Mushaf Al-Quran cetakan Palembang 1848. (FT/Kemenag)

BEKASI | duta.co — Sejumlah pakar Al-Quran berkumpul pada Konferensi Internasional Al-Quran yang diadakan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ). Mereka membahas masalah mushaf Al-Quran.  Salah satu simpulan yang mengemuka adalah Mushaf Indonesia cenderung menganut kaidah penulisan rasm riwayat Imam Abu ‘Amr ad-Dani.

Rasm adalah kaidah penulisan al-Quran yang merujuk pada mushaf hasil kajian panitia pengumpulan mushaf Al-Quran pada zaman Khalifah Usman bin Affan yang diketuai oleh Zain bin Sabit. Dalam istilah lain, sering juga disebut Rasm Usmani. Kalau di bidang hadis ada syaikhoni Bukhari-Muslim, maka dalam Rasm Usmani, dikenal juga syaikhoni yang merujuk pada mazhab Imam ad-Dani dan Imam Abu Dawud.

Peneliti yang menggeluti rasm pada mushaf cetakan Indonesia dari LPMQ Zainal Arifin Madzkur mengatakan, secara histo-sosiologis, masyarakat muslim Indonesia lebih akrab dengan mushaf riwayat ad-Dani.

“(Saya) cenderung ke (riwayat) ad-Dani. Karena secara sosiologis mushaf riwayat ad-Dani sudah lama dan banyak digunakan masyarakat muslim Indonesia,” ujar peraih doktor rasm usmani dari UIN Syarif Hidayatullah ini di Bekasi, Rabu (16/11).

“Mushaf ini beredar di negeri kita jauh sebelum mushaf dengan riwayat Abu Dawud masuk dan beredar masif di Indonesia pada pertengahan tahun 1980-an,” sambungnya.

Menurut Zainal, masing-masing mushaf memiliki mumayyazat (keistimewaan/kelebihan). Salah satu kelebihan penulisan mushaf dengan riwayat ad-Dani yaitu penulisan yang tidak banyak membuang huruf. Kaidah ad-Dani ini memudahkan kaum muslim yang awam membaca Al-Quran. Anak-anak Indonesia mewarisi tradisi membaca Al-Quran dengan rasm riyawat ad-Dani, dari bapaknya, dari kakeknya dan dari buyutnya. Mereka juga pengen mewariskan apa yang sudah mereka amalkan sehari-hari ke anak-cucu mereka.

Pakar lain, Kyai Afifuddin, berpendapat bahwa selain mushaf dengan riwayat ad-Dani, Indonesia perlu menyediakan mushaf rasm riwayat Abu Dawud. Hal ini untuk mengedukasi masyarakat bahwa ada mushaf lain, dari yang biasa mereka baca.

“Selain memperkenalkan khazanah rasm mushaf Al-Quran, pengadaan mushaf standar riwayat Abu Dawud diperlukan untuk memberikan pilihan pada masyarakat. Kalau cara tersebut tidak memungkinkan, bisa juga dalam bentuk catatan kaki pada master mushaf standar. Hal ini untuk mengingatkan generasi masa depan muslim Indonesia,” ucap pengasuh Pesantren Hidayatul Quran Jombang ini.

Pengkaji rasm lain, Fahrurozi, mengatakan bahwa mushaf Al-Quran riwayat Abu Dawud tetap boleh beredar di Indonesia. Berdasarkan peraturan yang ada, Al-Quran tersebut boleh beredar setelah mendapatkan izin edar. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

“Fungsi izin edar tersebut, jika ada permasalahan terhadap mushaf bisa diketahui pihak-pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban. Jadi, izin itu sama sekali bukan untuk melarang mushaf-mushaf dengan riwayat selain ad-Dani. Buktinya, mushaf terbitan Libya dan India serta Paskitan, meskipun ditulis dengan riwayat ad-Dani tetap harus memiliki izin edar dari pemerintah Indonesia,” ucap Fakhrurozi.

Sebagaimana diberitakan, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Kementerian Agama menyelenggarakan Konferensi Internasional Mushaf Al-Quran Indonesia. Acara yang dihadiri ulama Al-Quran dari dalam dan luar negeri ini berlangsung dari 14 – 16 Nopember 2017 di Bekasi.

Sumber: Kemenag
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry