JAKARTA | duta.co – Soliditas pasangan Capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atau AMIN terus menguat. Keduanya masih bisa jumatan bareng. Meski kalah telak dalam hitungan cepat sejumlah lembaga survey dan real count KPU, AMIN tetap ‘menyatu’ dalam politik.
‘Runtang-runtung’ politik itu, tampak jelas saat keduanya menunaikan ibadah salat Jumat di Masjid Nurul Huda, Sunter Agung, Jakarta Utara, Jumat (1/3), sebuah masjid yang letaknya berada tidak jauh dari Jakarta International Stadium (JIS).
Usai salat Jumat, keduanya mengucapkan terima kasih kepada jamaah masjid Nurul Huda dan warga sekitar karena saat AMIN dalam melakukan kampanye akbar di JIS Sabtu, 10 Februari lalu. Karena jamaah bersedia menampung dan menjamu para relawan AMIN.
“Jadi kami memilih salat Jumat di sini untuk sekaligus menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh warga di Kampung ini, yang pada saat kami kampanye terakhir di JIS mereka menjadi tuan rumah,” kata Anies Baswedan.
Anies mengaku banyak menerima cerita kebaikan warga kampung sekitar JIS yang sangat terbuka menyambut relawan dan pendukung Amin yang datang dari berbagai daerah. “Ketika hujan mereka (relawan) dibukakan pintu masuk ke rumah, tinggal di dalam rumah, berteduh dalam rumah, disiapkan makan minum disambut seperti tamu mereka sendiri,” ungkap Anies terharu.
Anies dan Cak Imin pun berharap silaturahmi ini bisa terus dijaga dan mendoakan kebaikan warga dan jamaah sekitar JIS mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. “Kita ingin menyatakan kepada semua, ini bukan saja kebaikannya, tapi keteladanannya, bagaimana menjadi kampung yang menjadi teladan dan insya Allah silaturahminya bisa terjaga,” pungkasnya.
Target Runtung-runtung Politik?
Direktur Ekskutif CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies), Doktor M Sholeh Basyari, melihat ada agenda penting di balik itu. “Sehari sebelumnya, DPP PKB merilis flow chart, diagram proses sekaligus tahapan detail menuju pilkada serentak 27 November. Duet AMIN yang “nganggur” bisa saja merajut kembali kebersamaan menuju Pilgub DKI Jakarta,” tegas M Sholeh kepada duta.co, Jumat (1/3/24).
Ini, jelas Dr Sholeh, memang logis. Sebab di Jakarta, real count Pilpres juga menunjukkan pasangan AMIN unggul atas Prabowo Gibran. Sejumlah hal bisa difungsikan untuk mendeteksi langkah politik pasangan koalisi Nasdem-PKB-PKS ini. “Pertama, setidaknya untuk menjaga sentimen positif, Anies-Muhaimin (AMIN) butuh panggung permanen untuk menuntaskan hasratnya sebagai presiden,” tegasnya.
Masih menurut dosen di sejumlah perguruan NU (Nahdlatul Ulama) ini, sejatinya jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta, adalah sasaran antara saja. DKI yang seksi, mempengaruhi perbincangan publik, termasuk perbincangan dan narasi produk istana.
“Kedua, sebagai bukan bagian kekuatan Senayan, Muhaimin, dan terutama Anies, tampaknya membangun “oposisi dari sisi samping’ (insider opposition). Dengan oposisi model ini, Anies -Muhaimin bisa bersama-sama dengan minoritas oposisi di Senayan, untuk tetap menjaga tensi perlawanan dengan kubu Prabowo Gibran,” urainya.
Yang terpenting, tegasnya, adalah yang Ketiga. “Langkah ini sekaligus sebagai antisipasi bagi Anies dan terutama Muhaimin, kalau-kalau PKB lepas darinya dan berkabung dengan koalisi pemerintah. Dengan ‘lepasnya’ PKB plus NasDem, panggung yang tersisa bagi Anies-Muhaimin adalah sebagai gubernur DKI Jakarta,” tegasnya.
Keempat, “Dan ini terpenting, dengan membidik tiket cagub-cawagub DKI Jakarta, Muhaimin pasti mati-matian mempertahankan kursi Ketua Umum PKB yang didudukinya. Desakan Muktamar Luar Biasa PKB pada April ataupun Agustus, tampaknya tidak mudah dia kabulkan,” terangnya.
Sejumlah tokoh seperti Lukman Edy, Yaqut Cholil Qoumas atau Jazilul Fawaid, maupun mantan tokoh PKB semisal Saifullah Yusuf dan Ali Masykur Musa, tambah M Sholeh, tampaknya harus memposisikan Muhaimin sebagai common enemy dulu, sebelum mereka berkompromi atau bertarung untuk memegang kendali partai ini lima tahun ke depan.
“Jadi masih ada episode serem. Di samping menjadikan Muhaimin sebagai common enemy, seperti umumnya muktamar, kongres maupun munas partai politik, tentu restu dan cawe-cawe presiden maupun presiden terpilih, pasti juga memiliki kekuatan veto. Bukankah ‘nyawa’ Parpol ada pada Kemenkum HAM?,” pungkasnya. (mky,rmol)