
Siti Nur Hasina, S.Kep.Ns., M.Tr. Kep
Dosen Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
DI tengah tantangan berat yang dihadapi oleh pasien Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2), terutama yang mengalami luka gangren, pengelolaan diri atau self-management menjadi kunci utama dalam menjaga kualitas hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Namun realitasnya, menjalankan perawatan mandiri yang konsisten bukan perkara mudah.
Banyak pasien menghadapi kelelahan emosional, rasa frustrasi, dan krisis motivasi yang membuat pengelolaan penyakitnya terganggu. Di sinilah peran inovatif, spiritual peer group support muncul sebagai metode efektif untuk membangun kekuatan diri pasien, memperkuat motivasi, dan meningkatkan kualitas pengelolaan diri mereka.
Diabetes Mellitus tipe 2 adalah kondisi kronis yang prevalensinya meningkat secara global dan di Indonesia, dengan risiko komplikasi serius seperti luka gangren yang dapat memicu amputasi dan menurunkan kualitas hidup secara drastis. Menurut data dari penelitian, pengelolaan diabetes yang tidak optimal kerap disebabkan oleh kurangnya dukungan, rendahnya motivasi, dan hambatan psikologis. Pasien dengan luka gangren menghadapi permasalahan ganda: mengelola kadar gula darah sekaligus merawat luka yang berisiko infeksi dan komplikasi serius.
Self-management dalam konteks ini adalah kemampuan pasien mengatur pola makan, aktivitas fisik, pengobatan, pemantauan gula darah, dan perawatan luka secara mandiri. Kualitas self-management ini sangat menentukan keberhasilan pengobatan dan pencegahan komplikasi lebih lanjut. Namun, penelitian menunjukkan bahwa banyak pasien mengalami burnout, kritik diri yang berlebihan, dan isolasi sosial sehingga menurunkan kesadaran dan kemampuan mereka dalam melaksanakan self-management secara konsisten. Oleh karena itu, solusi dukungan holistik yang tidak hanya fokus pada fisik, tetapi juga psikologis dan spiritual sangat dibutuhkan.
Spiritual Peer Group Support adalah intervensi yang menggabungkan dukungan teman sebaya dengan penguatan dimensi spiritual yaitu nilai-nilai dan praktik yang memberi makna, harapan, dan ketenangan batin. Kelompok ini difasilitasi oleh tenaga kesehatan atau konselor yang memberikan ruang bagi pasien untuk berbagi pengalaman, belajar dari satu sama lain, serta menjalani praktik spiritual seperti doa, refleksi, dan meditasi.
Manfaat utama dari pendekatan ini selain memperkuat pengelolaan fisik adalah membantu pasien mengatasi tekanan emosional dan psikologis terkait penyakit kronis. Dengan adanya kelompok, pasien tidak merasa sendiri menghadapi tantangan sakitnya, sehingga rasa isolasi dan self-criticism dapat berkurang. Sedangkan aspek spiritual memberikan pijakan kuat dalam menghadapi kesulitan, menguatkan harapan, dan meningkatkan self-compassion (welas asih pada diri sendiri).
Tata Cara Pelaksanaan Spiritual Peer Group Support
Penelitian terbaru menggunakan rancangan intervensi 12 sesi pertemuan menunjukkan proses spiritual peer group yang sistematis dan efektif dalam meningkatkan self-management pasien DMT2 dengan luka gangren. Berikut ini urutan dan mekanisme dari masing-masing sesi:
1. Membangun Keakraban dan Kesadaran Diri
Sesi pembuka difokuskan pada membangun ikatan emosional antar anggota kelompok serta membuka ruang komunikasi bebas mengenai konsep spiritual dan agama. Pasien diajak untuk saling bercerita tentang pengalaman hidup dan penyakit serta dampak psikologisnya, yang menjadi fondasi penting untuk saling percaya dan terbuka. Diskusi tentang hubungan spiritual dan agama membantu pasien menemukan makna dalam perjalanan hidupnya meskipun tengah menghadapi tantangan kesehatan.
2. Menumbuhkan Komunikasi dengan Diri Sendiri
Selanjutnya, pasien didorong untuk mendengarkan “suara hati” mereka sendiri melalui praktik kesadaran diri dan komunikasi batin. Ini membantu pasien menghadapi perasaan negatif seperti stres dan rasa bersalah tanpa menghakimi. Kesadaran penuh (mindfulness) menjadi teknik utama yang mengajarkan pasien untuk melihat masalahnya dengan jernih dan objektif sehingga meningkatkan kontrol diri dalam menjalankan pengelolaan penyakitnya.
3. Pemahaman Konsep Diri dan Spiritualitas
Dengan pemahaman yang lebih dalam terhadap konsep diri, pasien diajak mengeksplorasi nilai-nilai hidup dan hubungan mereka dengan Tuhan atau kekuatan superior yang diyakini. Sesi ini meningkatkan motivasi internal lewat penguatan keyakinan spiritual dan penerimaan diri sebagai bagian dari perjalanan hidup yang harus dijalani dengan optimisme.
4. Praktik Spiritual: Doa, Meditasi, dan Refleksi
Kelompok melakukan aktivitas bersama berupa doa, membaca kitab suci seperti Alquran, meditasi, dan refleksi. Kegiatan ini menimbulkan perasaan damai, mengurangi kecemasan dan stres melalui aktivasi sistem saraf parasimpatik. Pasien merasakan keterhubungan yang kuat dengan spiritualitasnya dan mendulang kekuatan batin untuk mendukung pengelolaan penyakit.
Melakukan aktivitas spiritual kolektif seperti gotong royong, kunjungan tempat ibadah, dan kegiatan keagamaan lainnya membantu menumbuhkan rasa komunitas dan solidaritas. Dukungan emosional dari anggota kelompok lain memberikan rasa aman dan motivasi agar pasien lebih giat dalam mengelola kesehatannya.
6. Pengampunan Diri dan Penerimaan Diri
Sesi ini membantu pasien melepaskan perasaan negatif seperti kebencian, rasa bersalah, dan trauma terkait penyakit. Melalui diskusi dan refleksi spiritual, pasien belajar mengampuni diri dan menerima keadaan, yang memperkuat self-compassion. Sikap ini sangat penting agar pasien tidak terlalu keras menghakimi diri sehingga bersemangat dalam perawatan mandiri.
7. Menerima Kematian dan Kehidupan
Menghadapi kesadaran akan kematian sebagai bagian alami kehidupan mengurangi rasa takut dan kecemasan yang berlebihan. Pasien diarahkan untuk lebih fokus menjalani saat ini secara utuh dan memanfaatkan waktu yang ada dengan berkomitmen pada perawatan diri.
8. Membangun Iman, Syukur, dan Rasa Terima Kasih
Sesi penutup menggelorakan rasa syukur atas kehidupan dan capaian kecil dalam proses pengobatan. Iman yang kuat dan sikap positif ini menjadi bahan bakar motivasi untuk melakukan self-management secara konsisten dan berkelanjutan.
Efektivitas Spiritual Peer Group Support dalam Meningkatkan Self-Management
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengikuti Spiritual Peer Group Support mengalami peningkatan signifikan dalam skor self-management dibanding yang tidak mengikuti kelompok. Pasien menjadi lebih patuh menjalankan pola makan sehat, aktivitas fisik, minum obat tepat waktu, dan memantau kadar gula darah. Perubahan ini tidak hanya mencerminkan peningkatan pengetahuan, tetapi juga perubahan psikologis yang mendalam, yaitu peningkatan kepercayaan diri dan motivasi.
Selain itu, self-compassion yang meningkat membuat pasien lebih sabar dan welas asih terhadap diri sendiri saat menghadapi kegagalan atau fluktuasi kadar gula darah. Hal ini mencegah stres berlebihan yang biasanya menjadi penyebab berhentinya pengelolaan diri. Dengan demikian, pendekatan spiritual dan dukungan sebaya secara bersamaan mengoptimalkan hasil pengobatan dan memperbaiki kualitas hidup pasien secara menyeluruh.
Kenapa Spiritual Peer Group Support Menjadi Pilihan Tepat?
Pendekatan ini menjawab kebutuhan pasien yang tidak hanya membutuhkan edukasi medis, tetapi juga dukungan psikososial dan spiritual yang berkelanjutan. Kelompok peer support memberikan rasa komunitas yang mengurangi rasa kesepian, sementara praktik spiritual memperkuat ketenangan batin dan harapan—dua hal yang sangat dibutuhkan dalam perjalanan penyakit kronis.
Terbukti bahwa intervensi ini dapat menurunkan kadar hormon stres kortisol dan meningkatkan hormon oksitosin, hormon yang memicu perasaan aman dan keterikatan sosial. Kombinasi efek fisiologis dan psikologis ini membangun fondasi kuat untuk perubahan perilaku jangka panjang yang berdampak positif pada pengelolaan diabetes. *








































