana Nabi Muhammad SAW sangat berduka atas berkurangnya daya dukung dengan wafatnya Khadijah dan Syahidnya Hamzah.

Hal yang sama, kurang lebih, kini dialami warga NU (nahdliyin), yakni berkurangnya legitimasi moral dari masyarakat yang bermuara dari manuver elit NU sendiri, khususnya struktur. Di Jawa Timur, PWNU meminta agar kader penggerakan media digital IPPNU, ikut menjaga ‘image’ (citra) Nahdlatul Ulama.

Bisa dipahami. Mersosotnya citra dapat dilacak belakangan ini, bahwa, warga NU merasa ada sesuatu yang mendukacitakan, dan apalagi di dunia maya NU mendapat serangan hebat khususnya saat mencuat isu-isu yang menjadi perhatian publik, diantaranya:

Pertama, saat publik menyoroti pagar laut, mayoritas publik ijma’,  tidak hanya melanggar HAM juga menggugat kedualatan NKRI, tapi kemudian muncul tokoh NU yang melegitimasi PIK2 yang menjadi bagian dari pagar laut, sontak publik membully NU. Dan apalagi absennya struktur NU — baik LBHNU atau Banser – dalam pusaran PIK2 dan pagar laut. Walhasil, jargon NKRI harga mati diplesetkan NKRI mati di hadapan oligarki.

Kedua, saat WALHI menyoroti kerusakan raja ampat,  ndilalah tokoh struktur ada dalam bagian kerusakan Raja Ampat, celakanya masih mencari pembenaran, maka, sontak jagad raya medsos kompak menyerang habis.

Ketiga, saat isu kekejaman Israel dan kemudian nitizen kompak keluarin foto foto elit PBNU bersama pimpinan Israel berterbangan di medsos, hingga terbangun opini seolah-olah PBNU ada dalam barisan Israel yang jahat itu. Ya Allah!

Keempat, saat isu korupsi mencuat tak ketinggalan kader kader NU ikut terseret-seret dan pemberitaan media utama. Ini memang memilukan. Walhasil, media sosial begitu santer men-downgrade (merendahkan) jamiyah.

Kelima, saat  polemik nasab mengemuka, memunculkan kelompok dari nahdhiyin, yang tidak lagi tasamuh dalam ikhtilaf, cenderung pemaksaan atas pendapatnya, rasisme, sikap radikal mulai bersemai. Dan yang lebih mendukacitakan adalah lunturnya kesantunan dalam bertutur kata, khususnya pada kai dan orang tua.

Inilah beberapa fenomena yang di kalangan nahdliyin boleh dikatakan sebagai ‘amul huzni (tahun sedih). Oleh karena itu, perlu ada kesadaran bersama untuk bersatu membangun kembali kepercayaan publik bahwa NU (kumpulan ulama) yang menyandang sebagai pewaris nabi, perlu ada ikhtiar serius supaya Marwah NU bisa mi’raj kembali.(*)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry