“Peran dominan – luar negeri – yang dimainkan PDIP mendatang, mungkin berdampak pada kekuatan Islam utama: NU. Meredupnya isu-isu terorisme, ISIS, serta melemahnya gerakan Islam Internasional, kemungkinan NU dan Muhammadiyah ‘diparkir’ lebih dahulu.”
Oleh M Sholeh Basyari*
BELAKANGAN, PDIP gencar membangun lobby lama dengan Rusia. Belum lama ini, Megawati beserta rombongan berkunjung ke negara bekas Uni Soviet tersebut.
Sebagai oleh-oleh, putri presiden pertama ini memandatkan kepada Rieke Diah Pitaloka untuk membawa arsip sejarah hubungan Indonesia Rusia (Soviet) dari era bung Karno hingga SBY, untuk diboyong dari Moskow ke Jakarta
Gencarnya “lobby Rusia” PDIP ini, bisa dimaknai dengan sejumlah perspektif berikut. Pertama, PDIP ingin memainkan peran “oposisi plus” dalam pemerintahan Prabowo Gibran mendatang. Partai moncong putih ini, tengah “nego” dengan Prabowo.
Kedua, sikap Prabowo yang melihat PDIP sebagai oposisi, tetapi sekaligus sebagai kawan. Bagi Prabowo dan juga para pemain utama politik di Indonesia, PDIP berada pada grade tertinggi di antara delapan parpol parlemen.
Sementara dalam konstalasi dan geopolitik global, hubungan historis Megawati dengan Presiden Putin dan Rusia secara umum, adalah kartu truf lain yang bisa dimainkan dan dibutuhkan Prabowo dari PDIP terkait positioning Indonesia di tengah perubahan geopolitik dunia yang dimainkan Rusia.
Ketiga, Megawati tengah “menambah kum” pada Prabowo, bahwa PDIP adalah pintu utama terkait Rusia. Ini selangkah lebih maju ketimbang misi serupa yang dilakukan Gerindra. Megawati dinilai lebih sukses “mengunci” Prabowo dan juga Putin.
Keempat, terkait kepentingan nasional kita, seperti investasi asing, pangan, gas, energi dan stabilitas kawasan, menjadi pertimbangan utama Prabowo untuk berkiblat ke Rusia. Dengan kebijakan politik dan geopolitik dunia seperti ini, Prabowo tampaknya lebih intens dengan PDIP dibanding dengan kekuatan politik lain.
Kelima, peran dominan yang mungkin dimainkan PDIP mendatang, berdampak langsung pada kekuatan Islam utama: NU. Meredupnya isu-isu terorisme, ISIS, serta melemahnya gerakan dan peran islam internasional, kemungkinan NU dan Muhamadiyah akan ‘diparkir’ lebih dahulu.
Maka, NU dan Muhammadiyah cukup diberikan ‘mainan’ tambang untuk menyalurkan energinya. hal ini juga, sebagai sumber pendapatan baru bagi negara selain yang konvensional dari pajak-pajak investor tambang yang umumnya ‘tidak fair’. (*)
*Dr M Sholeh Basyari adalah Direktur Ekskutif CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies).