Kubroan Muslimat NU Kecamatan Candi berbuntut di Bawaslu Sidoarjo. (FT/cakrawala.co)

SIDOARJO | duta.co – Komunitas perempuan seperti Muslimat NU dan Aisyiyah (Muhammadiyah), terus diacak-acak menjelang coblosan serentak Rabu 27 November 2024. Tidak sedikit politisi yang mencari ‘makan’ dengan cara mengeruk suara mereka.

“Hari-hari ini kita sibuk pelantikan di tingkat kecamatan (PAC red). Biasa, selalu ada oknum yang menunggangi untuk kepentingan politiknya. Tetapi, percayalah, bahwa, jamaah Muslimat NU sudah kenyang dengan permainan politik. Siapa, dapat berapa? Siapa hanya jadi penggembira? Hafal,” tegas seorang anggota jamaah Muslimat NU di Sidoarjo kepada duta.co, Rabu (6/11/24).

Menurutnya, diam-diam  ada tiga macam perlawanan terhadap politisasi Muslimat NU. Pertama, mereka yang seakan larut dengan yel-yel politik. Tetapi, hatinya marah jamiyah dipermainkan. “Kedua, ada yang diam, tidak mau masuk dalam grup yel-yel. Mereka ini kebanyakan datang ke Muslimat NU ingin ngaji, titik,” tegasnya.

Ketiga, ini justru yang harus diantisipasi oleh oknum-oknum tersebut. Adalah model perlawanan dengan bisik-bisik tetangga. “Kelompok ini jelas pilihannya beda alias tidak sama dengan oknum itu. Mereka berani melawan dengan terang-terangan. Ini akan merepotkan oknum Muslimat NU yang sibuk menunggangi organisasi,” urainya.

Meski begitu, tegasnya, jamaah Muslimat NU tidak pernah risau. “Itu-itu saja (orangnya red) yang sibuk berpolitik. Percayalah, mereka pada saatnya pasti akan habis,” pungkasnya sambil tersenyum.

Patuh Fatwa Majelis Tarjih

Apakah di NU tidak ada fatwa haram politik uang? “Lebih dulu. Di NU justru sejak awal sudah ditegaskan, bahwa, politik uang itu haram. Baik yang memberi mau pun yang diberi. Di NU itu sangat jelas. Ada hadits sahih dari Abdullah bin ‘Amr, dia menceritakan Rasulullah SAW bersabda, “Laknat Allah SWT kepada pemberi suap dan penerima suap. Ini hadits riwayat Imam Ahmad. Jadi, jual beli suara itu haram,” tegasnya.

Bedanya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, merasa perlu  mengeluarkan fatwa haram politik uang menjelang momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Fatwa haram risywah politik itu diterbitkam dengan memperhatikan hasil sidang Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Hukum politik uang (money politic) dalam pemilu, telah menyatakan dengan terang benderang bahwa politik uang dalam bentuk suap, sogokan, dan imbalan untuk transaksi jual beli suara (risywah politik) adalah haram.

“Momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang akan diselenggarakan pada tanggal 27 November 2024, Muhammadiyah perlu menegaskan sikap dan himbauan terkait dengan penyelenggaraan Pilkada yang mesti diperhatikan oleh seluruh anggota, kader, jemaah secara khusus, dan masyarakat luas secara umum untuk mendorong terbentuknya pemerintahan yang bersih dan berorientasi pada kebijakan publik yang maslahat,” demikian Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dalam keterangan tertulisnya.

Busyro, mengatakan, politik uang telah menjadi fenomena sosial, budaya, dan politik yang memiliki implikasi sangat serius terhadap moralitas masyarakat, pragmatisme dalam kehidupan berbangsa dan rendahnya kualitas demokrasi yang berorientasi kepada kepentingan publik.

Politik uang memiliki daya rusak menghancurkan alam pikiran masyarakat. Bagaimana dengan perempuan Aisyiyah? “Kami pegang teguh fatwa haram PP Muhammadiyah. Apalagi, faktanya, politik uang tidak akan barokah. Nilainya cuma ratusan ribu, dan ini tidak sumbut dengan daya rusaknya, 5 tahun. Terima kasih PP Muhammadiyah,” demikian H Widya Heru yang aktif mengikuti pengajian Aisyiyah. (loe)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry