“Upaya yang sangat diperlukan oleh kepengurusan PBNU 2022-2027 adalah menjaga kemandirian institusi, sehingga tidak dalam posisi terbelenggu oleh pemerintah maupun oligarki.”

Oleh Rochmat Wahab

BERSYUKUR kita, personalia Kepengurusan PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), tertulis periode 2022-2027, baru saja mendapat pengesahan dan terpublikasi secara terbuka. Awak media pun menyambut gegap-gempita. Banyak angle (sudut pandang) berita yang terangkat. Dari hadirnya pengurus perempuan, masuknya politisi berikut background-nya, nama sejumlah birokrat, para habaib sampai berjajarnya  sejumlah nama ‘darah biru’, keluarga muassis NU.

Tentu, semua itu dengan plus-minusnya. Tetapi, yang jelas, pengumuman pengurus PBNU ini mendapat sambutan luar biasa dari keluarga besar NU dan masyarakat  umum, karena unsur-unsur Pengurus Harian PBNU telah terisi lengkap.

Semua yakin, bahwa, memilih orang untuk menempati posisi yang ada, apalagi sekelas PBNU, telah dilakukan dengan cermat oleh Rais Aam Syuriyah dan Ketua Umum Tanfidziyah, bersama Tim Formatur. Baik perihal track record, rekam jejak, mau pun representasivitas daerah. Yang jelas variabel penting yang menjadi pertimbangan pemilihan personalia adalah kehadiran kelompok muda dan perempuan. Di samping itu, perlu menghindari para aktivis Partai Politik (Parpol).

Setelah memperhatikan nama-nama yang ada di struktur jabatan Pengurus Harian PBNU periode 2022-2027, ditemukan sejumlah persoalan. Pertama, bahwa personalia Kepengurusan PBNU 2022-2027 telah diisi oleh aktivis atau praktisi beberapa parpol. Hal ini tidak dilarang, tetapi ketika beraktivitas di NU, seharusnya tarik-menarik kepentingan politik itu, ditiadakan.

Kedua, bahwa berdasarkan Khittah NU dan AD-ART, dilarang melakukan perangkapan jabatan Rais Aam dan Katib Aam Syuriyah. Juga Ketum dan Sekjen Tanfidziyah dengan jabatan politik, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota/Bupati dan Wawalikota/Wakil Bupati. Karena itu, Sekjen PBNU (sekarang) Drs H Saifullah Yusuf atau sering disapa Gus Ipul, harus secepatnya melepas jabatan sebagai Walikota Pasuruan.

Ketiga, bahwa pelarangan rangkap jabatan yang menjadi pesan penting Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) kepada Rais Aam Syuriyah (terpilih), sebenarnya memiliki maksud tidak  hanya sebatas itu, tetapi bisa juga berlaku bagi pengurus inti lainnya. Ini saking pentingnya Ormas NU menjaga independensinya.

Rangkap jabatan, apalagi dengan jabatan politik, ini bisa menimbulkan conflict of interest, konflik kepentingan mengingat banyaknya jamaah NU yang tersebar se-antero dunia. Karena itu, sangat diperlukan ketelitian baik soal track record, rekam jejak, mau pun representasi daerah. Tujuannya, jangan sampai Kepengurusan PBNU ini, justru di kemudian hari menjadi beban organisasi (NU).

Semua ini, harus kita lalui, jika berharap kepengurusan PBNU ke depan menjadi lebih baik, termasuk pengurus badan otonom (Banom). Karenanya perangkapan jabatan, seperti Ketum Muslimat dan Ketum GP Ansor perlu segera ditinjau ulang. Utamanya bagi Ketum Muslimat NU (Khofifah Indar Parawansa), yang sudah merangkap Gubernur Jawa Timur dan Ketua Tanfidziyah PBNU sekarang.

Keempat, bahwa upaya mengakomodasi lebih banyak kader dari berbagai daerah — dalam waktu terbatas – memang tidak mudah untuk melakukan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan dengan tujuan mewujudkan visi misi dari suatu oraganisasi dengan cermat. Karena itu sangat mungkin terjadi kekeliruan memilih. Untuk menjamin kinerja kepengurusan PBNU 2022-2027 yang lebih baik, maka, perlu terus melakukan supervisi, monitoring, dan evaluasi berkelanjutan.

Di samping berbagai hal tersebut di atas, upaya yang sangat diperlukan oleh kepengurusan PBNU 2022-2027 adalah menjaga kemandirian institusi, sehingga tidak dalam posisi terbelenggu oleh pemerintah maupun oligarki. Dengan begitu, wibawa institusi dan pengurus PBNU 2021-2027, tetap terjaga.

Sungguh indah jika marwah PBNU ke depan terus membaik, sehingga tidak hanya menjadi kebanggaan jamaah NU, melainkan juga kebanggaan umat Islam dan bangsa Indonesia. Semoga! (***)

*Prof Dr H Rochmat Wahab adalah Ketua PWNU DIY periode 2011 s/d 2016, Ketua Komite Khitthah Nahdlatul Ulama 1926.