JAKARTA | duta.co – Kita hanya mampu ‘ngelus dada’ menyaksikan hilangnya supremasi hukum. Hari ini, hukum seperti jadi alat politik. Keputusan pemerintah membebaskan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, dinilai sarat politik.

Pembebasan Ba’asyir ditengarai kuat terkait kepentingan calon presiden petahana Joko Widodo untuk mendulang suara umat muslim di Pilpres 2019. “Harusnya jauh-jauh hari dibebaskan. Kenapa baru sekarang?” kata Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Dahlan Pido di Jakarta, Jumat (18/1).

Abu Bakar Baasyir diperkirakan bakal keluar dari Lapas Gunung Sindur pada Kamis, 24 Januari 2019. Aroma politisasi sangat terasa lantaran Ba’asyir harusnya bebas bersyarat pada 23 Desember 2018 lalu.

Hal itu sebagaimana diinformasikan Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim dan kuasa hukum Ba’asyir, Mahendradatta. Menurut dia, Ba’asyir berhak atas pelepasan bersyarat pada tanggal itu karena telah menjalani 2/3 masa hukuman dan mendapat remisi di setiap Hari Kemerdekaan dan Idul Fitri .

Sementara, Presiden Jokowi mengaku mengizinkan pembebasan terhadap terpidana kasus terorisme itu karena faktor kemanusiaan. Jokowi mengatakan keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan yang panjang, termasuk mempertimbangkan sisi keamanan dan kesehatan Ba’asyir yang sudah sepuh.

Dahlan menilai wajar jika keputusan pemerintah membebaskan Ba’asyir sekarang ini menimbulkan beragam kecurigaan terutama terkait kepentingan Pilpres 2019. Jika alasannya faktor kemanusiaan, mestinya keputusan membebaskan Ba’asyir sudah keluar sejak kesehatan pimpinan Pondok Pesantren Al Muknim Ngruki itu bermasalah.

“Demi kemanusiaan sudah uzur begitu harus dibebaskan. Usia 80 tahun lebih. Kasihan. Tapi kalau keputusanya baru sekarang, kan jadi banyak penafsiran,” tukas Dahlan.

Bagi Mahendra apa pun alasannya, yang penting cepat bebas. ”Saya tak tidak tahu pembebasan ini politisi apa hukum. Yang penting ustadz bisa pulang,” jelasnya. (rmol)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry