
“Mereka adalah generasi yang akan membawa Islam ke depan, dengan pemahaman yang lebih dalam dan lebih luas.”
Oleh Aguk Irawan MN
DI tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat dan pragmatis, Musabaqoh Qiraatul Kutub (MQK) Nasional yang diadakan FPTP dan PKB berkenaan dengan hari santri Nasional adalah sebuah oase yang menyegarkan.
Ada tiga kitab yang dibaca, Ahkamul Sulthoniyah karya Imam Al-Mawardi, Ghiyasul Umam karya Al-Juwaini, dan Siyasah Syar’iyah karya Ibnu Taimiyah, bukanlah sekadar teks kuno yang tidak relevan dengan zaman.
Kitab-kitab itu adalah warisan intelektual dan jjendela yang membuka kita pada khazanah intelektual Islam yang kaya dan mendalam. Terutama di bidang politik dan ketatanegaraan.
Sebagaimana yang pernah disampaikan Imam Al-Ghazali bahwa tegaknya agama tak terlepas dengan tegaknya suatu negara. Karena itu agama dan politik adalah saudara kandung (tauamani min bathni ummi wahidin).
Semifinal dan Grand Final yang berlangsung dua hari antara tanggal 8-9 November 2025 di sekretariat DPP PKB Jalan Kalibata adalah sebuah kesempatan bagi santri-santri untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam memahami dan menginterpretasikan kitab-kitab tersebut.
Mereka adalah generasi yang akan membawa Islam ke depan, dengan pemahaman yang lebih dalam dan lebih luas tentang ajaran-ajarannya yang relevan dengan kebangsaan.
Ahkamul Sulthoniyah karya Imam Al-Mawardi, misalnya, membahas tentang pemerintahan dan kekuasaan, topik yang sangat relevan dengan zaman kita sekarang. Bagaimana kita mengatur masyarakat, bagaimana kita memilih pemimpin, dan bagaimana kita menjaga keadilan dan kesetaraan? Kitab ini memberikan jawaban-jawaban yang bijak dan mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan ini. Seperti kata Al-Ghazali, “Ilmu adalah cahaya yang Tuhan letakkan di dalam hati manusia.” Ilmu yang tidak hanya memperkaya pengetahuan kita, tetapi juga menerangi jiwa kita.
Ghiyasul Umam karya Al-Juwaini, di sisi lain, membahas tentang politik dan kekuasaan, topik yang sangat penting dalam konteks modern. Bagaimana kita mengatur negara, bagaimana kita menjaga kedaulatan, dan bagaimana kita memastikan bahwa kekuasaan tidak disalahgunakan? Kitab ini memberikan wawasan yang berharga tentang pertanyaan-pertanyaan ini. Seperti kata Ibn Khaldun, “Politik adalah seni mengatur masyarakat, bukan hanya mengatur kekuasaan.”
Siyasah Syar’iyah karya Ibnu Taimiyah, yang terakhir, membahas tentang politik dan syariah, topik yang sangat relevan dengan zaman kita sekarang. Bagaimana kita mengatur masyarakat dengan syariah, bagaimana kita menjaga keadilan dan kesetaraan, dan bagaimana kita memastikan bahwa syariah tidak disalahgunakan? Kitab ini memberikan jawaban-jawaban yang bijak dan mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan ini. Seperti kata Rumi, “Janganlah kamu menjadi sekadar pembaca, jadilah kamu menjadi pelaku dan pembuat makna.”
Membaca kitab-kitab ini bukanlah sekadar aktivitas akademis, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang membawa kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita sendiri, masyarakat, dan Tuhan. Mereka adalah jendela yang membuka kita pada khazanah intelektual Islam yang kaya dan mendalam. Mari kita menjadi pembuat makna, mari kita menghidupkan kembali tradisi intelektual Islam, dan mari kita membawa Islam ke depan dengan pemahaman yang lebih dalam dan lebih luas tentang ajaran-ajarannya.
Dalam konteks ini, MQK Nasional FPTP dan PKB adalah sebuah kesempatan bagi kita untuk merefleksikan diri kita sendiri, untuk memahami lebih dalam tentang ajaran-ajaran Islam, dan untuk membawa Islam ke depan dengan cara yang lebih baik. Mari kita manfaatkan momentum ini dengan sebaik-baiknya, dan mari kita menjadi bagian dari gerakan intelektual Islam yang lebih luas dan lebih dalam. Selamat bagi para nominator dan yang menang. Wallahu’alam bishawab.(*)





































