
Riadah, mahasiswi D-IV Analis Kesehatan 2021 meneliti “Hubungan Asam urat dan kolesterol pada perempuan obesitas”. Di sini populasi perempuan obesitas kesemuanya memiliki Index Massa Tubuh lebih besar dari 30 (IMT >30) dengan rentang usia antara 21-60 tahun, di mana rentang usia 21-40 tahun terbanyak sebesar 80%.
Sedangkan distribusi kolesterol, kesemuanya (100%) berada pada range normal (<200mg/dL), sebaliknya pada asam urat sebanyak 67% (20/30) meningkat > 6 mg/dL.
Sebenarnya asam urat dan kolesterol adalah dua zat yang seringkali dikaitkan dengan pola makan dan gaya hidup, di mana keduanya memiliki dampak besar terhadap kejadian penyakit metabolik seperti gout (asam urat tinggi), dan jantung.
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, senyawa yang terdapat dalam sel-sel tubuh dan berbagai makanan. Pada individu obesitas terdapat peningkatan turnover sel, sehingga produksi purin meningkat.
Hal ini menyebabkan tubuh menghasilkan lebih banyak asam urat sebagai produk samping, apalagi dalam kondisi obesitas. Hal ini dapat menyebabkan fungsi ginjal terganggu, sehingga pengeluaran asam urat melalui urin menjadi berkurang.
Selain itu efek dari obesitas sangat berhubungan dengan resistensi insulin, kondisi ini menyebabkan tubuh tidak merespons insulin dengan baik. Hal ini memicu penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal, mengakibatkan terjadi akumulasi asam urat dalam darah.
Sekarang, mengapa pada obesitas, resistensi insulin tidak secara langsung memengaruhi kadar kolesterol, meskipun sebenarnay bisa berkontribusi meningkatkan lebih besar profil lipid yang tidak sehat. Hal ini dikarenakan kolesterol lebih dipengaruhi oleh faktor genetik, jenis lemak yang dikonsumsi (lemak jenuh vs lemak tak jenuh), dan aktivitas fisik.
Artinya, bisa saja seseorang memiliki berat badan obesitas, tetapi kadar kolesterolnya normal. Sedangkan peran jaringan lemak visceral yaitu lemak yang mengelilingi organ dalam yang berperan besar dalam kejadian inflamasi kronis tingkat rendah. Lemak ini menghasilkan sitokin pro-inflamasi yang memperburuk resistensi insulin.Selain itu meningkatkan stres oksidatif yang berujung pada produksi asam urat lebih tinggi, sehingga efek ini lebih nyata terhadap asam urat daripada kolesterol.
Akhirnya pada perempuan obesitas berakhir dengan penyakit Gout, yaitu peradangan sendi akibat kristal asam urat. Hal ini menguatkan hubungan antara obesitas dan asam urat, sedangkan kolesterol tinggi jarang menjadi penyebab langsung dari nyeri atau peradangan sendi.
Kesimpulan, obesitas memiliki dampak yang lebih langsung dan signifikan terhadap peningkatan kadar asam urat dibandingkan kolesterol. Hal ini terutama disebabkan oleh gangguan metabolisme purin, penurunan ekskresi ginjal, resistensi insulin, dan inflamasi akibat lemak visceral.
Oleh karena itu, mengelola berat badan ideal menjadi salah satu strategi utama untuk mencegah dan mengatasi hiperurisemia serta komplikasinya seperti gout. *