
KEMAJUAN teknologi digital telah melahirkan generasi baru yang dikenal sebagai Generasi Alpha, yakni anak-anak yang sejak lahir akrab dengan gawai, internet, dan media sosial.
Tiga kata ini, yang sering disebut sebagai “kata ajaib,” sesungguhnya adalah fondasi moral dalam kehidupan sosial.
Ia mencerminkan sopan santun, empati, serta penghormatan terhadap orang lain. Namun, derasnya arus digitalisasi dan berkurangnya interaksi tatap muka telah membuat kata-kata tersebut kian jarang diucapkan oleh anak-anak, termasuk di lingkungan pendidikan dasar. Situasi ini tentu menjadi alarm bagi dunia pendidikan untuk mencari strategi baru dalam penguatan pendidikan karakter.
Pendidikan Karakter dan Tantangan Zaman
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menempatkan pendidikan karakter sebagai salah satu fokus utama dalam kebijakan Merdeka Belajar. Hal ini sejalan dengan tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin ke-4, yaitu pendidikan berkualitas yang tidak hanya menekankan penguasaan pengetahuan, tetapi juga penguatan nilai-nilai moral.
Namun, upaya menanamkan karakter tidak dapat dilakukan hanya dengan metode ceramah atau penyampaian materi satu arah. Anak-anak Generasi Alpha cenderung lebih mudah memahami sesuatu melalui pengalaman langsung, interaksi, dan aktivitas yang menyenangkan. Karena itu, diperlukan media inovatif yang mampu menjembatani antara kebutuhan belajar dengan karakteristik generasi digital.
Board Game sebagai Media Alternatif
Dalam menjawab tantangan tersebut, tim dosen dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya bersama Universitas Muhammadiyah Gresik merancang board game edukatif bertajuk “Moral Adventure.” Permainan ini mengintegrasikan nilai moral ke dalam mekanisme permainan sederhana namun interaktif.
“Moral Adventure” terdiri dari papan permainan, pion, dadu, dan kartu tantangan yang berisi skenario kehidupan sehari-hari. Anak-anak yang bermain akan dihadapkan pada situasi sosial yang mendorong mereka menggunakan kata-kata “maaf,” “tolong,” atau “terima kasih” untuk melanjutkan permainan. Dengan demikian, nilai-nilai sopan santun dipraktikkan secara langsung dalam suasana yang menyenangkan.

Program ini diimplementasikan pada 25 September 2025 di SDN Tenggilis Mejoyo 1 Surabaya dengan melibatkan 26 siswa kelas IV. Hasilnya sangat positif: anak-anak menunjukkan peningkatan spontanitas dalam menggunakan kata-kata sopan, berpartisipasi aktif, serta mampu merefleksikan pengalaman bermain dengan kehidupan nyata.
Implikasi bagi Dunia Pendidikan
Keberhasilan “Moral Adventure” mengandung sejumlah pelajaran penting bagi dunia pendidikan Indonesia. Pertama, pendidikan karakter tidak cukup diajarkan secara kognitif, tetapi harus diinternalisasi melalui pengalaman. Pendekatan experiential learning yang diterapkan dalam permainan ini memungkinkan anak-anak memahami konsekuensi moral secara lebih mendalam.
Kedua, inovasi media pembelajaran sangat penting dalam menjawab perubahan zaman. Gamifikasi—penggunaan elemen permainan dalam pembelajaran—terbukti meningkatkan motivasi dan keterlibatan peserta didik. Hal ini relevan untuk diadopsi secara lebih luas di sekolah-sekolah dasar sebagai pelengkap kurikulum pendidikan karakter.
Ketiga, kolaborasi antara perguruan tinggi, sekolah, dan masyarakat perlu terus diperkuat. Program pengabdian masyarakat seperti ini bukan hanya sarana penerapan ilmu, tetapi juga wujud nyata kontribusi akademisi dalam membangun kualitas generasi muda.
Harapan ke Depan
Meskipun berhasil, program ini menghadapi keterbatasan, seperti jumlah board game yang masih terbatas. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari berbagai pihak agar inovasi seperti “Moral Adventure” dapat diproduksi massal dan digunakan di sekolah-sekolah lain. Bahkan, pengembangan versi digital dapat menjadi langkah strategis agar permainan ini semakin relevan dengan karakter Generasi Alpha.
Jika setiap sekolah memiliki akses terhadap media edukasi semacam ini, maka pendidikan karakter akan lebih mudah dijalankan, bukan sebagai beban tambahan, melainkan sebagai pengalaman belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, anak-anak tidak hanya tumbuh cerdas secara intelektual, tetapi juga santun, berempati, dan memiliki kesadaran sosial tinggi.
Epilog
Pendidikan karakter adalah fondasi bagi pembangunan bangsa. Tantangan digitalisasi tidak boleh menjadi alasan melemahnya nilai-nilai moral, melainkan momentum untuk menemukan strategi inovatif dalam menanamkannya. “Moral Adventure” menunjukkan bahwa permainan sederhana dapat menjadi sarana efektif untuk mengajarkan sopan santun kepada anak-anak.
Di tengah kompleksitas zaman, mari kita ingat: membiasakan anak-anak mengucapkan “maaf,” “tolong,” dan “terima kasih” adalah investasi moral yang akan menentukan wajah Indonesia di masa depan. *