“…amandemen UUD 1945 – konstitusi — bukanlah hal tabu. Amerika Serikat (AS) misalnya, sudah 27 kali mengubah konstitusinya. Tetapi, ingat, semua amandemen itu mereka letakkan dalam adendum. Naskah aslinya utuh, orisinil.”

Oleh Zulkifli S Ekomei*

WASIAT bisa bermakna pusaka. Atau pesan pamungkas bagi pemberinya. Lazimnya, wasiat diberikan kepada ‘anak’. Apakah itu anak biologis, religius dan atau anak ideologis. Misalnya, wasiat ‘tauhid’ Nabi Ibrahim as sebagaimana terpatri dalam QS Al-Baqarah ayat 132.

Ini sekedar contoh. Wasiat itu jelas untuk anak-anaknya. Tujuannya: Agar anak-cucunya tidak tersesat alias ‘nyasar-nyasar’. Anaknya diminta tetap berpegang pada ‘tali’ agama langit. Agar tidak salah jalan, tidak goyah diterpa badai dan tidak lapuk diterpa zaman.

Dan, wasiat itu selalu terhubung dengan kebenaran hakiki. Hal-hal prinsip dalam hidup, bahkan terkait kehidupan setelah mati. Demikian sekilas narasi tentang wasiat.

Nah, wasiat Pak Try Soetrisno, Wakil Presiden RI ke-6 kepada LaNyalla Mattalitti (LNM), itu tergolong wasiat ideologis. Kita tahu, bahwa, LNM selaku Ketua DPD RI, kini menjadi satu-satunya harapan rakyat untuk perubahan masa depan Indonesia yang tengah ‘hanyut dan tenggelam’ oleh oligarki.

Pun secara garis keturunan,  LNM itu bukan siapa-siapanya Pak Try. Bukan keluarga atau anak biologis. Dia juga bukan jenderal (purn) TNI, tidak pula anak dalam konteks religi. Pak Tri memilih LNM untuk menerima wasiat,  (mungkin) di mata Pak Try, hanya dia (LNM) yang kini dianggap paling layak menerimanya dibanding ‘anak-anak’ lain atau beberapa tokoh yang ada.

Semua Terkaget

Jagat politik benar-benar terkaget. Peristiwa pemberian wasiat di Menteng, Jakarta Pusat, di kediaman Pak Try, pada Sabtu (28/5/2022) itu menimbulkan banyak tanya, termasuk bagi kalangan TNI — baik yang masih aktif maupun purna — baik yang berada dalam sistem ataupun di luar sistem.

Sementara di sisi lain, peristiwa Menteng itu justru ‘merekatkan’ kembali faksi-faksi di internal TNI yang sebelumnya terpecah karena faktor beda pandangan politik. Peristiwa ini seakan ‘mencairkan’ seluruh ‘kebekuan’ perpolitikan nasional yang, selama ini belum menemukan jalan keluarnya.

Lalu, apa wasiat Pak Try kepada LNM? Kembalikan Indonesia ke Jalan yang Benar. Dalam pandangan Pak Try, bangsa ini sudah tersesat, harus cepat kita selamatkan.

Caranya? Dia (LNM) harus membawa segenap anak bangsa ini — selain kembali ke UUD 1945 yang asli, juga hal-hal yang baik pada UUD hasil amandemen empat kali tetap harus dipertahankan, terus dijalankan. Hanya saja, posisi (amandemen) harus berada pada adendum, bukan dengan cara mengubah teks atau naskah aslinya. Demikian Pak Try.

Perubahan memang keniscayaan. Perubahan itu hukum alam. Bahkan hukum perubahan bersifat mutlak. Dengan demikian, amandemen UUD 1945 – konstitusi — sebenarnya bukanlah hal tabu. Amerika Serikat (AS) misalnya, sudah 27 kali mengubah konstitusinya guna menyelaraskan dengan perkembangan zaman. Tetapi, ingat, semua amandemen itu mereka letakkan dalam adendum. Naskah aslinya utuh, masih orisinil.

Amandemen konstitusi empat tahap dari tahun 1999 hingga 2002 silam, kata Pak Try kepada LNM, tidak mereka lakukan dengan tahapan ideal. Ada pengaruh kepentingan asing. Sehingga, hasilnya, bangsa ini kehilangan ke-Indonesia-annya.

Gegara amandemen yang ‘ngawur’ itu, maka, pasal demi pasal sudah tidak nyambung lagi dengan Pancasila yang ada di Pembukaan UUD 1945.

Maka, jangan heran, kalau kemudian lahir undang-undang turunan yang merugikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Puncaknya, mereka ubah sistem paling hakiki dari Pancasila, yaitu lembaga keterwakilan rakyat yang dulu sebagai lembaga tertinggi negara yaitu MPR yang terdiri atas DPR, utusan daerah, utusan golongan dan fraksi ABRI (TNI-Polri).

Dampak seriusnya, sistem negara menjadi liberalis, individualistis dan kapitalis. Seluruh masalah rakyat penentunya partai politik (Parpol). Padahal, Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini memiliki sistem asli yang sudah cocok untuk membuat Indonesia menjadi negara yang kuat dan berdaulat.

Sekarang, ujar Pak Try, legislatif menjadi kelewat kuat. Ironisnya, bukan berdampak kepada check and balances — kuat dan berpihak kepada kepentingan rakyat — tetapi menjelma menjadi alat (kepentingan) Parpol. DPR hanya menjadi kepanjangan Parpol. Berikutnya, konstitusi kita (hari ini), memberi ruang bebas kepada oligarki untuk menguasai negara. Klop!

Karena itu, kaji ulang amandemen konstitusi dengan cara kembali ke UUD Naskah Asli, perbaikan melalui addendum adalah sebuah keharusan. Agar bangsa ini dan anak cucu kita kelak, selamat. Negara ini bukan milik segelintir orang, tetapi milik 270 juta rakyat. Demikian pungkas Pak Try.

Nah, dari perspektif geopolitik, jelas, bahwa ‘Peristiwa Menteng’ yaitu pemberian wasiat Pak Try Soetrisno kepada LNM, secara tidak langsung telah mengangkat derajat LNM bukan sekedar politikus biasa, tetapi sebagai sosok negarawan karena faktor amanah dari salah satu bapak bangsa. Semoga ini menjadi pintu perbaikan (fundamental) bagi Republik Indonesia.

Demikian potret kecil geopolitik yang tersaji dengan apa adanya. (*)

Jakarta, 9 Juni 2022

*Dokter Zulkifli S Ekomei adalah Penggugat UUD 1945 hasil amandemen.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry