JAKARTA | duta.co – Hampir seluruh media (dunia) memberitakan musibah tsunami Palu dan gempa Donggala. Bahkan media asing sudah ‘lebih maju’ soal angka korban. Misalnya, media besar di Jepang mengungkapkan jumlah meninggal akibat gempa bumi 7,7SR disertai tsunami di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah melebihi 1.200 orang. Padahal, media kita menyebut mendekati 900 orang.

“Kerusakan akibat gempa dan tsunami yang terjadi di Indonesia Sulawesi Tengah semakin meluas, dan yang meninggal melebihi 1.200 orang. Di daerah yang terdampak, air dan makanan langka, dan di supermarket ada kegiatan penjarahan berturut-turut,” ungkap TV Asahi dalam pemberitaannya pagi ini waktu Jepang.

“Di lokasi kejadian bencana ada kekurangan bahan yang diperlukan untuk hidup seperti air dan makanan, dan pengaruh serius diberikan kepada penduduk sehingga muncul serangkaian tindakan menjarah yang menyerang toko-toko swalayan dan membawa barang-barang tersebut,” ungkapnya.

Bisa dimaklumi, kalau itu bahan makanan, tetapi jika yang dijarah bukan makanan perlu dipertanyakan. Kedua, ‘lampu hijau’ pemerintah serta kesiapannya untuk mengganti barang yang diambil, satu sisi merupakan bentuk tanggungjawab, tetapi kebijakan itu juga menyisakan banyak tanya.

Pertama, sama dengan membiarkan yang kuat mengalahkan yang lemah. Karena dengan penjarahan yang lemah tidak dapat apa-pa kecuali hanya belas kasih dari yang kuat. Kedua, bagaimana pemerintah menghitung kerugian pemilik swalayan.  “Memang kalau sudah kelaparan kita dalam keadaan sulit, karenanya kecepatan kehadiran pemerintah menjadi penting,” demikian salah seorang wartawan asing.

Politisi Partai Gerindra Sodik Mudjahid mengatakan, jika aksi penjarahan dilakukan warga atas rekomendasi pejabat pemerintah bukan langkah yang tepat. “Penjarahan terjadi setelah seorang pejabat memberikan angin kepada masyarakat untuk melakukannya,” kata Sodik kepada wartawan.

Menurutnya, kebijakan pemakluman tersebut tidak bisa dibenarkan dalam kondisi apapun. Sodik pun menyoroti ketidaksiapan pemerintah dalam mengirimkan bantuan logistik untuk korban gempa di Palu dan Donggala.

Jokowi Minta Tak Dibesar-besarkan

Seharusnya, pemerintah mengambil langkah lain. Bukan malah mengizinkan masyarakat mengambil segala kebutuhan pokoknya yang terkesan membolehkan aksi penjarahan minimarket dan toko swalayan.

“Sangat memalukan karena merupakan sebuah edukasi yang buruk. Kondisi darurat bukan alasan untuk memberikan angin kepada penjarahan. Angin atau arahan tersebut juga menunjukkan ketidaksiapan pemerintah melalukan supply logistik kepada korban,” jelas Sodik yang juga wakil ketua Komisi VIII DPR RI.

Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi isu penjarahan di sejumlah toko di Palu pascabencana gempa dan tsunami. Ia pun meminta masalah yang kecil agar tak dibesar-besarkan lantaran dalam kondisi darurat.

“Dalam keadaan darurat jangan mempermasalahkan hal yang kecil yang sebetulnya tidak jadi masalah dasar,” ujar Jokowi di Monumen Pancasila, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Senin (1/10).

Ia tak membantah terjadinya peristiwa pengambilan barang oleh masyarakat sekitar di beberapa toko. Kendati demikian, menurut dia, terdapat pula toko yang memang memberikan bantuan kepada masyarakat korban gempa. (rmol,dtc)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry