SURABAYA | duta.co – Kalau selama ini hanya dugaan kuat, kali ini ada jejak terang tentang siapa pelaku intoleran. Setidaknya merujuk pria pelaku penyerangan Gereja Santa Lidwina Bedog, Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Sleman, Jogjakarta, Minggu (11/2/2018).

Korbannya Pastor Karl Edmund Prier SJ atau yang akrab disapa Romo Prier, anggota Misionaris Kongregasi Imam Serikat Jesus (SJ) kelahiran Weinheim, Jerman.

Pelakunya memang keburu meninggal, setelah melawan dan tertembak aparat. Tetapi, data awal menyebutkan lelaki itu warga Banyuwangi. Namanya Suliono, asal Banyuwangi. Alamat di Dusun Krajan, RT 02/RW 01, Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran. Pemuda ini adalah anak ketiga dari 4 saudara, pasangan Mistaji dan Edi Susiah.
Suliono kecil, sempat sekolah di Taman Pendidikan Alqur’an Baitussalam. Ia mengawali pendidikan di SDN Kandangan 5 dan kemudian melanjutkan di jenjang berikutnya di SMPN 1 Pesanggaran.
“Dari kecil itu dia anaknya baik, sampai SMP juga baik-baik. Bahkan setiap ada acara keagamaan selalu menjadi qori’ (pembaca Al-qur’an) karena suaranya bagus,” kata Ketua Majelis Ta’mir Masjid (MTM) di Desa Kandangan dan Desa Sarongan, Mubarok, Minggu (11/2/2018) seperti diberitakan beritajatim.com.
Perubahan sikap mulai terlihat, kala pemuda ini menjajaki pendidikan di tingkat SMA. “Setelah SMP ini mulai ada perubahan, tapi ini menurut cerita kakaknya tidak ke tetanggannya, dia sangat anti dengan paham NU (Nahdlatul Ulama). Ini sejak dia SMP kelas 3,” ungkapnya.
Meski demikian, Suliono masih sempat ikut pendidikan keislamannya di Pondok Pesantren Ibnu Shina, Dusun Jalen, Desa Setail, Kecamatan Genteng. Ponpes ini notabene berpaham NU, karena hingga saat ini diasuh langsung oleh Ketua PCNU Banyuwangi, KH Masykur Ali.
“Disana hanya betah 6 bulan, kemudian ia ikut kakaknya di Morowali, Sulawesi Tengah,” ucapnya.
Tapi lagi-lagi, dirinya tak sepaham dengan kedua kakaknya. Pasalnya, Totok Atmojo dan Mohamad Sarkoni memang berpaham NU.
“Sedangkan, Suliono ini berseberangan dengan paham kakaknya. Akhirnya merantaulah ke Palu dan sekolah SMA di sana. Tapi ini saya belum tahu di sana di SMA mana, karena kakaknya dihubungi belum bisa,” katanya.
Lebih lanjut, kata Mubarok, dirinya sempat bertemu dengan Suliono saat berada di Palu. “Ngertinya, 2013 lalu pas saya ke Palu, sempat ketemu dengan Suliono. Bertemu, dia menyalahkan saya kalau paham yang saya anut itu salah,” pungkasnya.
Hingga akhirnya, terdengar kabar Suliono telah melanjutkan pendidikan di Magelang. Tepatnya di Yayasan Pondok Pesantren Berpayaman II, Padepokan Topo Lelono Pangeran Krincing Pesantren Sirojul Mukhlasin dan Umahatul Mukminin. (rin/suf, sumber beritajatim.com)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry