“Memotret kota lama Semarang sebagai perwujudan kesadaran warga untuk meingkatkan kunjungan wisatawan. Di lain sisi, ekonomi kreatif juga perlu dibangkitkan oleh pemerintah.”

Oleh HM Dipa Yustia Pasa, SH

WAJAH Kota Lama Semarang saat ini memang nampak menarik. Pesona bangunan tua khas Belanda nampak mulai terawat. Memotret kota lama sebagai bagian bagi pertumbuhan pariwisata, tentu, akan banyak melahirkan ide kreatif. Lomba foto, festifal lampion, dan ragam event, menarik bisa dilakukan.

Bagi generasi milenial, memanfaatkan waktu luang untuk bersantai di kota lama tentu akan melahirkan karya-karya yang bisa dinikmati, dari foto, lukisan, dan sebagainya. Tak jarang pula yang memanfaatkan keunikan spot foto yang ada untuk sesi prewedding. Dalam hal ini, penulis tidak menilai dari sisi bobot maupun makna ragam karya yang dihasilkan.

Penulis beranggapan, aktifitas yang ada merupakan cara promosi potensi wisata di kota Semarang. Hal inilah yang mesti disadari, bukan sebatas berfoto-foto atau konten di media sosial. Memotret kota lama Semarang sebagai perwujudan kesadaran warga untuk meingkatkan kunjungan wisatawan. Di lain sisi, ekonomi kreatif juga perlu dibangkitkan oleh pemerintah.

Hadirnya kelompok sadar wisata (Pokdarwis) atau sejenisnya, merupakan sebuah keberhasilan pemerintah dan warga. Pemerintah berhasil meningkatkan kesadaran, dan warga berhasil mengajak masyarakat untuk berkecimpung dalam ekonomi kreatif. Namun demikian, pengelolaan masyarakat nampak belum terprogramkan dengan maksimal. Pemerintah bersama dunia usaha harus bahu membahu memaksimalkan elemen yang ada.

Pemantik Semangat Membangun

Kota Lama Semarang sebagai salah satu cagar budaya harus dilestarikan untuk kepentingan pendidikan yang memupuk nasionalisme. Terkait cagar budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah memberikan aturan untuk menghargai peninggalan bersejarah agar tetap lestari.

Antara lain dengan memelihara peninggalan bersejarah sebaik-baiknya, melestarikan benda bersejarah agar tidak rusak, baik oleh faktor alam atau buatan, tidak mencoret-coret benda peninggalan bersejarah, turut menjaga kebersihan dan keutuhan, serta wajib menaati tata tertib yang ada di setiap tempat peninggalan bersejarah

Pada sisi regulasi, Pemerintah Indonesia juga melakukan perlindungan terhadap peninggalan bersejarah melalui Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Perlindungan itu dilakukan karena cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa, sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia. Pelestarian dilakukan karena keberadaannya penting bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan demikian, warga juga bisa belajar agar menguatkan rasa memiliki Indonesia melalui Kota Lama Semarang. Wisata sejarah diharapkan menjadikan warga sadar seutuhnya sebagai generasi penerus bangsa. Sebab, kita sering mendengar orang bijak yang mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. Kita juga patut bersyukur hadirnya teknologi yang mempermudah mengetahui sejarah kota lama. Visualisasi sejarah dengan teknologi juga layak mendapat sambutan baik masyarakat.

Sayangnya, dunia pendidikan belum banyak yang memanfaatkan pelestarian cagar budaya. Padahal, dengan belajar sejarah, bisa menjadi pemantik semangat nasionalisme, semangat untuk membangun peradaban bangsa yang lebih baik.

Penulis menyoroti sinergitas dari stakeholder terkait yang belum klik sepenuhnya. Mestinya, setiap fasilitas yang disediakan tidak hanya sebatas dirawat, namun juga dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan. Pemerintah terkait perlu membuat program kunjungan atau program lain yang mengedukasi, mengarah langsung kepada kalangan pelajar. Memanfaatkan kota lama sebagai bagian dari bahan ajar dikala merdeka belajar. (*)

HM Dipa Yustia Pasa, SH, Mkn adalah pemerhati media sosial, dan konsultan hukum di yustia.co law office.

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry