TIBAN : Zaenuri, salah satu pendekar Tiban usai tampil di acara Harlah Lesbumi ke – 56 di Halaman Kantor PCNU Kabupaten Kediri (duta.co/M. Isnan)

KEDIRI | duta.co -Apa yang ada di benak kita, saat mendengar suara pecut, kemudian melihat percikan darah segar yang keluar dari kulit. Tentunya terbersit rasa takut, namun tidak bagi puluhan Pendekar Tiban saat tampil mengisi penutupan Harlah Lesbumi ke – 56 di Halaman Kantor PCNU Kabupaten Kediri, pada Rabu malam (4/4).

Ditemui usai tampil, Zaenuri (52) warga Dusun Kenuwung Desa Sumber Agung Kecamatan Wates, justru mengaku senang bisa tampil usai acara. Meski kulitnya robek dan terlihat darah segar masih keluar dari tubuh yang tidak muda lagi, namun dia mengaku tidak merasa sakit.

“Paling tidak sampai seminggu sudah sembuh,” jelasnya.

Tiban merupakan bentuk tarian merupakan acara ritual bagian dari seni budaya yang dipertunjukkan saat musim kemarau. Tarian ini merupakan wujud permintaan permohonan kepada yang Maha Kuasa untuk diturunkanya hujan.

“Bukan kekerasan yang ditonjolkan, melainkan nilai -nilai luhur atau sebuah pesan untuk menjaga keseimbangan alam,” jelas Helmi Ansori, Panitia Harlah Lesbumi menerangkan atas suguhan acara ini.

Dengan hanya memakai celana kolor dan bertelanjang dada, dipimpin wasit, kemudian kedua pendekar ini saling bergantian mencambukkan pecut tiban ke lawannya. Aturan mainnya, pecut diarahkan ke bagian punggung atau perut.

“Dulu waktu main di Desa Slumbung, saya dipecut di wajah. Wajah saya robek berdarah, ketika kesempatan saya, gantian saya balas di wajahnya,” jelas Zaenuri.

Memang tidak ada aturan baku dalam bermain tiban, Zaenuri pun menuturkan jaman bapaknya, Abu Khalifah sering tampil dimanapun, dianggapnya malah sangat beresiko tinggi.

“Dulu jaman bapak, pecut itu dipasangi paku, jarum dan juga racun. Jadi pecut terbuat dari pohon aren ini, tidak sembarangan pecut biasa,” jelas lelaki sehari – hari bekerja sebagai buruh tani ini.

Dia pun mengenang masa kecilnya, saat masih belasan tahun, awalnya hanya sekedar mencoba kemudian ketahuan orang tuanya. Kemudia dia diajari cara memainkan pecut dan prosesi sebelum tampil.

“Kita selalu diminta berdoa, sebelum dan sesudah tampil. Tidak boleh emosi saat tampil dan saat di atas panggung, dianggap sebuah pertunjukan selain menjaga warisan leluhur,” jelasnya.

Apakah terbukti ampuh bisa mendatangkan hujan? Zaenuri mengaku pengalaman yang kerap dialami tidak seketika hujan, butuh beberapa waktu.

“Istilahnya hujan tiban, tidak seketika selesai acara kemudian hujan, ada temponya,” ungkapnya.

Berapa hasil dia dapatkan setiap kali tampil saat diundang, Zaenuri pun menjawab seiklasnya.

“Karena sudah diberi amanah bapak, agar tidak memasang tarif. Yang penting hati kita senang dan bisa menghibur. Bila kemudian keinginannya minta hujan bisa terwujud, kami juga merasa lebih senang lagi” imbuhnya. (nng)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry