
JAKARTA | duta.co — Tangan dingin, sosok telaten merajut kebersamaan, keutuhan di tengah-tengah perbedaan, kian menjadi perbincangan. Banyak orang menyebut nama Ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), Ahmad Muzani alias AM sebagai penyeimbang.
Paijo Parikesit, pengamat Intelijen Intuitif kepada duta.co menegaskan: Ketika bangsa ini memasuki era penuh tantangan – mulai dari geopolitik global, ancaman siber, hingga turbulensi politik dalam negeri – pertanyaan penting yang muncul, memang: siapa figur yang paling layak menjaga keseimbangan negara?
“Selain Presiden Prabowo yang dikenal hebat dalam berpolitik, jawaban yang semakin sering terdengar adalah satu nama: Ahmad Muzani, Ketua MPR RI. Dia sangat telaten merajut keutuhan bersama,” tegas Paijo Parikesit.
Sosok Soft Power
Menurut Paijo Parikesit, Muzani bukan tipe politisi yang mengandalkan teriakan dan konfrontasi. Ia hadir dengan soft power, kekuatan halus yang mampu menembus dinding perbedaan. Dalam setiap fase karier politiknya, ia menunjukkan bagaimana komunikasi yang lembut bisa lebih efektif daripada kebijakan yang keras.
“Dia layak mengemban tugas mengkoordinasi politik, hukum dan keamanan. Tapi semua kembali ke Presiden RI. Dia punya modal penting menjadi seorang Menkopolhukam, jabatan yang menuntut kebijaksanaan lebih daripada sekadar kekuasaan,” tegasnya.
Soft Movement
Sebagai simbol soft movement, Muzani memahami bahwa stabilitas bangsa tidak dijaga dengan tangan besi semata, melainkan dengan gerakan-gerakan halus yang menyatukan.
“Ia bekerja seperti penjahit, merangkai potongan-potongan yang terpisah menjadi kain kebangsaan yang utuh. Dari ruang parlemen hingga ranah politik praktis, Muzani telah membuktikan kemampuannya menjaga kohesi di tengah keragaman,” urainya.
Penjahit Handal
Paijo Parikesit menilai, dalam politik Indonesia yang penuh fragmentasi, dibutuhkan figur yang bisa mengikat berbagai kepentingan, baik sipil maupun militer, agama maupun ideologi.
Muzani memiliki rekam jejak itu: dia penjahit hndal, sosok yang diterima lintas kelompok, dihormati kawan, sekaligus dihitung lawan. Ia bukan sekadar politisi partai, tetapi mediator bangsa.
Titisan Kaki Gunung Slamet?
Hasil analisa intelijen Intuitif Paijo Parikesit, Ahmad Muzani layak punya gelar “titisan kaki Gunung Slamet” bukan sekadar metafora puitis. Gunung Slamet adalah simbol keteguhan, keteduhan, dan daya tahan.
Ia mewarisi sifat itu: berdiri tegak di tengah badai, tenang di saat genting, dan selalu membumi. “Dalam situasi politik yang mudah panas, kita butuh pemimpin yang dingin dalam mengambil keputusan, namun hangat dalam merangkul rakyat,” tegasnya.
Layak Gantikan BG
Budi Gunawan telah berjasa besar. Namun estafet kepemimpinan di Menkopolhukam menuntut figur baru yang mampu menjaga kesinambungan sekaligus menghadirkan pembaruan. Tugasnya tidak ringan.
Dia bisa jadi jawaban. “Ia memiliki track record politik yang panjang, loyalitas yang teruji, dan kemampuan membaca arah zaman. Tapi, semua kembali ke presiden,” terangnya.
Yang jelas, Presiden Prabowo Subianto membutuhkan Menkopolkam yang bukan hanya kuat secara struktur, tetapi juga lentur secara kultural. “Saya melihat Ahmad Muzani memenuhi kedua syarat itu. Ia adalah figur yang bisa berbicara dengan tegas kepada dunia internasional, namun tetap merangkul masyarakat dalam negeri,” tegasnya.
“Maka, jika bangsa ini ingin tetap berdiri kokoh di tengah pusaran global, tidak salah menempatkan dia sebagai Menkopolkam bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan strategis,” pungkasnya. (mky)