
SURABAYA | duta.co – Siapa sangka, Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih, plus gelaran sejumlah lomba — dalam rangka menyambut HUT ke-80 Republik Indonesia – di Taman Ratu Maulidya, Desa Purbayan, Kecamatan Baki, Sukoharjo, Minggu (17/8/2025), ada peserta yang datang dari Banyuwangi, daerah paling ujung (timur) pulau Jawa.
“Tidak semua daerah bisa hadir. Masing-masing sibuk dengan Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih di daerahnya. Tapi, sejumlah daerah menyempatkan hadir, seperti Blitar, Bojonegoro, Lamongan, daerah sekitar Jawa Tengah dan Jawa Barat. Seperti saudara kita di Papua, lebih menyaksikan lewat media sosial,” demikian disampaikan Sigit Prawoso, barisan Tikus Pithi Hanata Baris (TPHB) kepada duta.co, Rabu (20/8/25).

Menurut Sigit, diam-diam kemandirian TPHB menjadi perhatian dunia. Kelompok wong cilik ini, memang, tidak banyak menuntut pemerintah, tetapi, berusaha memberikan yang terbaik untuk negara. Program pemerintah perihal swasembada pangan, ini tepat bagi mereka. “TPHB sangat mendukung pernyataan Presiden Prabowo terkait ‘serakahnomics’. Pemerintah harus melawan keserakahan ekonomi segelintir orang. Ini (serakahnomics) bikin rakyat sengsara,” tegasnya.
Hal yang sama disampaikan pendiri Ormas TPHB, Prof Dr (HC) Tuntas Subagyo, SM, MM, MH, Ph.D. Menurut Tuntas, Indonesia sudah waktunya menjadi kiblat dunia. Karena itu, persoalan krusial yang menghambat laju ekonomi harus segera disingkirkan. “Tekad pemerintah untuk mendorong ekonomi wong cilik, perlu didukung dan dibantu. Program-program pemerintah sekarang, lebih berbasis pada ekonomi kerakyatan,” tegasnya.

Di samping Makan Bergizi Gratis (MBG), jelas Tuntas, pemerintah juga mengerek platform koperasi. Setiap desa ada Koperasi Desa Merah Putih. “Ini program bagus. Karena itu, warga TPHB selalu mendukung gerakan ekonomi kerakyatan. Warga TPHB juga memiliki payung bernama Surya Nusantara Foundation (SNF). Ada mega program yang dikemas dalam Universa Wilwatikta, dan program-program itu tengah menjadi perhatian dunia,” urai Tuntas.
Menurut Tuntas, program ini membutuhkan kekompakan, keutuhan, kebersamaan dan kerukunan sesama. TPHB akan mengedepankan kebersamaan, kerukunan sebagai manusia yang memiliki tugas (khalifah) fil ardl. “Sisi kemanusiaan ini yang terus kita rajut. Ini sejalan dengan gerakan anti-keserekahan alias serakahnomics. Bangsa ini (Indonesia), akan maju kalau kita bisa melawan manusia-manusia serakah,” pungkasnya.
Ada Banser Blitar
Menarik! Acara pengibaran bendera (Merah Putih), yang dirajut dengan lomba-lomba dan karnaval sepanjang jalan ini, juga dihadiri sejumlah Banser dari Blitar. Mereka mengawal peserta dengan menggunakan baju kebesaran Banser, GP Ansor. “Gerakan TPHB memang lintas agama, lintas suku, lintas daerah. Semua memiliki tujuan sama, merdeka sebagai bangsa, dan merdeka dalam memenuhi kebutuhan hidup.” jelas Badrun, salah satu peserta.
Dalam karnaval, tampak sejumlah atraksi unik. Ada yang mengusung ‘sound hereg’ mini, menggunakan truk mainan, tetapi, tetap merujuk pada penggunaan sistem audio (sound system) berukuran besar dan bertenaga tinggi, menghasilkan suara dengan volume sangat keras, terutama pada frekuensi bass, sehingga menimbulkan getaran yang kuat. “Ini sound horeg gaya ‘tikus pitih’,” jelas wanita yang mengawal model sound horeg kepada duta.co.
Ada juga Kereta Ratu Kencana. Ini merujuk pada beberapa tokoh dalam sejarah Jawa, yang sering dikaitkan dengan Ratu Kencana Wungu, dikenal sebagai Dyah Suhita, seorang penguasa perempuan di Kerajaan Majapahit. Ada pula manusia kerja rodi, sistem kerja paksa yang diterapkan pada penjajah, khususnya pemerintah kolonial Belanda di Indonesia (Hindia Belanda) dan dikenal dengan Heerendiensten. “Kalau tidak tahu kekejaman penjajah, cukup lihat itu,” celetuk peserta.
Tampak pula mobil ambulance – layanan umat – dari LAZISNU Surakarta, ikut sibuk menjaga kesehatan peserta karnaval. Mobil berwarna hijau itu, terparkir rapi di sisi utara Taman Ratu Maulidya. Malamnya, mereka menggelar hiburan untuk rakyat dengan mendatangkan artis-artis Jakarta dengan menampilkan lenong ‘kontemporer’ asal Betawi dan OM Adella. “Sekarang banyak artis Jakarta bergabung ke TPHB, penampilan Lenong-nya penuh kritik sosial, mereka tampaknya jenuh dengan politis populer,” jelas salah seorang peserta. (mky)