SURABAYA | duta.co – Catatan Pakar Ilmu Pemerintahan Prof Ryaas Rasyid dalam “Diskusi Reboan KB PII” di Rumah KB PII, Rabu kemarin terus menggelinding di dunia maya. Komentar terus berdatangan. “Bukan fitnah, tetapi fakta yang akan mengalahkan Jokowi dalam Pilpres 2019,” demikian warganet Minggu (30/9/2018) sambil menyertakan artikel Prof Ryaas Rasyid.

Menurut Ryaas, dukungan ormas besar Muhammadiyah dan NU tidak bisa diharapkan untuk memenangkan pasangan Capres. Karena situasi domestik yang terjadi gamblingnya sangat tinggi. Jokowi memang sudah menguasai 20 persen pemilih loyal yang tidak akan berubah pilihannya. “Artinya, meski bom atom meledak, mereka tidak akan berpindah lagi itu, itu jumlah yang besar. Luar biasa bagi Jokowi-Ma’ruf”.

Tapi untuk Pilpres 2019, bisa meleset, faktor domestik bisa membuat Jokowi ditinggalkan pendukung lamanya. Setidaknya ada 7 fakta menurut Prof Ryaas yang akan membuat Jokowi berat memenangkan Pilpres meski didukung banyak partai maupun para pemodal.

Pertama, anjloknya nilai rupiah. Ini jangan dianggap enteng. “Tadi saya kasih statemen kalau dollar bertahan 15 ribu atau lebih buruk lagi sampai hari H pemilu, Jokowi bukan dikalahkan Prabowo, tapi dikalahkan oleh dollar. Pasti kalah. Kenapa? Karena menurunnya nilai rupiah itu memukul daya beli kita dalam pasar internasional, tidak mungkin kita hidup dari domestik. Dan di situlah kita hancur.”

Apalagi, prediksi pengamat keuangan kondisinya semakin memburuk. “Saya tiga bulan lalu bertemu dengan teman teman saya di Singapura dan orang-orang perbankan. Mereka cerita sama saya, ‘Pak Ryaas itu rupiah tidak mungkin menguat selama neraca perdagangan anda defisit. Tidak mungkin karena anda butuh dollar terus, kalau Anda butuh dollar terus anda harus beli dollar terus. Kalau Anda beli terus, harga pasti naik’ jelas mereka.”

Jadi tidak usah pakai ilmu tinggi-tinggi kalau mau perbaiki nilai rupiah, maka perbaiki neraca perdagangan. Dan itu tidak bisa dilakukan kalau ekspor kecil. Karena dolar baru akan masuk kalau ada ekspor.”Cuma khayalan kalau ada yang bilang rupiah akan menguat”.

Kedua, tutupnya ribuan perusahaan. Efek samping: Tutupnya ribuan perusahaan di seluruh Indonesia. Itu sangat mengganggu pertumbuhan ekonomi. Kenapa perusahaan tutup? Karena perusahaan yang bahan bakunya dari impor, itu kolaps, nggak mampu lagi bayar operasional. “Ada 50 atau 100 perusuhaan tekstil di Jawa Barat sudah nyungsep. Saya baca tadi di media online berita Kadin, 3000 lebih perusahaan anggota Kadin yang mengerjakan proyek infrastruktur belum dibayar.”

Ketiga, Gelombang PHK menyusul. Gelombang PHK dan pengangguran sebagai konsekuensi dari tutupnya perusahaan-perusahaan besar. Ini akan menyulitkan petahana.

Keempat, Masalah BPJS. Soal BPJS di mana rumah sakit semua komplain belum dibayar. Saya belum cek betul apakah tidak dibayarnya itu karena dana BPJS dipakai untuk proyek infrastruktur, karena ada isu begitu, atau karena dananya tidak cukup karena tanggungannya lebih besar daripada biaya penanggungan. Ada usul kepada presiden untuk menaikkan iuran BPJS. Ini berbahaya buat Jokowi karena menaikan harga minyak saja tidak berani, walaupun harga minyak sudah kedodoran. Belum lagi akibat pemerataan harga BBM dari Sabang sampai Merauke. Itu pertamina bangkrut di wilayah Papua dan Indonesia Timur. Nah, masalah BPJS sangat dahsyat seandainya terbukti dananya dipakai untuk infrastruktur. Sementara kalau iuran BPJS dinaikan rakyat langsung akan teriak. (ctt: pemerintah sekarang sudah meneken kenaikan cukai rokok).

Kelima, Bangkrutnya Beberapa BUMN. Beberapa BUMN kita diprediksi sebentar lagi akan bangkrut karena pinjaman yang 5 miliar dollar dari China itu ke beberapa Bank seperti Mandiri, BRI dll untuk membangun infrastruktur yang mangkrak. Makanya aneh ketika dipaksakan BUMN yang bukan bidangnya mengerjakan infrastruktur. “BUMN yang karya karya itu kan kontraktor, sebenarnya, tapi dipaksa menjadi investor. Coba bayangkan, apa nggak ngawur ini”.

Keenam, Utang yang terus membengkak. Utang yang terus membengkak ini yang sering dibicarakan. Bersilat lidahlah Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Rizal Ramli dan masing masing kubunya yang mengatakan kita kelola utang secara prudent, yang mengatakan ini sudah lampu merahlah utang. Saya bukan ahli keuangan dan ekonomi cuma bilang begini saja. “Utang bukan diukur dari sekian persen dari PDB tapi hitunglah dari kemampuan membayar cicilan. Itu lebih riil kan. Sekarang APBN mampu gak bayar cicilan. Faktanya adalah untuk membayar cicilan tahun ini, itu hasil pinjem. Jadi jangan sok bicara ekonomi makro ini masih sekian persen dari PDB dll. bukan itu. Aspek membayar cicilan itu, sanggup nggak APBN kita. Ternyata kan tidak. Tapi orang ekonomi terlalu teoritis semua.”

Ketujuh, Isu Impor. Baik impor garam, beras, bawang dan lain lain. “Bukan rahasia lagi dalam impor itu ada kongkalikong. Gak mungkin dapat izin impor itu kalau tidak menyogok. Gak ada impor itu yang gratis.” Nah, Ada pejalasan dari Menteri Perdagangan Enggartiarso Lukito bahwa semua impor beras itu perintah Jusuf Kalla. “Dia bilang semua keputusan berdasarkan rapat koordinasi. Dengan Menko Ekuin. Jadi penambahan menjadi dua juta ton itu perintah JK dengan karena takut ada chaos.” (sumber: Kanigoro.com)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry