SURABAYA | duta.co — Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi ‘mengeluh’ dengan menjamurnya Panti Asuhan di wilayahnya. Ia juga ‘mengendus’ sebagian lembaga panti asuhan jusru sebagai modus mencari bantuan. Sudah begitu penghuninya bukan anak Surabaya.

Sejumlah pengasuh Panti Asuhan atau Lembada Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Surabaya. menyayangkan sikap Wali Kota Eri, karena berbeda dengan saat ia butuh dukungan menjadi Wali Kota. Mereka merasa dicampakkan begitu usai kebutuhannya terkabul.

Mengapa Panti Asuhan Surabaya menjamur? Ustad Abu Hasan, Pengasuh Panti Asuhan Muhammadiyah, sangat bisa memahami. “Tidak ada anak ingin hidup di panti. Kalau ada itu terpaksa,” katanya kepada duta.co, Sabtu (15/2/25).

Adanya LKSA atau Panti Asuhan yang menjamur, di beberapa kota khususnya di Kota Surabaya, tegasnya, ini menandakakan kurangnya kesejahteraan kehidupan masyarakat, disamping permasalahan yang lain.

“Saat ini LKSA merupakan tumpuhan dan pilihan masyarakat untuk menyerahkan pengasuhan, pendidikan  dan penanggungjawab semua biaya kehidupan anak, baik anak  yatim,  anak piatu dan anak miskin terlantar,” tambahnya.

Menurut Abu Hasan,  seharusnya hal ini menjadi tanggungjawab penuh  pemerentah. “Dua bulan yang  lalu, tepatnnya di bulan Desember 2024. Staf Kelurahan bersama   Kecamatan dan Satpol PP datang ke LKSA Muhammadiyah Gersikan Surabaya dengan menyerahkan  3 anak, Berusia SD kelas 1 SD kelas 4 dan SD Kelas 6.Tiga anak tersebut masih satu keluarga. Apa kita mau tolak?'” tanyanya.

Mereka, lanjutnya, hanya berbekal pakaian yang dipakai, tidak membawa bekal apa pun. “Waktu kami tanya ortu, ayahnya sudah tidak ada, ibunya sedang sakit dan opname di RS, tidak bisa bayar kamar kos, sehingga tidurnnya berpindah pindah di emperan rumah warga. Apa kita tega membiarkan yang begini ini,” tanyanya lagi.

Tiga anak tersebut sudah lama tidak bersekolah, katanya  tidak bisa membayar SPP mulai dari SD kelas 1 sampai SD kelas 6 demikian juga yang SD  kelas 4  dan kelas 1. Semua SPP belum terbayar.

Di samping tidak bisa membayar SPP. tiga  anak tersebut juga tidak punya seragam sekolah, buku sekolahnya pun sudah tidak ada. “Waktu kami tanya kemana buku dan seragam sekolah  kalian, 3 anak tersebut menjawab, bahwa seragam dan buku sudah dibuang oleh ibu kos ke sampah. Ini fakat,” tegasnya.

“Ya, mungkin ibu kos sudah  jengkel kerena tidak bisa membayar uang kos sekian lama. Alhamdulillah, tiga anak bersaudara tersebut  sudah menjadi anak asuhan kami di LKSA Muhammadiyah Gersikan Surabaya,” urainya.

Saat ini sekalahnya sudah dipindahkan ke SD Muhammadiyah. Kecuali yang SD kelas 6 sudah tidak bisa pindah. “Setelah kami bernegosiasi dengan kepala sekolah, masih diizinkan  tetap bisa  bersekolah   di SD semula,” tambahnya.

Nah, kondisi ekonomi di bawah, menjadi sebab panti asuhan terus menjamur. Hidup di LKSA jelas bukan keinginan mereka. “Pemerintah seharusnya bisa memahami, menjamurnya LKSA sebagai tanda kehidupan masyarakat masih banyak yang  susah, masih  membutukan  pertolongan, LKSA menjadi salah satu penopangnya,” pungkas pengelola LKSA Muhammadiyah Gersikan Surabaya tersebut. (nzm}

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry