Katias Puspandam – Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB)

CITRA atau image suatu komunikasi serta operasi organisasi selalu dinilai oleh publik dalam bentuk persepsi yang akan berdampak positif atau negatif.

Sebagai konsep yang abstrak, Kotler (1995) secara lebih luas mendefinisikan citra sebagai jumlah dari keyakinan-keyakinan, gambaran-gambaran, dan kesan-kesan yang dipunyai seseorang pada suatu obyek.

Obyek yang dimaksud bisa berupa orang, organisasi, atau kelompok orang. Jika objek itu organisasi, berarti seluruh keyakinan, gambaran, dan kesan atas organisasi dari seseorang merupakan suatu citra.

Dalam konteks organisasi bisnis, Steinmetz memberi definisi, citra sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Sehingga dalam format persepsi, pelanggan merespon pada apa yang mereka ketahui atau mereka duga tentang organisasi bisnis tersebut.

 Lebih jauh lagi, bahkan citra sebuah organisasi mewakili value/nilai individu serta kelompok masyarakat yang mempunyai hubungan dengan organisasi tersebut.

Meskipun abstrak, pemahaman citra, bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk, seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang datang dari publik atau pelanggan serta masyarakat luas.

 Penelitian mengenai citra organisasi (corporate image) telah membuktikan bahwa citra bisa diukur dan diubah, bahkan, suatu citra akan bertahan pada kurun waktu tertentu.

 Di titik ini, mengelola citra merupakan seni mengkomunikasikan pembuktian produk atau jasa yang sesuai dengan realitas, sehingga bukan kebohongan informasi, tetapi kejujuran, membangun citra di atas informasi yang tidak benar, tidak akan mampu menaikkan citra, malah sebaliknya citra akan menjadi rusak. Sehingga, suatu image itu adalah realitas.

Sebagai pemimpin organisasi, menjaga persepsi stakeholder agar selalu menilai organisasi yang dikelolanya memiliki citra positif, karena citra negatif akan merugikan organisasi karena citra menjadi salah satu pegangan bagi banyak orang dalam mengambil berbagai keputusan penting, membeli barang atau menggunakan jasa yang dihasilkan.

Dengan demikian citra organisasi harus menjadi perhatian pemimpin organisasi. Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan, atau perilaku tertentu terhadap suatu reputasi organisasi.

Mengelola stakeholder organisasi bisnis juga diukur dari opini umum yang baik berupa evaluasi terhadap kualitas organisasi bisnis dalam memenuhi harapan para stake holder, sehingga mengelola reputasi organisasi menurut Wartick (1992) aggregasi dari setiap persepsi stakeholder yang menilai organisasi secara baik dalam merespon harapan maupun keinginan dari banyak stakeholder.

Reputasi dibangun oleh beberapa aspek: seperti mengelola pengembangan kompetensi yg dimiliki organisasi dan karakter organisasi (Veil, dkk, 2005), atau peran aktivitas departemen hubungan masyarakat yang dipublikasi dama media masa (Kiousis, S., Popescu, C., & Mitrook, 2007) serta berhasil membangun identitas yg unik & mengomunikasikan citra yang konsisten & korespondensi kepada publik (Charles Fombrum) sehingga dapat dikatakan bahwa mengelola reputasi organisasi itu menselaraskan identitas organisasi dengan citra organisasi (Argenti, 2009).

Sebagai simpulan, opini terhadap reputasi dibentuk melalui pengelolaan kepada pare stakeholder yang efektif sehingga menjadi pembentukan opini yang positif, yang menunjukkan bahwa organisasi memiliki karateristik citra dan reputasi yang bagus.

Secara umum ada enam hal yaitu yang harus diperhatikan oleh pemimpin yang bertanggung jawab mengeloloa organisasi: 1. peduli dan komunikasi yang baik dengan lingkungan sekitar. 2. taat dengan regulasi dari pemerintah. 3.hubungan yang baik dengan sasaran pelanggan yang dituju. 4. kolaborasi yang baik dengan pihak eksternal organisasi mulai dari bisnis hulu hingga bisnis hilir. 5. Mengelola loyalitas pegawai internal serta 6. dapat memenuhi harapan para pemegang saham. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry