“MASYARAKAT justru cemas melihat cara Istana nangani virus komunis China (Covid-19) yang simpang-siur dan tidak profesional.”

Oleh: Adhie M. Massardi*

VIRUS mematikan yang berkembang biak di negara komunis China pada akhir 2019 (Covid-19) ini, sudah bertebaran di muka bumi. Seperti iblis, virus ini bergerak secara cepat, misterius dan lintas negara. Menjadi Laskar Jagal yang bengis. Menebar maut di mana-mana.

Tapi pemerintahan Presiden Joko Widodo beserta jajaran kabinetnya terus mengabaikan gerakan Laskar Jagal Covid-19 yang masif. Bahkan ketika negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina sudah kena, Indonesia tetap yakin menjadi negara “Zero Corona”.

Hampir semua menteri Joko Widodo punya joke atau pernyataan tentang virus komunis China Covid-19 yang menjengkelkan sekaligus mencemaskan masyarakat, yang lewat jaringan digital memperoleh informasi aktual dari dunia internasional betapa sepakterjang Laskar Jagal dari Wuhan itu sudah membunuh banyak sekali orang.

Jejak digital candaan (joke) atau pernyataan meremehkan Covid-19 pemerintahan Joko Widodo yang dijadikan “meme” dan viral di dunia maya intinya berbunyi begini:

  1. Virus Corona tidak mungkin masuk ke Indonesia karena ijinnya sulit (Menko Ekonomi Erlangga Hartarto dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia).
  2. Kalau toh masuk, Corona tidak akan berkembang biak di negara tropis (Ali M Ngabalin, perwakilan Istana).
  3. Jika pada akhirnya ada yang terinfeksi Corona, bisa sembuh dengan sendirinya (Menteri Kesahatan Terawan Agus Putranto).

Puncak pengabaian pemerintah terhadap Covid-19 yang sudah mengancam nyawa rakyat Indonesia terjadi pada 1 Maret 2020.

Dari hasil rapat kabinet terbatas keluarlah kebijakan menggelontorkan uang ratusan milyar rupiah untuk mensubsidi tiket pesawat agar menarik sebanyak-banyak turis asing.

Bahkan tak segan-segan menggelontorkan Rp 72 M untuk membayar buzzer guna meyakinkan wisatawan asing soal zero Covid-19.

Padahal pada saat yang sama, negara-negara di seluruh sudah menutup diri dari kedatangan warga negara asing, terutama dari negara komunis China yang menjadi episentrum Covid-19.

Dengan latar belakang panjang yang mencerminkan betapa pemerintah benar-benar mengabaikan bahaya virus komunis China, padahal sudah masuk ke ruang tamu dan kamar tidur, membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada kesungguhan pemerintahan Joko Widodo melindungi nyawa rakyatnya.

Baru ketika akhirnya Joko Widodo menerbitkan Keppres No 7/2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada 13 Maret 2020, dan mengangkat Kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Letjen TNI Doni Monardo sebagai pimpinannya, publik mulai percaya ada kesungguhan pemerintah hadapi virus mematikan ini.

Akan tetapi kepercayaan publik ini kembali terkoreksi, karena melihat Istana tetap bermanuver dalam penanganan Covid-19 ini.

Misalnya, dalam pengadaan alkes yang dibeli dari negara komunis China, terkesan Istana jalan sendiri bersama Kemenhan, dan PT RNI yang BUMN juga jalan sendiri.

Juga dibangunnya wisma atlet di Kemayoran, Jakarta, sebagai RS khusus Covid-19.

Pendek kata, untuk hal-hal yang mengundang tepuk tangan, bisa dipastikan digarap langsung Istana. Termasuk kebijakan lockdown atau tidak lockdown.

Akibat Istana tampak melakukan intervensi terus menerus dalam berbagai kebijakan yang seharusnya menjadi otoritas Gugus Tugas yang dipimpin Doni Munardo, bukan saja membuat masyarakat menjadi ambivalen dan kehilangan kepercayaan, malainkan juga di kalangan dunia usaha.

Kegusaran kalangan dunia usaha pernah disampaikan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Anton J Supit kepada stasiun TV nasional. Menurut Anton, perlu ada satu pintu yang jelas dan memiliki otoritas untuk menjelaskan kebijakan pemerintah terkait Covid-19, baik dari aspek kesehatan, sosial, politik maupun ekonominya sebagai pedoman bagi para pengusaha.

Melihat banyaknya komando terkait Covid-19, ada kepala daerah, pemerintah pusat, BNPB/Gugus Tugas, pimpinan organisasi profesi, dll hanya mempertontonkan betapa manajemen penanganan bencana Covid-19 di negeri ini amburadul.

Dan sumber mismanajemen itu dimulai dari Istana.

Itu sebabnya kenapa instruksi Social Distancing atau Physical Distancing tidak bisa berjalan dengan baik karena membentur Social Distrust.

Jejak digital panjang akan ketidakseriusan Istana dan jajaran kabinetnya hadapi Covid-19 ini membuat masyarakat ragu kepada mereka.

Oleh sebab itu, pemerintah dan DPR berkonsentrasi memperkuat integritas dan eksistensi BNPB/Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Jangan diintervensi. Sebab kehadiran figur-figur yang merepresentasikan secara vulgar perwakilan Istana akan menjadi sumber ketidakpercayaan.

Ingat, siapa pun tak akan mau mempercayakan nyawa dan masa depannya kepada mereka yang tidak dipercayainya. Padahal tugas negara adalah melindungi segenap bangsa. (rmol.id)

* Adhie M. Massardi, adalah Koordinator Gerakan Indonesia Bersih.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry