Misteri undangan PDI-P dan Ketum PBNU bertemu Presiden Jokowi. (FT/IST/Setneg)
“Jadi? Yang mengantongi surat tugas PKB jangan keburu PeDe (percaya diri). Begitu juga yang merasa mendapat rekomendasi PDIP, apalagi namanya belum tertulis dalam undangan Rabu (14/8/24) kemarin.”

Oleh Abdul Kholiq*

SENGAJA, saya minta layout duta.co memasang gambar pertemuan PBNU dengan Presiden Jokowi di Istana Negara. Syukur kalau disertakan surat terbaru DPP PDI-P yang beredar di media sosial (medsos) hari ini, Kamis (15/8/24). Keduanya memberikan gambaran padang, bahwa, dinamika politik masih sangat tinggi, terkhusus Pilkada di Kabupaten Jombang.

PDI-P misalnya — seperti yang terjadi selama ini – tidak gegabah melepas rekomendasi. Ada daerah khusus yang mereka pelototi secara cermat. Rupanya, Pilkada tahun ini (2024) , Kabupaten Jombang yang dikenal sebagai daerah JIK NU (Jombang Ibu Kota NU), masuk radar khusus PDI-P.

Buktinya, pasangan petahana (Mundjidah-Sumrambah) yang konon sudah mendapat rekomendasi partai juga tak kunjung deklarasi. Konon Kamis (15/8/24) hari ini menggeber ‘Kota Santri’. Tetapi, belum terdengar gerakannya. Justru yang mencuat undangan DPP PDI-P tertanggal 13 Agustus 2024 untuk acara Rabu (14/8/2024), terkait bakal calon kepala daerah dan wakilnya. Ironisnya, Jombang — pasangan calon Mundjidah-Sumrambah — tidak terdaftar.

Padahal, pasangan Eri Cahyadi-Armuji untuk Pilwali Surabaya berada di urutan pertama untuk Jawa Timur. Disusul Kabupaten Ngawi pasangan Ony Anwar-Dwi Rianto. Sementara Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Trenggalek dibiarkan (wakilnya) kosong. Hanya nama calon Bupati Achmad Fauzi dan M Nur Arifin masuk dalam surat undangan itu. Dari sini, jelas, PDI-P tidak gegabah memasang calon sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah, termasuk untuk Kota Santri Jombang.

Pertanyaannya: Bagaimana dengan pasangan MURAH (Mundjidah-Rambah)? Bukankah dia sudah mendapat rekomendasi dari DPD PDIP Jawa Timur?  Pertanyaan ini layak diteruskan, mengapa pasangan ini tidak tercantum dalam undangan Rabu 14 Agustus 2024?

Inilah politik. Banyak politisi ingin membunyikan orkestra sendiri. Bisa jadi, DPD PDIP Jatim memiliki agenda sendiri untuk segera mengerek pasangan MURAH. Bisa jadi, ini model fait accompli agar segera mendarat di Markas Diponegoro, Jakarta Pusat. Tetapi, orkestra itu bukan, (sekali lagi bukan) suara DPP PDIP. Ini yang membuat pasangan MURAH layak dag dig dug.

Saya justru khawatir rekomendasi PDIP ini, melompat ke Sugiat yang notabene warga Pejaten alias anggota BIN (Badan Intelijen Negara). Ini kalau mau menyambungkan dengan kedekatan Jenderal Polisi (Purn) Prof Dr Budi Gunawan (Kepala BIN) dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri. Waallahu’alam.

Golden Ticket Terancam

Tak kalah menarik adalah dinamika politik PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Ada suasana serba ‘kebetulan’ mengitari partai besutan PBNU ini.

Pertama, mencermati Surat Keputusan Menkum HAM RI NOMOR M.HH-04-AH-11.01 TAHUN 2019, tertanggal 30 Agustus 2019 tentang keabsahan kepengurusan DPP PKB, maka, secara kebetulan kepengurusan DPP PKB itu berakhir Agustus besok, alias domisioner. Maka, sebagai gantinya produk Muktamar PKB teranyar, 24-25 Agustus 2024 besok di Bali. Muktamarnya pasti mulus, tetapi setelah itu, belum menjamin masalah PKB selesai.

Kedua, gerak politik PKB ternyata menjadi perhatian serius PBNU. Partai ini dinilai terseret jauh dalam liberalisasi politik. Kita saksikan kontestasi Pilpres 2024, PKB begitu enteng kolaborasi dengan Anies Baswedan. Setelah itu, betapa gampang dia meninggalkannya usai kalah. Liberalisasi ini, tentu, membuat PBNU ketar-ketir, kemana arah politik PKB? Apakah partai yang lahir dengan susah payah, ‘berdarah-darah’ ini, dibiarkan hilang begitu saja peran politiknya?

Ketiga, kita saksikan PBNU sedang turun gunung. PBNU bahkan menilai sudah 15 tahun partai ini melenceng dari agenda politik keummatan. PBNU sebagai penjaga moralitas politisi, memang, wajib meluruskan partai besutannya. PBNU tampak gerah menyaksikan PKB yang hanya memasang wajah liberal, tanpa mengindahkan politik kebangsaan yang menjadi agenda besar PBNU.

Dari tiga alasan itu, golden ticket (tiket emas) yang dipegang PKB, bisa terancam. Meski dia berusaha meyakinkan Prabowo Subianto – sebagai Presiden RI terpilih 2024-2029 – tetapi PKB tidak bisa menafikan begitu saja Presiden Jokowi yang masih berkuasa di detik-detik pendaftaran balon Pilkada. Upaya PKB menggelar Muktamar ke-6  di Bali, dengan harapan bisa memperbarui kepengurusan, bisa jadi menthok. Mengapa?

Pertama, saya khawatir akhir bulan Agustus 2024 ini juga ada Mukmatar (PKB) yang sama. Hari ini kita saksikan betapa banyak politisi santri dan kiai yang kecewa dengan PKB Cak Imin (Muhaimin Iskandar). Kalau mereka menggelar muktamar dan lalu menyetorkan kepengurusan ke Kemenkum HAM, maka, terjadi dualisme yang harus diputus melalui pengadilan. Ini bisa membuat PKB babak belur.

Kedua, ada isu reshuffle kabinet. Jangan-jangan yang kena sasaran Kemenkum HAM (Yosanna Laoly), anak buah Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Meski Yosanna sebagai Menkum HAM RI sudah menolak perpanjangan kepengurusan DPP PKB sampai akhir tahun, tetapi, Presiden Jokowi layak ketar-ketir. Bisa jadi, isu pergantian kabinet akhir-akhir ini untuk memastikan bahwa PKB tidak mudah memperoleh pengesahan. Apalagi sampai ada tandingan, maka, proses di meja hijau menjadi penting dan makan waktu.

Ketiga, ketika ada dualisme PKB, maka, PBNU menjadi sangat menentukan. Ialah wasit yang akan merujuk, membuka seluruh gerakan politik PKB. Karena itu, PKB mestinya tidak berkonflik dengan PBNU. Jika ini terjadi, maka, golden ticket PKB bisa terancan hangus. Terlebih Kabupaten Jombang yang disebut sebagai Ibu Kota NU.

Jadi? Yang mengantongi surat tugas PKB jangan keburu PeDe (percaya diri). Begitu juga yang merasa mendapat rekom PDIP, apalagi namanya belum tertulis dalam undangan Rabu (14/8/24) kemarin. Sebaiknya kita hitung saja suara tokek, dari situ kita lihat siapa yang dapat berkah dalam Pilkada 2024? Sambil nyruput kopi kita tunggu beleid Jakarta. Waallahu’alam. (*)

Drs H Abdul Kholiq adalah Ketua DPC PBB Jombang, mantan Pengurus GP Ansor Jombang dan PWNU Jawa Timur.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry