
Muslikha Nourma Rhomadhoni, S.KM., M.Kes
Dosen Prodi D-IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan
KEJADIAN kecelakaan kerja di lingkungan kerja, jika ditelusuri secara serius akan ditemukan faktor penyebabnya. Dahulu, kecelakaan kerja dianggap takdir, atau bagian dari kehendak Tuhan. Namun seiring berkembangnya pengetahuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) kita mengetahui bahwa kecelakaan kerja disebabkan karena faktor kondisi lingkungan yang tidak aman atau dikenal dengan unsave condition dan perilaku pekerja tidak aman atau dikenal dengan unsave action.
Keduanya jika ditelusuri lebih lanjut juga akibat minimnya komitmen perusahaan terhadap penerapan K3, belum optimalnya pelaksanaan program k3, minimnya partisipasi pekerja dalam menerapkan K3 dan minimnya pengetahuan dan kesadaran akan bahaya dan resikonya serta dampaknya terhadap pekerja juga sedikitnya anggaran yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan K3.
Penerapan K3 di lingkungan kerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman, sehingga dapat mengurangi probabilitas kecelakaan kerja/penyakit akibat kelalaian yang mengakibatkan demotivasi dan defisiensi produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja dapat menimbulkan akibat bagi individu, perusahaan, maupun masyarakat. Kerugian K3 dibagi ke dalam dua jenis yaitu :
A. Biaya Langsung (Direct Cost)
Adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan akibat kecelakaan kerja. Biaya ini biasanya ditanggung oleh perusahaan/BPJS ketenagakerjaan. Biaya tersebut meliputi biayapengobatan, santunan, kerusakan properti dan lainnya.
B. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)
Adalah biaya yang tidak secara langsung dikeluarkan akibat kecelakaan kerja, biaya ini umumnya ditanggung oleh perusahaan seperti kerugian hari kerja hilang/penurunan produktivitas, biaya perekrutan dan pelatihan dan lainnya. Biaya kerugian K3, mau tidak mau harus dikeluarkan perusahaan akibat kecelakaan kerja di perusahaan. Baik kecelakaan kerja ringan, kecelakaan kerja sedang dan kecelakaan kerja berat.
Untuk meminimalisir dampak kecelakaan kerja dan kerugian K3 maka diperlukan upaya untuk menumbukan pola pikir “utamakan keselamatan” (safety first-mindset), yaitu:
1. Komitmen dan Keterlibatan Pimpinan
Komitmen dan keterlibatan pimpinan berperan penting dalam mempromosikan budaya keselamatan. Para pemimpin harus terus secara aktif menunjukkan dedikasi mereka terhadap keselamatan dengan menetapkan harapan yang jelas, menyediakan sumber daya,berpartisipasi aktif dan berinisiatif membudayakan keselamatan.
Ketika para pemimpin memprioritaskan keselamatan dan konsisten melaksanakan, hal ini menegaskan akan pentingnya K3, dan bukti kuat kepada seluruh organisasi.
Praktik manajemen keselamatan tidak hanya meningkatkan lingkungan kerja tetapi juga meningkatkan sikap dan perilaku karyawan mengenai keselamatan, yang pada gilirannya mengurangi jumlah kecelakaan yang terjadi di tempat kerja (Vinodkumar dan Bhasi, 2010).
Management walkthrough adalah kegiatan manajemen yang melibatkan pengawasan dan tinjauan langsung terhadap berbagai aspek operasional, proyek, atau proses bisnis di tempat kerja. Tujuan utama kegiatan ini adalah memastikan bahwa semua aspek dikelola dengan baik, sesuai standar, dan memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.
Program Management walkthrough (MWT) memiliki pengaruh positif terhadap berbagai aspek dalam organisasi, termasuk komunikasi, kepatuhan, dan peningkatan operasionalkegiatan ini memungkinkan manajemen untuk berinteraksi langsung dengan karyawan, mengidentifikasi potensi bahaya, dan memperbaiki proses kerja.
Salah satu contoh yang patut dicontoh adalah kisah sukses kampanye “Safe Work, Smart Work” Chevron, yang secara signifikan mengurangi insiden dan cedera. Contoh story of Chevron’s “Safe Work, Smart Work” campaign.
2. Membangun Budaya Keselamatan
Kerja Budaya kerselamatan (safety culture) adalah bagian dari keseluruhan budaya organisasi, dan oleh karena itu mempengaruhi sikap dan keyakinan semua anggota mengenai keselamatan dan kesehatan (Cooper, 2000).
Meningkatkan budaya keselamatan perusahaan dapat meningkatkan kinerja keuangan dan reputasi perusahaan (Hajmohammad dan Vachon, 2014). Juga untuk mempertahankan dan memperoleh keunggulan kompetitif, reputasi yang baik (Bergh et al., 2010; Walker, 2010). Sebuah tinjauan literatur dari tahun 1945 hingga 2018 yang melihat hubungan antara investasi keselamatan kerja dan kinerja keuangan telah dilakukan.
Tinjauan tersebut menyimpulkan bahwa perusahaan yang berinvestasi dalam K3 memiliki kinerja keuangan yang lebih baik daripada yang tidak menerapkan keselamatan kerja(de Sousa et al., 2021). Dengan membangun budaya keselamatan yang kuat, perusahaan dapat memastikan kesejahteraan karyawan mereka dan mencegah kecelakaan atau insiden yang dapat merugikan semua pihak.
3. Pelatihan dan Pendidikan
Bekerja tidak sekedar menyelesaikan target produksi yang diberikan. Namun sangat penting untuk menyadari bahwa setiap pekerjaan memiliki risiko bahaya yang harus dihindari.
Pengetahuan tentang bahaya dan risikonya perlu disosialisasikan. Dengan demikian setiap memulai pekerjaan, pekerja akan lebih awas terhadap lingkungan dan perilakunya yang dapat menimbulkan risiko. Perilaku awas / waspada/ hati-hati terhadap bahaya ini perlu dilatih agar saat mereka bekerja menyadari bahwa : jika mereka bekerja aman dan selamat maka mereka menyelesaikan misi pertama.
Dan jika mereka menghasilkan produk yang melebih jumlah target maka mereka menyelesaikan misi yang kedua. Pelatihan keselamatan kerja dianggap sebagai praktik manajemen keselamatan yang paling penting. Ini memprediksi pemahaman orang tentang keselamatan, keinginan mereka untuk melakukan sesuatu untuk keselamatan, kepatuhan mereka, dan keterlibatan mereka dalam keselamatan (Vinodkumar dan Bhasi, 2010).
Selain pengetahuan tentang faktor bahaya, pekerja juga diberikan pelatihan dan pendidikan pelatihan tentang prosedur darurat, penggunaan alat pelindung diri (APD), dan identifikasi bahaya. Kursus penyegaran reguler dan pemakaian alat juga harus dilakukan untuk memperkuat pengetahuan keselamatan dan menjaga karyawan tetap terinformasi tentang protokol keselamatan baru.
4. Pelaporan dan Pembelajaran dari Insiden
Kecelakaan Kerja dapat memberikan pelajaran berharga untuk mencegah kecelakaan di masa depan. Untuk perbaikan berkelanjutan, melaporkan insiden atau kecelakaan sangat pentingdilakukan agar karyawan merasa nyaman. Sistem pelaporan non-punitif yang mendorong komunikasi terbuka dan pembelajaran dari kesalahan sangat penting.
Dengan menganalisis sumber utama kecelakaan, organisasi dapat mengidentifikasi masalah yang perlu diperbaiki dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi kemungkinan kecelakaan terulang. Dengan menyelidiki kejadian secara menyeluruh dan menemukan faktor penyebabnya, kita dapat mengambil pelajaran penting untuk menghindari kejadian serupa di masa depan.
Studi kasus bencana Deepwater Horizon berfungsi sebagai pengingat yang jelas akan akibat bencana yang dapat terjadi ketika peristiwa yang tidak dilaporkan atau diabaikan tidak dilakukan.
5. Mendorong Keterlibatan Karyawan
Komitmen perusahaan terhadap K3 hanya akan menjadi slogan saja manakala tidak mengajak semua unsur masyarakat perusahaan, mulai top management, middle management, law management juga pekerja itu sendiri baik pekerja tetap, organik, atau tidak tetap/ musiman/kontrak, siswa/mahasiswa magang, dan juga tamu.
Melibatkan karyawan dalam inisiatif keselamatan menumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap kesejahteraan mereka sendiri dan keselamatan orang lain. Perusahaan harus mendorong karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam program keselamatan, memberikan umpan balik, dan menyarankan perbaikan. Ini dapat dicapai melalui komite keselamatan, kotak saran, atau pertemuan keselamatan rutin.
Contoh yang patut dicontoh adalah program “Safety Champions” yang diterapkan oleh Petrobras, di mana karyawan terpilih dilatih untuk bertindak sebagai duta keselamatan, mempromosikan perilaku aman dan mengidentifikasi potensi bahaya.
6. Peningkatan Berkelanjutan dan Evaluasi
Untuk mempertahankan budaya keselamatan, sangat penting untuk terus dilakukan evaluasidan meningkatkan langkah-langkah keselamatan. Audit, inspeksi, dan tinjauan kinerja keselamatan secara berkala harus dilakukan untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.
Dengan melibatkan karyawan dalam semua proses ini, perusahaan dapat memanfaatkan wawasan dan pengalaman berharga mereka. “Sistem Manajemen Operasi” British Petroleum adalah contoh yang sangat baik dari kerangka kerja komprehensif yang memungkinkan perbaikan berkelanjutan dan memastikan keselamatan tetap menjadi prioritas utama.
7. Merayakan Keberhasilan
Mengakui dan merayakan pencapaian keselamatan sangat penting untuk memperkuat budaya keselamatan. Perusahaan harus mengakui dan memberi penghargaan kepada individu dan tim atas komitmen mereka terhadap keselamatan. Ini dapat dilakukan melalui penghargaan keselamatan, insentif, atau pengakuan publik.
Dengan menyoroti praktik keselamatan yang sukses, organisasi menginspirasi orang lain untuk meniru perilaku ini dan berkontribusi pada lingkungan kerja yang lebih aman.Mendorong pola pikir keselamatan pertama adalah hal yang sangat penting untuk dipastikan.
Dengan membangun budaya keselamatan melalui komitmen kepemimpinan, pelatihan, pelaporan insiden, keterlibatan karyawan, perbaikan berkelanjutan, dan merayakan keberhasilan, perusahaan dapat menciptakan lingkungan di mana keselamatan tertanam dalam setiap aspek operasional pekerjaan mereka.Ketika keselamatan menjadi prioritas (utama), orang merasa dihargai, kecelakaan menurun, dan produktivitas meningkat. *








































