“Lelaku journey ‘mengendus’ persoalan tanah, membangun silaturahmi sahabat penganut Parmalin (agama asli Batak) sampai kisah Titik Nol yang tidak terawat dan, kini dibentuk Yayasan sebagai penyelamat.”
Oleh Isfandiari Md*

ROMANTISME journey kali ini sunggguh memiliki selaksa makna. Bicara soal kesetiakawanan, toleransi sampai menjelajah kisah historis aulia penyebar Islam di Nusantara di Tapanulil Tengah, Sumatera. Journey sengaja mengambil ‘miqat’ start awal di Batak.

Journey dimulai Selasa (12/6) sampai Jumat (14/6) dua tahun belakang. Juga di bulan ramadhan. Saat itu, berbuka di perjalanan. Saat itu, roda gendut pesawat mendarat di Bandara Sisingamangaradja XII . Bandara ini akrab disebut sebagai Bandara Silangit, wilayah Siborong-borong Tapanuli Utara ,Sumatra  Utara. Wilayah berudara sejuk ini menjadi titik awal perjalanan kami menikmati lansekap cantik tanah Batak.

Tak hanya udara sejuk khas pegunungan, sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan indah dan bangunan-bangunan gereja megah yang berdampingan dengan masjid-masjid kaum muslimin. Suasananya begitu damai.

“Di sini semuanya berdampingan dengan damai. Jika ada pernikahan misalnya, juru masak dibagi dua, untuk Kristen dan Islam. No problem, semuanya berdampingan,” begitu Bang Tanjung, driver perjalanan ini membuka pembicaraan.

Inilah Kesejatian Nusantara

Tujuan kami, pertama adalah zona Tapanuli Utara yang mayoritas beragama Kristen Protestan. Zona yang unik dan penting dalam catatan sejarah peradaban Nusantara, karena disini dimakamkan seorang ulama terkemuka,  Tuan Syeh Haji Ibrahim, Sutan Janji Angkola Sitompul, tokoh Tarekat  Naqsabandiyah.

Sengaja kami ziarahi beliau dengan beberapa catatan penting. Semasa hidupnya, beliau seorang mualaf yang akhirnya menjadi ulama. Seorang insan yang inspitratif, sangat nasionalis dan berjuang melawan Belanda dan menjadi garda terdepan dalam menjaga perdamaian antar umat beragama terutama antara penganut Kristen dan Islam.

“Kisah sejarahnya sangat menarik dan Insya Allah dibuatkan buku khusus tentangnya,” jelas Brigjen  (Purn) H Albiner Sitompul, penulis buku ini. Kebetulan beliau bersama-sama kami dalam perjalanan itu.

Alhamdulillah, anak keturunannya menerima kami dengan terbuka. Di rumah bersejarah ulama besar yang, diberi julukan Sang Pendamai ini. Kami sempatkan berbicang-bincang tentang sepak terjang perjuangan almarhum yang  wafat pada 8 Oktober 1956 dan dipersilakan melihat-lihat beberapa peninggalan beliau, jubah, surban dan beberapa koleksi piringan hitam dan beberapa benda keramik.

Tapi sejujurnya, semua kondisi peninggalan beliau tidak terawat dengan baik dan dalam kondisi memprihatinkan, termasuk mesin pengolahan karet jaman Belanda yang teronggok kotor di pojokan rumahnya. Perlu tangan-tangan pemerintah untuk melestarikan semua itu.

Bertemu Pemuda di Gunung Tua

Journer berlanjut untuk silaturahmi para para pemuda yang concers pada persoalan-persoalan di masyarakat. “Ada problem yang harus segera diselesaikan, dan terbaik adalah dengan islah alias berdamai,” buka Rizki Harahap,  tokoh pemuda di sini.

Inti perbicangan adalah masalah lahan register 40 di zona ini. Problem lahan ini sudah berlangsung sejak 2007 lalu dan belum ada keputusan yang berdampak langsung bagi warga Paluta (Padang Lawas Utara).

Menurutnya harus ada diskusi  intens berujung perdamaian antara masyarakat dan  pengelola lahan yang di mediasi pemerintah. ”Hal ini akan meminimalisir konflik dan hemat aya, hukum tertinggi adalah damai. Jika saja terjadi ini merupakan kado terindah buat kami khususnnya warga Paluta. Jangan mengambang dan ada kepastian hukum,” bebernya lagi.

Ia makin mengerucut. Islah akan semakin mudah jika difasilitasi pemerintah pusat terutama kepala staf kepresidenan (KSP saat itu) Moeldoko sebagai orang terdekat Presiden Jokowi. Beliau sudah pernah datang ke Paluta dan memiliki kedekatan emosional dengan warga di sini. Kami memiliki harapan besar beliau bisa menjembatani  hal ini hingga terjadi islah antara warga Torganda dan pemerintah. Para tokoh pemuda ini  juga berikhtiar mencari ‘jembatan’ untuk  bisa bermediasi dengan Moeldoko.

Salah satunya melalui Isfandiari, Ketua Lembaga Pendidikan dan Budaya dari Moeldoko Centre (MC). “Sedang dicari peluang untuk membicarakan ini dengan Pak Moeldoko. Tentunya aspirasi pemuda-pemuda ini akan kami sampaikan,” jelas Isfandiari saat diajak sharing tentang  masalah tersebut.

Barus dan Titik Nol

Dalam perjalanan, kami sempatkan mampir silaturahmi ke  lokasi pendidikan Syekh Ahmad Basyir, Boarding School, Parsariran  Batang Toru, berbincang-bincang akrab tentang beberapa event bernuansa Islami yang akan digelar pesantren ini.

Lokasi ini kami jadikan tempat rehat sejenak sebelum lanjut ke zona berlansekap indah, Pantai Binasi, di Sorkam Barus Tapanuli. Di sini terdapat sebuah monumen yang sangat bersejarah, Titik Nol KM, Peradaban Islam Nusantara.

Sebelumnya kami sempatkan waktu berkunjung ke kampung Bang Arif Marbun  tokoh Batak Muslim dan Ketua PBNU di Barus. Bang Marbun adalah salah satu penggagas  hadirnya presiden Joko Widodo meresmikan Tugu Peradaban Islan Nusantara itu. Sayang saat kami ke sana, beliau sedang ada di Jawa.

Romantisme kelahiran tugu ini  cukup menarik. ”Lokasi ini dahulunya pelabuhan yang ramai dan tempat singgahnya para aulia mulia dari manca negara. Di sinilah titik masuknya Islam ke Bumi Nusantara dengan bukti peninggalan sejarah seperti Makam Mahligai sebagai situs sejarah tertua di Indonesia,” terang Brigjen (pur) Albiner Sitompul salah satu motor penggagas berdirinya tugu ini.

Makam Mahligai ini  bertanggal 48 hijriyah atau 661 masehi. Jadi jelas peradaban Islam sudah masuk di Nusantara di abad ke-6.

Alhamdulillah, saat itu Presiden Jokowi menaruh perhatian besar atas berdirinya tugu ini dengan meresmikannya di 24 maret 2017. Ia memberikan pidato singkat didampiingi pejabat teras di sana termasuk Brigjen Pur Albiner.

Begini paparannya: ”Ini menunjukkan ada hubungan erat antara Timur Tengah dan Nusantara sejak abad ke -6. Jadi sudah ratusan tahun yang lalu hubungan itu telah ada,” ujar Presiden Jokowi saat itu seperti dikutip beberapa media massa nasional.

Sayang sekali, saat kami kunjungi, tugu peringatan ini  tidak terawat alias terbengkalai. Pagar besi di beberapa bagian sudah copot dan hilang entang kemana. Beberapa bagian sudah karatan. Melihat kondisi ini, beberapa tokoh masyarakat berkumpul dan berembuk untuk membentuk Yayasan Titik Nol Peradaban Islam Nusantara dan membentuk susunan kepengurusan.

“Dengan adanya yayasan ini moga tugu dan situs-situs sejarah di sekitar sini semakin bisa terawasi dan terawat. Kami juga mengharapkan dukungan moril dari pada tokoh Agama, masyarakat dan pemerintah,” jelas Ustad Sadikin Lubis yang saat rapat dipilih sebagai ketua Yayasan, didampingi Brigjen (Pur) Albiner Sitompul (Pendiri Yayasan) dan beberapa pejabat yayasan yang baru terpilih.

Mereka juga mengharapkan dukungan tokoh-tokoh agama yang memang ikut mensuport lahirnya tugu ini sebelun 2017. ”Salah satu yang kami harapkan adalah dukungan dari KH Miftachul Akhyar, Rais Am PBNU- (2022-2027),” jelas tokoh masyarakat Barus yang sedang berikhtiar membentuk yayasan ini.

Bertamu Ke Tokoh Parmalin

Moment berada di zona ini tentu tak akan kami sia-siakan. Selepas dari Tugu Titik Nol, kami menuju Desa Kampung Mudik, Kecamatan Barus , Tapanuli Tengah. Niatnya mengunjungi Himpunan Parmalin, Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Suasana akrab dan hangat sangat terasa di desa ini. Kebetulan saat itu penganut muslim sedang mengadakan pesta pernikahan dan antara mereka terjalin kerjasama harmonis.”Kepala desa kami penganut kepercayaan Parmalin dan dia dipilih sebagai kepala desa yang mayorita muslim,” jelas Opung S. Simanjuntak, tokoh adat di sini.

Parmalin atau Par Ugamo Malim adalah penganut atau penghayat sistem religius agama Batak asli  ‘Ugamo Malim’ yang tersebat di sekitar danau Toba, Samosir dan berbagai zona di tanah batak. Mereka meyakini adanya Tuhan yang Maha Esa, Mulajadi Nabolon.

Opung berbicara banyak soal prinsip-prinsip saudara-saudara penganut Parmalin. Pada intinya beliau ingin hidup berdampingan dengan selaras dengan agama-agama yang ada,  diayomi pemerintah dan aman damai saat beribadah. Isya Allah Opung. Salam untuk saudara-saudara Parmalin lainnya. Support and respect! (bersambung)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry