Keterangan foto lapan6online.com

JAKARTA | duta.co — Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin tengah dipelototi Center for Budget Analysis (CBA). Selama ini menteri yang lebih dikenal dengan pernyataan-pernyataannya yang mengundang tanya, seperti soal ukuran celana jeans hingga gaji tenaga kesehatan. Kini, ia disoal tentang pengelolaan anggaran negara.

Adalah Center for Budget Analysis (CBA) yang mengkalim menemukan adanya kejanggalan dan potensi penyimpangan serius dalam proses tender proyek Penyediaan Obat Program Kusta Frambusia Tahun 2025, yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan RI. Nilai proyek tersebut mencapai Rp 18,1 miliar, bersumber dari APBN.

“Dari hasil riset dan telaah dokumen tender, CBA mencatat sejumlah fakta mencengangkan. Misalnya, ada peserta tak relevan, seperti PT WMI. Perusahaan ini dari namanya sudah jelas, bergerak di industri musik dan rekaman. Perusahaan ini bahkan sempat lolos hingga tahap evaluasi harga, meski jelas tidak memiliki pengalaman dalam pengadaan farmasi. Ini menimbulkan dugaan kuat adanya rekayasa peserta dan potensi peminjaman bendera dalam proses tender,” tegas Jajang Nurjaman Koordinator CBA kepada duta.co, Senin (19/5/25).

Kedua, tegasnya, harga pemenang jauh di bawah HPS. ”Kami menduga ada mark-up sehingga pemenangnya mengajukan nilai penawaran Rp 8,2 miliar—kurang dari 50% dari HPS yang ditetapkan senilai Rp 18,15 miliar. Ada peserta yang menawar hanya Rp 2,6 miliar. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar. Apakah HPS disusun secara wajar, atau justru dimark-up untuk memberi ruang negosiasi yang manipulatif?,” urainya.

CBA melihat evaluasi administratif dan teknis yang sangat lemah. Keikutsertaan perusahaan yang tidak memiliki rekam jejak pengadaan di bidang farmasi menandakan gagalnya proses seleksi administratif dan teknis. Hal ini membuka peluang terjadinya penyalahgunaan sistem tender elektronik yang seharusnya menjamin transparansi dan akuntabilitas.

“Tender ini menggabungkan empat jenis obat berbeda dalam satu paket (itemized). Skema seperti ini berpotensi menutup akses pelaku usaha kecil dan membuka ruang bagi praktik kartel atau monopoli pasokan farmasi,” tambahnya.

Maka, CBA mendesak: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera menyelidiki indikasi mark-up HPS, manipulasi peserta, dan proses evaluasi yang cacat. Kementerian Kesehatan membuka seluruh dokumen pengadaan secara transparan, mulai dari evaluasi administrasi, teknis, hingga kontrak pemenang.

“Dan audit khusus terhadap keikutsertaan PT WMI, termasuk potensi peminjaman bendera dan peran pihak lain yang mungkin terlibat dalam rekayasa tender,” tutupnya.(mky)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry