Keterangan foto pks.id

SURABAYA | duta.co – Luas sawah makin sempit, nasib petani kian redup. Ini membuat jagat pertanian tidak menarik bagi anak-anak muda. Modernisasi justru menghantam masa depan mereka. Tahun 2015, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sudah meneliti, hasilnya, regenerasi petani mati total. Para pemuda lebih memilih pekerjaan ‘modern’, seperti pekerja pabrik, penjaga kios, dan sebagainya.

Lalu? Seruan Menkeu RI Sri Mulyani untuk mengasuransikan produk dan hasil pertanian, sebenarnya bukan hal baru. Hasilnya tetap tidak mampu menggairahkan sawah kita. Lebih ngeri, prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) ada ancaman ‘gagal panen’ karena bencana alam di bulan Febuari-Maret 2023 menimpa Indonesia.

Potensi gagal panen akan mempengaruhi struktur ekonomi di perdesaan, petani bisa menurun daya belinya dan akan berimbas kepada melemahnya pertumbuhan ekonomi nasional. Menkeu melihat ini sebagai alrm yang harus diantisipasi. Namun, belum ada hal baru yang ditawarkan pemerintah.

“Asuransi bagi dunia pertanian bukan hal baru, amanat UU 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sudah menugaskan kepada BUMN, Pemprop dan Pemkab untuk hadirkan asuransi bagi petani. Faktanya hanya sedikit yang menjalankan,” papar Ketua DPP PKS bidang Tani Nelayan, Riyono dalam keterangannya, Sabtu (11/3/23).

Krisis pangan menjadi ancaman nyata bagi Indonesia. Jangan dibayangkan krisis pangan berupa kelaparan orang tidak bisa makan dan kemudian mati.”Krisis pangan ini bisa berupa semakin melemahnya kemampuan negara memproduksi pangan sendiri secara berdaulat . Akhirnya tergantung kepada impor,” papar Riyono.

Saat ini, krisis pangan sudah terjadi di Indonesia, impor beras yang selalu dilakukan dengan alasan cadangan beras nasional. Maret ini akan masuk 500.000 ton beras impor. Bahkan saat ini kemampuan rakyat membeli makanan bergizi juga jauh dari harapan.

“Ada 183 juta rakyat yang tidak mampu membeli makanan bergizi, akses ke pangan sehat dan bergizi hanya bisa dilakukan oleh kalangan menengah ke atas. Ini memprihatinkan bagi negaraa agraris seperti Indonesia,” kata Riyono.

Krisis ini hanya bisa diselesaikan dengan regenerasi petani muda. Pernyataan Presiden Jokowi bahwa pemerintah akan mendukung regenerasi petani masih sebatas janji. Kondisi faktual yang dirilis oleh Badan Penyuluhan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian mencatat petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya 2,7 juta orang.

Menurut data BPPSDMP, hanya sekitar 8 persen dari total petani kita 33,4 juta orang. Sisanya lebih dari 90 persen masuk petani kolonial, atau petani yang sudah tua.

“Kalau mau maju pertanian kita PKS usul gaji petani muda, jadikan profesi petani menjanjikan. Lulusan pertanian jadikan petani suskes. Kita hitung saja, 2,7 juta petani muda yang siap berkorban katakan 1 juta x 3.5 juta x 12 bulan = 42 triliun. Angka yang kecil bagi cita-cita membangun regenerasi petani nasional kita,” tambah Riyono.

“Bu Menkeu Sri Mulyani dan Kementan harusnya paham dan mengambil langkah nyata. Program petani milenial masih jauh dari harapan. Kurang menarik petani muda, perlu banyak perbaikan,” tutup Riyono. (net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry