Tampak Dr Rizal Ramli (nomor empat dari kiri) bersama para kiai dan habaib Jatim. (FT/MKY)

JAKARTA | duta.co – Desakan hentikan kecurangan Pilpres 2019 terus dilakukan. Ini menyusul data kecurangan yang disetor Pasangan Prabowo-Sandi ke Bawaslu jumlahnya sudah ‘segudang’.

Bahkan tokoh nasional Dr Rizal Ramli juga menyuarakan hal yang sama saat wawancara interaktif di salah satu talkshow radio, Sabtu (4/5/2019). Kuncinya gampang, laksanakan audit IT KPU.

Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu menilai bahwa rakyat Indonesia merupakan tipikal orang yang sederhana dalam berpikir. Artinya, jika kubu Jokowi membantah ada kecurangan, maka permintaan untuk audit IT KPU harus berani dilakukan.

“Kecuali kalau memang ada kejahatan yang disembunyikan. Kalau tidak ada buka saja, audit saja,” katanya.

Jikapun nanti dibuka dan benar ada kecurangan, maka rakyat bisa dengan mudah memaafkan pemerintah. Tidak perlu diajari sekalipun, sambungnya, rakyat akan mudah memberi maaf asal pemerintah berani jujur.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Kubu Jokowi yang belum mau mengakui kecurangan malah meminta rekonsiliasi damai.

“Enak banget melakukan kecurangan, melakukan kesalahan, tapi minta rekonsiliasi damai. Itu bukan caranya rekonsiliasi,” tegas pria yang akrab disapa RR itu.

Dia menguraikan bahwa cara rekonsiliasi yang benar adalah seperti yang dilakukan mantan pemimpin Afrika Selatan Nelson Mandela. Kala itu, semua yang melakukan kejahatan kemanusiaan dan rasial harus menyampaikan pengakuan di depan publik.

Setelah melakukan pengakuan, publik lalu memaafkan para pelaku. Hasilnya, kini Afrika Selatan dapat hidup damai antara kulit hitam dan putih. “Orang-orang yang menyiksa Mandela dimaafkan tapi ngaku dulu,” tegasnya.

Sementara di Indonesia, rekonsiliasi diminta tanpa ada pengakuan atas kesalahan yang dilakukan. “Ini ngaku kagak, kecurangan berlangsung, tapi mau minta rekonsiliasi, dimana keadilannya?” kata mantan Menko Kemaritiman itu.

Ramai-ramai Gunakan Pasal 532 UU Pemilu

Dr. Rizal Ramli juga menyinggung sengketa pemilu, karena dia tidak yakin paslon 02 Prabowo-Sandi akan memenangkannya, apalagi di MK.

“Sebetulnya kita tahulah MK hakimnya yang tunjuk pemerintah dengan dukungan dari DPR. Objektivitas dan kredibilitasnya dalam banyak hal lebih menguntungkan yang berkuasa, jadi saya sih tidak terlalu berharap banyak dengan MK,” kata RR.

RR cuma mengingatkan, dalam Pasal 532 UU 7/2017 tentang Pemilu disebutkan, jika ada satu suara saja yang dihilangkan dengan sengaja sehingga yang memiliki hak pilih tidak bisa menggunakan suaranya, maka ancaman pidananya 4 tahun penjara dan denda maksimum Rp 48 juta.

“Ini (sanksinya) berat sekali. Yang kedua, UU ini adalah lex spesialis, artinya dia sangat kuat tidak bisa dibatalkan UU lain,” ujar ekonom senior ini.

Dan saat pelaksaan pemilu, lanjut RR, ternyata banyak sekali kecurangan pada level kerlurahan, kecamatan dan seterusnya. Dengan demikian. hal ini tidak boleh dibiarkan.

“Kami minta rakyat ramai-ramai menggunakan UU ini untuk menuntut siapapun yang menghilangkan satu suara karena itu dijamin oleh UU. Siapa pun yang menghilangkan satu suara apalagi KPU dan lain-lain, tidak usah KPU, KPUD saja bisa dituntut UU begini. Kita harus sosialikan kepada rakyat kita, bisa gunakan UU ini agar betul-betul pemilu ini jujur dan adil,” ucapnya. (rmol)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry