KH Luthfi Bashori. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co — Diakui atau tidak, KH Luthfi Bashori, adalah tokoh NU yang sangat rajin berdakwah dengan menggunakan berbagai macam variasi metode dakwah. Ia tidak mengenal rasa takut dalam memperjuangkan kebenaran, meskipun mendapatkan banyak perlawanan, rintangan dari berbagai kelompok yang bersinggungan dengan dakwah-dakwahnya.

Gus Luthfi, lahir 5 juli 1965 di Singosari Malang, ialah putra kesembilan KH Bashori Alwi, pendiri pondok pesantren Ilmu al-Quran (PIQ), Singosari. Selain menjadi pendiri dan pengasuh pondok pesantren Ribath al-Murtadla al-Islami, Kiai Luthfi juga menjabat sebagai ketua umum pesantren (PIQ) yang didirikan ayahandanya.

Jadi, ada dua pesantren yang sekarang dikelola Gus Luthfi. Ini menandakan betapa cinta dan pedulinya terhadap dunia pendidikan.

Di kalangan aktivis muslim, kiai yang juga akrab dipanggil Ustadz atau Gus ini, terkenal dengan kegigihanya memberantas kemungkaran yang merajalela di bumi Nusantara.

Tidak sedikit pemikiran tokoh NU yang berguru langsung kepada ulama kaliber dunia, Abuya Assayyid Muhammad bin Alwy al-Maliki Makkah ini, tertuang dalam berbagai macam karya tulisnya.  Ada yang berupa buku ilmiah atau artikel-artikel yang dimuat di beberapa media cetak maupun online, serta ratusan video ceramah beliau yang bertebaran di youtube, FB dan akun medsos lainnya.

Dakwah yang dilakukan, lebih fokus memerangi penyesatan aqidah yang dilakukan beberapa kelompok dan sekte tertentu. Dengan berpegang teguh pada ajaran Aswaja yang didapat dari sang guru, Gus Luthfi sejak kembalinya dari negeri Hijaz pada tahun 1991, selalu berupaya mengembalikan ajaran Islam yang dibawa Walisongo ke Nusantara.

Ajaran Walisongo ini, diyakini akhir-akhir ini banyak diselewengkan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, hingga banyak menyimpang dari jalur aqidah Ahlussunnah wal Jamaah.

Di samping kegigihan dan ketegasan dalam memerangi ajaran sesat dari aliran Syi’ah, Wahabi, Khawarij, hingga ajaran sesat Ahmadiyah, Gus Luthfi juga sangat keras melawan berkembangnya aliran sesat Liberalisme yang diprakarsai oleh tokoh Islam dalam negeri sendiri, khususnya yang mengaku kader-kader NU.

Gus Luthfi selama ini tidak pernah mengenal takut untuk menjaga kelestarian aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah, meski harus berhadapan dengan tokoh besar sekelas Gus Gur, Nurkholis Majid, Said Aqil Siroj, Masdar F Mas’udi, Ulil Abshar Abdalla dan beberapa tokoh lainnya.

Berpegang teguh dengan ajaran Hadhratus Saikh Kyai Haji Hasyim Asy’ari, pendiri NU, lewat kitab Risalah Ahlussunnah wal Jamaah, Gus Luthfi juga terus berusaha untuk mengembalikan pemahaman warga NU agar tidak keluar dari Qanun Asasi atau AD/ART NU, misalnya dengan mengajarkanya pemikiran dan pemahaman keagamaan KH Hasyim Asy’ari beserta para ulama Salaf Aswaja, kepada generasi penerus bangsa di bawah naungan NU.

Upaya mengkaji kembali kitab karangan sang pendiri NU ini, tak henti-hentinya dilakukan Kiai yang dikaruniai lima ‘bidadari’ cantik ini, lantaran munculnya beberapa oknum tokoh NU berpaham menyimpang dari ajaran para pendiri NU.

Yang sering disayangkan Gus Luthfi, sebagian dari mereka pahamnya merusak tatanan aqidah Aswaja, adalah mereka yang menjabat sebagai pengurus inti dalam struktural NU itu sendiri.

Dari keprihatinan ini, maka terbitlah sebuah buku buah karya ilmiah beliau berjudul “Musuh Besar Umat Islam” yang, di dalamnya mengupas tuntas kesesatan kelompok yang mengusung Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme (SEPILIS).

Jalan yang Harus Dilewati

Sehingga tidak sedikit kiai yang hanya tamatan sekolah formal SLTP, mendapatkan kecaman dan tuduhan radikal, ekstrem, dan intoleran dari pihak kaum liberal serta kelompok sesat lainnya, yang mereka itu sering berbicara dengan mengatasnamakan Hak Asasi Manusia atau Nasionalisme, Demi menjaga keutuhan NKRI & Pancasila atau Kebhinnekaan serta Kebangsaan.

Akan tetapi, dengan pemahaman ilmu agama yang cukup tinggi disertai dengan wawasan yang luas, Gus Luthfi menganggap, bahwa semua itu adalah ujian kesabaran yang diberikan Allah SWT dan harus dilewati, tentu dengan penuh bijaksana dan penuh kearifan tanpa harus mundur demi tegaknya Syariat Islam dan lestarinya aqidah Aswaja di bumi nusantara ini.

Tidak sedikit dari tokoh-tokoh Islam seperjuangan yang sempat singgah ke tempat kediaman pribadi Kiai Luthfi, yang lokasinya menyatu dengan pondok Ribath Almurtadla di jalan Tumapel Singosari Malang.

Baik dari kalangan tokoh nasional maupun yang datang dari luar negeri. Di antara para tokoh nasional yaitu, KH Salahuddin Wahid (Gus Solah), Habib Rizieq Syihab serta ratusan Habaib serta Ulama lainnya, juga beberapa tokoh Islam dari luar negeri, Sayyid Abbas Almaliki Makkah, Sayyid Basim Alatas Makkah, salah satu tokoh HAMMAS Palestina Syeikh Yasir Ba`syin, dll.

Ribath al-Murtadla, memang pesantren kecil yang hanya mampu menampung sekitar 25 santri, namun dari tempat yang kecil ini, menjadi pusat lahirnya ide-ide cemerlang Kiai Luthfi, yang sering melahirkan keputusan strategis hingga menjadi tonggak sejarah bagi tegaknya syariat Islam di bumi Indonesia.

Maka tak heran apabila julukan ”Amunisi dari Tumapel ” ini ditujukan kepada pondok mungil tersebut. Kecil, namun mampu menembus ketebalan dogma kesesatan yang sering bermunculan bak jamur di musim hujan.

Tanpa mengenal lelah dalam berjuang, tanpa mengenal takut dalam berkata benar, itulah sosok pendiri pesantren Ribath Al-Murtadla Al-Islami, yang merangkap sebagai Ketua Umum Pesantren Ilmu Alquran (PIQ).

“Ya. Ini jalan dakwah yang harus saya lewati,” katanya suatu ketika kepada duta.co. (mky)