SEMARANG | duta.co – Dinas Sosial Kota Semarang merasa prihatin dengan para pelaku pengemisan di Kota Semarang. Hal ini diungkapkan Kepala Seksi Tuna Sosial dan Perdagangan Orang (Kasie TSPO), Anggie Ardhitia, Selasa (17/7/2018).

Menurut Anggie Tim Penjangkauan Dinas Sosial (TPD) yang aktif melakukan patroli semenjak menjelang lebaran menemukan kasus kasus yang patut mendapat perhatian bersama terutama Dinas Sosial Kabupaten atau Kota setempat.

“Dari Dinas Sosial Kota Semarang berharap agar Anjal (anak jalanan) dan pengemis, gelandangan, dan orang terlantar (PGOT) yang terjaring dan berasal dari luar kota semarang ada perhatian dari Pemerintah setempat,” kata Anggie Saat ditemui di ruang kerjanya, Gedung Pemerintah Kota Semarang, jalan Pemuda 148 Sekayu, Semarang Tengah, Kota Semarang.

Sebab, lanjut dia, mereka (yang terjaring) tidak bisa difasilitasi oleh Pemkot Semarang. Semestinya, setelah dikembalikan pada keluarga, perangkat/pemerintah setempat wajib mendampingi mereka agar tidak kembali turun ke jalanan.

Dicontohkan, S, warga RT 1 RW 7 Karangawen Kabupaten Demak. Perempuan 63 tahun ini kedapatan membawa uang tunai Rp 1,3 juta dan 2 buah buku tabungan dengan saldo jutaan rupiah. Dia mengaku dalam sehari mengemis terkumpul sekitar Rp 100 hingga Rp 200 ribu.

Pengemis lainnya berinisial M warga Tajemsari RT 2 RW 2 Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan yang telah tertangkap 3 kali ini memiliki anak yang kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Kota Semarang.

Dari penelusuran yang dilakukan, M yang lahir tanpa penglihatan pernah mengikuti pelatihan dan dikaryakan oleh Panti Sosial Propinsi Jawa Tengah, namun melakukan pengemisan saat keluar dari pelatihan.

S (84), warga desa Kadilangu, Kecamatan Bati, Kabupaten Sukoharjo yang terjaring razia di area pertokoan simpang lima. Saat digeledah, ternyata membawa sertifikat tanah asli dan surat pengantar atas nama dirinya. Dalam surat tersebut tertera dibuat pada April 2018.

Sementara, dari Kota Semarang terdapat pria berinisial T (86), warga Sendang Mulyo Kecamatan Tembalang Semarang yang melakukan kegiatan pengemisan di depan retail modern jalan Veteran Kiai Shaleh dengan waktu operasi mulai sore hingga menjelang dini hari. Menurut pengakuannya, hasil dari meminta-minta dalam setiap hari mendapatkan uang sekitar 150 ribu.

Modus mencari simpatik dilakukan dengan mengenakan penyangga kaki. T berangkat rumahnya setiap hari diantar cucunya yang berinisial D dengan sepeda motor dengan memberikan uang bensin Rp 75 ribu. Saat dirazia TPD, T sudah mendapatkan hasil Rp 109.000 rupiah dan membawa uang tunai sebesar Rp 5,7 juta di saku celananya. Dari penulusuran TPD, T memiliki 2 orang anak yang keduanya telah berumah tangga dan tinggal terpisah.

Pengemis lain berinisial K (65) kedapatan tidak bawa kartu identitas dan tinggal di PKL Kokrosono. Dari pengakuannya, K dari pagi hingga sore menjadi pemulung dengan penghasilan kurang lebih Rp 40 ribu.

K melakukan kegiatan pengemisan selepas maghrib hingga pagi di sebuah retail modern jalan Indraprasta dan menyetorkan uang 50 ribu dengan seseorang berinisial P. Sejauh ini, K tidak menyebutkan secara detail alasan dan siapa yang disetori uang tersebut. Dari pengakuannya rata-rata hasil mengemis tiap malam terkumpul pada kisaran Rp 100 ribu. Saat diperiksa K membawa bungkusan uang recehan sejumlah Rp 1,3 juta.

Atas temuan tersebut, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial (Kabidresos) Tri Waluyo juga merasa prihatin. Dinsos, kata Tri, berusaha mensupport mereka agar tidak kembali di jalanan sebagai pengemis. Dalam mekanisme yang ada ditampung sementara untuk pendataan dan penyadaran. Sehingga mentalitas yang ada menjadi modal untuk diikutkan dalam program-program yang ada. Baik itu berupa bantuan sosial maupun dalam bentuk pelatihan. Hal ini, kata Tri, dimaksudkan untuk menumbuhkan kemandirian dan ketahanan hidup mereka.

Perlu Dilakukan Pembinaan

Disamping itu, harap Tri, perhatian pemerintah setempat untuk dapat melakukan pembinaan setelah dikembalikan oleh Dinsos Semarang pada keluarga. Kepedulian diharapakn muncul dari semua pihak, aparat terbawah lurah. camat dan RT maupun RW, terutama di lingkungan keluarga.

Terkait dengan adanya pengemis yang mengaku memberikan setoran, menurutnya patut diduga terjadi kasus eksploitasi atau bahkan traficking. Bila kami (Dinsos) menemukan temuan atau bukti lebih lanjut akan dibawa ke ranah hukum. (rq)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry