JAKARTA | duta.co – Capres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) menyebut tak ada lagi kebakaran hutan dan lahan dalam 3 tahun terakhir. Namun data BNPB menyatakan lain. Masih banyak kebakaran hutan.
“Kebakaran lahan gambut tidak terjadi lagi dan ini sudah bisa kita atasi. Dalam tiga tahun ini tidak terjadi kebakaran lahan, hutan, kebakaran lahan gambut dan itu adalah kerja keras kita semuanya,” kata Jokowi di panggung debat kedua, di Hotel The Sultan, Senayan, Jakarta, Minggu (17/2/2019) malam.
Lebih lanjut Jokowi menyatakan penyebab tak ada kebakaran hutan dan lahan karena penegakan hukum yang tegas. Dia juga menyebut ada 11 perusahaan yang telah diberi sanksi.
“11 Perusahaan yang diberikan sanksi denda sebesar Rp 18,3 triliun takut urusan dengan yang namanya kebakaran hutan,” ujar Jokowi.
Namun BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) merekapitulasi bencana alam, termasuk kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bahkan di tahun 2019 ini tercatat sudah terjadi beberapa kali karhutla.
Begini data karhutla di Indonesia menurut data BNPB:
– Tahun 2019 (hingga Februari): 5 kali kejadian karhutla,  1     orang hilang/meninggal dunia.
– Tahun 2018: 370 kali kejadian karhutla, 4 orang         hilang/meninggal dunia
– Tahun 2017: 96 kali kejadian karhutla, tak ada korban jiwa/hilang
– Tahun 2016: 178 kali kejadian karhutla, 2 orang hilang/meninggal dunia
Data Greenpeace
Soal ini juga jadi perdebatan di media. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sempat meluruskan pandangan koordinator jubir Prabowo-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak. Menurut KLKH, eksekusi ganti rugi perusahaan pembakar hutan Rp 18 triliun adalah ranah pengadilan.
Kasus bermula saat LSM Greenpeace Indonesia membuat cuit tentang debat kedua. Yaitu:
@jokowi sebut telah memenangkan gugatan perdata terhadap 11 perusahaan yang harus membayar ganti rugi akibat kerusakan lingkungan kebakaran total lebih 18 T. Namun, belum ada perusahaan yang membayar ganti rugi pada negara sepeser pun.
Atas cuitan itu, Dahnil merespons sebagai berikut:
Kasihan Pak Jokowi dibohongi terus oleh pembantunya. Akhirnya beliau dengan ringan terus menyebarkan kebohongan.
Atas cuitan-cuitan di atas, Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani, tidak terima atas tudingan itu.
“Perlu dijelaskan kewenangan antara eksekutif dan yudikatif dalam kekuasaan negara,” kata Rasio seperti diikutip dari detikcom, Senin (18/2/2019).
Menurut Rasio, kewenangan eksekusi perdata adalah kewenangan Mahkamah Agung (MA), cq Ketua Pengadilan Negeri (PN). Maka cuitan Dahnil dinilai salam alamat. “Eksekusi putusan gugatan perdata kewenangan Ketua PN,” ujar Rasio.
Eksekusi kasus perdata lingkungan ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Maka diperlukan koordinasi dengan PN terkait.
“Karena baru sekarang kami melakukan gugatan yang intensif untuk kasus LHK,” cetus Rasio.
Sebagai penggugat, KLHK menyatakan sangat intensif koordinasi dengan pihak PN Pekanbaru untuk kasus PT MPL dan sudah ada pemanggilan (aanmaning) oleh pihak PN dan sedang berproses. Sedangkan proses eksekusi PT Kalista Alam (KA), Ketua PN Meulaboh telah melakukan aanmaning dua kali. Terakhir panggilan pada 21 Januari 2019.
“Namun PT KA tetap tidak hadir (meskipun telah dipanggil secara patut), sehingga tgl 22 Januari 2019 Ketua PN Meulaboh mengeluarkan penetapan lelang lahan yang dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada Ketua PN Suka Makmue (lokasi lahan berada di Kabupaten Nagan Raya),” papar Rasio.
“Komitmen untuk melakukan penegakan serius dan konsisten terus kami lakukan, termasuk terus mendorong upaya eksekusi putusan-putusan yang sudah inkrach,” pungkas Rasio. (det/wis)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry