
Ketua Prodi dan Dosen D-IV Analis Kesehatan, Fakultas Kesehatan
JERAWAT atau acne vulgaris telah lama menjadi musuh kulit yang paling umum, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Meskipun sering dikaitkan dengan perubahan hormon, produksi minyak berlebih, dan penyumbatan pori-pori, semakin banyak penelitian menunjukkan bahwa bakteri juga memainkan peran penting dalam timbulnya jerawat.
Salah satu bakteri yang kini mulai menarik perhatian adalah Staphylococcus aureus.
Selama bertahun-tahun, Propionibacterium acnes (sekarang diklasifikasikan sebagai Cutibacterium acnes) dianggap sebagai aktor utama dalam perkembangan jerawat.
Namun, kemunculan bukti-bukti baru mengungkap bahwa Staphylococcus aureus, terutama strain yang resisten terhadap antibiotik seperti MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus), juga dapat memperparah kondisi kulit ini atau bahkan menjadi penyebab utama pada kasus tertentu.
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang umumnya ditemukan pada kulit dan hidung manusia. Dalam kondisi normal, bakteri ini hidup sebagai flora normal tubuh dan tidak menimbulkan masalah. Namun, ketika masuk ke dalam tubuh melalui luka atau pori-pori kulit yang tersumbat, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi, termasuk bisul, impetigo, selulitis, dan dalam beberapa kasus yang lebih serius, infeksi sistemik seperti sepsis.
Dalam konteks dermatologis, Staphylococcus aureus dikenal sebagai penyebab berbagai penyakit kulit bernanah. Kini, penelitian menunjukkan bahwa bakteri ini juga bisa menjadi pemicu jerawat yang lebih parah, terutama pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah atau yang memiliki riwayat infeksi kulit berulang.
Peran Staphylococcus aureus dalam jerawat tidak sepopuler C. acnes, tetapi ada sejumlah mekanisme yang mendukung hipotesis bahwa bakteri ini berkontribusi pada peradangan jerawat :
1. Masuk ke Pori-pori yang Tersumbat: Ketika folikel rambut atau pori-pori kulit tersumbat oleh sebum dan sel kulit mati, kondisi ini menciptakan lingkungan ideal untuk pertumbuhan bakteri. Jika S. aureus ikut masuk ke dalam pori-pori ini, ia dapat berkembang biak dan menghasilkan toksin yang memicu peradangan.
2. Memproduksi Eksotoksin: S. aureus mampu menghasilkan sejumlah eksotoksin yang bersifat merusak jaringan. Toksin ini tidak hanya menghancurkan jaringan kulit, tetapi juga mengaktifkan sistem imun tubuh yang menyebabkan pembengkakan, kemerahan, dan nanah—ciri khas jerawat meradang.
3. Meningkatkan Risiko Resistensi Antibiotik: Infeksi jerawat yang disebabkan oleh S. aureus kerap kali tidak merespons pengobatan standar berbasis antibiotik topikal seperti klindamisin atau eritromisin, karena strain ini memiliki kemampuan resistensi yang tinggi.
Menurut beberapa studi klinis, hingga 30-50% populasi dunia membawa Staphylococcus aureus di kulit atau hidung mereka tanpa menunjukkan gejala apa pun. Ini berarti banyak orang yang berisiko mengalami infeksi kulit akibat S. aureus, termasuk bentuk jerawat yang tidak biasa, tanpa mereka sadari.
Tanda-Tanda Jerawat Akibat Staphylococcus aureus
Tidak semua jerawat disebabkan oleh S. aureus, tetapi ada beberapa ciri khas yang bisa menjadi petunjuk :
* Jerawat terasa sangat nyeri, bahkan saat disentuh ringan.
* Lesi berukuran besar, tampak seperti bisul kecil, seringkali mengandung nanah kekuningan.
* Tidak membaik atau justru memburuk setelah penggunaan antibiotik topikal standar.
* Terjadi di area kulit yang sebelumnya mengalami luka gores, luka cukur, atau iritasi.
* Tersebar secara cepat, terkadang disertai demam ringan.
Jika seseorang mengalami jerawat dengan gejala di atas, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau dermatologis dan mempertimbangkan tes laboratorium, seperti kultur bakteri dari lesi, untuk mengidentifikasi kemungkinan infeksi S. aureus.
Mengatasi jerawat akibat S. aureus memerlukan pendekatan berbeda dibandingkan dengan jerawat biasa. Berikut beberapa strategi pengobatan dan pencegahan :
1. Antibiotik Sistemik: Dalam kasus yang parah atau disebabkan oleh strain resisten, antibiotik oral seperti doksisiklin atau trimetoprim-sulfametoksazol mungkin diperlukan.
2. Obat Topikal dengan Antiseptik: Krim atau salep yang mengandung mupirosin atau antiseptik seperti benzoyl peroxide bisa membantu mengurangi populasi bakteri di kulit.
3. Dekolonisasi Hidung dan Kulit: Untuk kasus berulang, dekolonisasi menggunakan salep intranasal mupirosin dan sabun antiseptik seperti klorheksidin dapat membantu mengurangi kolonisasi bakteri.
4. Kebersihan Pribadi: Menghindari berbagi alat pribadi, rutin mencuci tangan, dan menjaga kebersihan wajah sangat penting untuk mencegah penyebaran bakteri.
5. Probiotik dan Perawatan Kulit Seimbang: Menggunakan produk perawatan kulit yang menjaga keseimbangan mikrobioma alami kulit dapat membantu mencegah pertumbuhan berlebihan bakteri patogen.
Jerawat akibat Staphylococcus aureus merupakan fenomena yang semakin diperhatikan oleh para ahli dermatologi, terutama di tengah meningkatnya kasus resistensi antibiotik. Kesadaran akan jenis jerawat ini sangat penting, baik bagi penderita jerawat kronis maupun tenaga medis, agar diagnosis dan pengobatan bisa lebih tepat. *