Oleh Muzayyinatul Hamidia

 

SUDAH menjadi tradisi tahunan perempuan Indonesia jika dihadapkan dengan perayaan hari Kartini maka selalu identik dengan kebaya, hal ini terjadi karena pada zaman Kartini pakaian kebaya merupakan salah satu pakaian khas perempuan Indonesia yang pada masa itu masih melekat budaya patriarkhi.  Lalu sebenarnya apa esensi dari perayaan Hari Kartini yang jatuh pada setiap tanggal 21 April? Untuk menjawab pertanyaan ini penting bagi kita terlebih dahulu mengenal siapa dan bagaimana seorang Kartini.

Kartini adalah perempuan Indonesia yang telahir dari keluarga priayi atau bangsawan Jawa. Dalam kultur masyarakat Jawa, bangsawan memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Ia merupakan kelompok masyarakat yang dianggap sebagai model dari kultur budayanya. Ia memberikan nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat. Bangsawan juga merupakan kelompok yang dekat dengan Raja karena kerajaan merupakan pusat budaya maka dengan demikian bangsawan merupakan konseptor dari kultur masyarakatnya. Dari keluarga seperti inilah Kartini dilahirkan, (Sudrajat, 2010).

Di tengah masyarakat yang masih lekat dengan budaya patriarkhi yaitu sebuah budaya yang memposisikan perempuan sebagai second class society dan memberikan titik tekan bahwa wilayah perempuan hanya dalam hal domestik seperti macak, manak, dan masak seorang Kartini memiliki cara berfikir berbeda dan jauh kedepan dalam memandang posisi perempuan dalam konteks sosial dan pendidikan. Bagi Kartini, perempuan juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak dan memberikan kontribusi rill pada masyarakat.

Keinginan kartini ini tentunya dipengaruhi oleh pendidikannya yang pada zaman itu Kartini merupakan salah satu dari sedikit perempuan yang mendapatkan pendidikan barat, mengingat pada masa kolonial Belanda akses pendidikan sangatlah terbatas namun karena Kartini seorang puteri bangsawan, diapun berkesempatan untuk mengenyam pendidikan meskipun waktu itu Kartini hanya memperoleh pendidikan pada level Elementary School.

Melalui pendidikan itulah Kartini menguasai Bahasa Belanda, kemampuannya dalam berbahasa Belanda dengan baik merupakan modal pengetahuan yang amat berharga untuk berhubungan dengan teman-temannya terutama dari Eropa. Korespondensi Kartini dengan wanita modern dari Eropa seperti Stella Zeehandelaar, semakin membuka wawasannya khususnya tentang kemajuan wanita. Hal inilah yang mendorong Kartini untuk memajukan kaum wanita Indonesia yang saat itu berada dalam status sosial yang sangat rendah (Sudrajat, 2010).

Catatan harian Kartini merupakan salah satu bukti konkret semangat juang Kartini untuk memberdayakan kaum perempuan di masanya, catatan tersebut terkumpul menjadi satu yang dikenal dengan judul, “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Melalui bukunya itu, Kartini menggugat patriarkhi laki-laki atas perempuan dalam kebudayaan Jawa. Karena buku itulah yang membuat namanya besar. Membaca catatan-catatan Kartini, kita bisa menelusuri apa yang tengah ia pikirkan kala itu. Yang paling utama dari catatannya itu adalah ketidaksepakatannya dengan budaya Jawa yang mendiskreditkan kaum perempuan. Hal ini menjadi titik balik seorang Kartini. Cita-citanya untuk mengangkat derajat kaum perempuan kontrafaktual dengan keluarganya yang turunan priai (Meyarni, Harian Analisa, 21/04/17).

Perjuangan kartini untuk memperjuangkan hak-hak perempuan tentunya tidaklah mudah, apalagi di masa itu Indonesia berada di wilayah jajahan Belanda. Hal yang tidak kalah menakjubkan dari pribadi Kartini, ia memiliki sisi humanitarianisme yang melekat dari diri Kartini. Meskipun kartini seorang bangsawan, ia tidak ingin dipandang ‘berbeda’ atau dipandang memiliki strata sosial yang lebih tinggi dari yang lain. Kartini merasa tidak berbeda dengan rakyat biasa yang sama-sama hidup dibawah penjajahan. Bahkan kartini ingin dipanggil Kartini saja tanpa harus ada embel-embel “Raden Adjeng” (Sudrajat, 2010). Hal itu menunjukkan bahwa Kartini merupakan sosok perempuan bangsawan yang rendah hati dan terus berupaya memperjuangkan nasib kaum perempuan di masanya.

                Perjuangan-perjuangan Kartini untuk memberdayakan kaum perempuan agar memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum pria adalah bukti nyata bahwa seorang Kartini adalah sosok perempuan yang memiliki kontribusi rill untuk kemajuan peradaban Indonesia khususnya bagi kaum perempuan yang mana waktu itu akses pendidikan untuk kaum perempuan sangatlah sulit. Namun seorang Kartini mampu menembus sekat-sekat tersebut. Dengan semangat, tekad,  kerja keras, kemampuan berbahasa asing serta niat yang tulus untuk membebaskan perempuan dari belenggu kebodohan membuat Kartini tidak berhenti berjuang untuk kaum perempuan.

Kartini adalah sosok perempuan ideal di zamannya karena hanya perempuan dengan integritas diri yang tinggilah yang mau berkorban dan berjuang untuk memikirkan nasib bangsanya, yang pada akhirnya kini kaum perempuan Indonesia telah bisa menikmati hasil dari perjuangan Kartini untuk menyenyam pendidikan setinggi-tingginya. Dengan demikian sudah selayaknya bagi kaum perempuan untuk melanjutkan perjuangan ibu Kartini dengan sadar pendidikan dan semangat belajar namun tetap menjaga tugas dan fungsinya sebagai kaum ibu. Selamat Hari Kartini 2017!

 

*Penulis adalah Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Malang

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry