“Selain berkaitan dengan masker, hand sanitizer, serta Lockdown, ternyata masih ada lagi fenomena yang mampu menunjukkan kualitas kemanusian di Indonesia.”
Oleh: Khoirul Muttaqin, SS, MHum.
COVID-19 menjadi momok menakutkan bagi masyarakat dunia. Pandemi yang diberitakan bermula dari Wuhan, Tiongkok ini begitu cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Berbagai langkah antisipatif dilakukan pemerintah dan berbagai macam organisasi di dunia. Langkah yang paling banyak dibicarakan adalah penggunaan masker, hand sanitizer, dan juga lockdown.
Hal itu membuat masyarakat dunia saling bergotong royong untuk mewujudkan langkah-langah preventif tersebut, agar dapat memotong mata rantai penyebaran virus covid-19 itu.
Organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui badan kesehatan dunia atau WHO bahkan memunculkan imbauan agar semua orang memakai masker ketika ke luar rumah. Jika di luar negeri masker cukup mudah didapatkan — entah karena memang dalam negara itu banyak tersedia barang — lain halnya di Indonesia, masker tersebut sulit didapatkan.
Hal itu teridentifikasi dikarenakan banyak diekspor ke luar negeri dan juga banyak tengkulak yang memanfaatkan momen ini untuk menimbun masker dan menjualnya dengan harga selangit. Sama seperti masker, hand senitizer pun ditengarai seperti itu.
Sementara itu, mengenai kebijakan lockdown, masyarakat Indonesia tentu sangat tidak siap menghadapi kebijakan ini. Bagaimana tidak, masih banyak masyarakat yang tergolong kurang mampu dalam hal perekonomian. Mereka mengandalkan kerja harian untuk mencari makan. Mereka tidak memiliki simpanan sebagai bekal bertahan hidup selama masa lockdown.
Kebijakan lockdown memang dapat dikatakan efektif jika menilik apa yang dilakukan pemerintah Tiongkok dalam mengatasi virus ini di Wuhan. Akan tetapi, jika kebijakan ini tidak dibarengi kebijakan pemerintah untuk menanggung hidup masyarakatnya selama masa lockdown, maka akan sangat sulit terwujud.
Hingga saat ini keempat hal tersebut masih tergolong minim di Indonesia. Kebijakan pemerintah menanggung semua kebutuhan masyarakat selama masa lockdown, masih belum jelas telihat. Pemberian dari orang mampu ke orang tidak mampu, juga belum terlihat masif, meski sudah ada juga orang mampu yang tergerak untuk memberikan apa yang mereka punya.
Kemampuan masyarakat mencari alternatif lain terbukti juga belum terlihat, dan kesadaran masyarakat untuk tidak keluar juga tergolong masih sangat kurang.
Dari paparan tersebut dapat kita tarik kesimpulan, bagaimana kualitas kemanusian di Indonesia. Pemerintah Indonesia tentu tidak mampu sepenuhnya memberikan subsidi kepada masyarakatnya karena alasan perekonomian negara yang tergolong belum pada batas aman.
Sementara tindakan orang mampu menolong orang yang tidak mampu, masih belum masif terlihat. Apa yang dilakukan orang mampu di Indonesia untuk dalam memerangi covid-19 dapat dikatakan masih kalah dengan orang mampu di negara-negara luar sana. Hal itu bisa disimpulkan dari pemberitaan beberapa media di Indonesia.
Sudah Hilang Rasa Kemanusiaan
Selain itu, kesadaran masyarakat untuk tidak ke luar rumah jika tidak ada urusan mendesak, pun sangat kurang. Mereka lebih mementingkan bagaimana mereka menghilangkan kebosanan karena hanya tinggal di rumah daripada memikirkan apakah tindakan mereka itu membahayakan diri mereka dan orang lain atau tidak.
Selain berkaitan dengan masker, hand sanitizer, serta Lockdown, ternyata masih ada lagi fenomena yang mampu menunjukkan kualitas kemanusian di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan bagaimana perlakuan sebagian masyarakat terhadap jenazah korban infeksi covid-19. Beberapa daerah menolak korban tersebut dikuburkan di daerahnya dengan alasan takut menular.
Padahal sudah jelas ahli forensik, Dr. dr. Sumy Hastry, menyatakan bahwa virus akan mati ketika inangnya meninggal. Ironisnya, jenazah perawat yang meninggal setelah menangani virus korona, pun ditolak.
Hal itu menunjukkan bahwa beberapa orang benar-benar sudah hilang kemanusiannya. Mereka tidak mau tahu tentang apapun yang terjadi pada si jenazah. Apa yang mereka anggap berkaitan dengan virus korona, mereka tolak.
Padahal anggapan mereka tentang penyebaran virus oleh jenazah covid-19 yang sudah melalui prosedur pemakaman jenazah covid-19 itu jelas salah.
Berdasarkan paparan tersebut, dapat terlihat bahwa maraknya virus covid-19 saat ini secara tidak langsung memaparkan tingkat kualitas kemanusian beberapa orang di Indonesia.
Miris rasanya melihat fenomena ini. Masyarakat Indonesia mayoritas muslim. Dalam Agama Islam kemanusian sangat dijunjung tinggi. Menurut Hadis Nabi sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sekitarnya. Hal itu menunjukkan betapa Agama Islam sangat menjunjung tinggi kemanusiaan.
Selain itu, dalam Agama Islam pun terdapat ketentuan bahwa sebagian harta kita ada hak orang yang tidak mampu. Dalam jual beli juga tidak diperbolehkan salah satu pihak merasa dirugikan. Bahkan, seharusnya pengurusan jenazah adalah kewajiban orang di sekitarnya. Jika tidak ada yang mengurus maka semua akan mendapat dosa.
Oleh karena itu, umat beragama, khususnya Agama Islam jika masih menimbun masker, hand sanitizer, dan lainya, masih mementingkan diri sendiri saat berkeluyuran tanpa ada urusan yang sangat penting, masih tidak mau menolong yang tidak mampu ketika dia mampu, dan masih menolak jenazah, maka, perlu dipertanyakan keberagamaannya. (*)
Khoirul Muttaqin, SS, MHum. pernah menjadi wartawan dan saat ini menjadi dosen di FKIP Unisma.