
LANDAK | duta.co – Rektor Universitas Al-Falah Assuniyah (UAS) Kencong, Jember, sekaligus Wakil Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, Gus Rijal Mumazziq Z, memberikan pencerahan mengenai pentingnya peran perempuan dan strategi penguatan organisasi.
Pesan penting itu ia sampaikan dalam acara Penguatan Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) di Pondok Pesantren Nurul Islam, Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Ahad, (14/12) pagi
Dalam paparannya di hadapan kader Fatayat NU, Ansor, dan tokoh masyarakat, Gus Rijal menekankan posisi vital perempuan dalam pendidikan dan peradaban. Ia mengutip sebuah kearifan bahwa mendidik laki-laki hanya mendidik satu manusia, namun mendidik perempuan memiliki dampak yang jauh lebih besar.
“Mendidik satu laki-laki sama halnya mendidik satu manusia. Tapi mendidik satu perempuan, hakikatnya sama dengan mendidik satu generasi,” ujar Gus Rijal.
Beliau menjelaskan sejarah mencatat bagaimana para Sahabiyah (sahabat perempuan Nabi) memiliki semangat juang tinggi dalam menuntut ilmu, bahkan meminta waktu khusus kepada Rasulullah SAW untuk belajar. Gus Rijal menyebutkan bahwa terdapat 78 sahabat perempuan yang aktif meriwayatkan hadis, yang kemudian ilmunya mengalir hingga generasi saat ini.
Filosofi Pohon Kelapa dalam Berorganisasi

Selain membahas peran perempuan, Gus Rijal juga membagikan strategi manajemen organisasi Nahdlatul Ulama (NU), khususnya bagi Fatayat dan Ansor. Ia mengingatkan agar pengurus tidak perlu berkecil hati jika dari sekian banyak anggota, hanya sedikit yang aktif.
Ia mengutip nasihat Kiai Hamid Pasuruan melalui filosofi pohon kelapa. Dalam sebuah organisasi, tidak semua kader harus menjadi “santan” (intisari). Setiap bagian memiliki peran masing-masing.
“Walaupun aku menginginkan santan, masih ada bagian dari struktur pohon kelapa yang memiliki manfaat masing-masing. Pohon bisa dipakai atap, janur untuk ketupat, batok untuk kerajinan. Jadi manfaatkan potensi kader sesuai potensinya, tidak semua harus jadi santan,” jelasnya.
Strategi “Sajadah” dan Kemandirian Ekonomi
Menjawab tantangan kemandirian ekonomi organisasi agar tidak bergantung pada proposal, Gus Rijal membagikan inovasi program “Sajadah” atau Sampah Jadi Sedekah. Program ini mengajak kader dan masyarakat mengumpulkan barang bekas untuk dijual, yang hasilnya digunakan untuk kegiatan sosial seperti layanan ambulans gratis dan santunan kematian.
“Prinsip dalam fundraising itu harus transparan dan akuntabel. Seseorang yang layak dipercaya dalam keuangan, dia layak dipercaya dalam hal lain,” tegas Gus Rijal.
Ia juga mendorong organisasi NU di Landak untuk beradaptasi dengan era digital. Gus Rijal menyarankan agar Fatayat dan Ansor merekrut kader muda yang memiliki kemampuan editing video dan pengelolaan media sosial agar dakwah dan kegiatan NU dapat tersebar luas dan menarik minat generasi muda.
Pentingnya Khidmah
Menutup paparannya, Gus Rijal mengingatkan tentang keberkahan (barokah) dalam berkhidmat di NU. Ia meyakini bahwa siapa pun yang ikhlas mengurus NU, kehidupannya dan keluarganya akan ditata oleh Allah SWT.
“Saya tidak pernah menyaksikan pejuang NU yang ikhlas memperjuangkan Islam melalui organisasi ini, kecuali hidupnya penuh barokah. Demikian pula anak cucunya,” pungkasnya.(*)




































