JAKARTA | duta.co – Panas! Pemerintah mestinya ‘panas’ membaca laporan Bank Dunia bertajuk  Infrastructure Sector Assessment Program yang dirilis pada Juni 2018. Laporan itu baru mencuat sekarang, di mana Bank Dunia menyebut proyek infrastruktur di Indonesia berkualitas rendah, tidak memiliki kesiapan, dan tak terencana secara matang. Istilah orang Jawa, grusa-grusu dan buang-buang duit.

Inilah menurut Bank Dunia, yang menjadi kendala utama Pemerintah Indonesia memobilisasi lebih banyak modal swasta ke dalam berbagai proyek pembangunan infrastruktur. Bank Dunia menjelaskan proyek infrastruktur Indonesia tidak diprioritaskan berdasarkan kriteria atau seleksi yang jelas.

“Reputasi proyek di Indonesia berkualitas rendah dan tidak direncanakan dengan baik,” tulis laporan Bank Dunia sebagaimana dikutip cnnindonesia.com, Senin (7/1/2019) .

Lebih ngeri lagi, pilihan metode pengadaan diputuskan terlalu dini sebelum analisis mendalam. Misalnya melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), business to business (B2B), atau lewat pembiayaan publik.

Padahal, negara lain mendahulukan proses studi dan analisis bertahap, sebelum akhirnya mengambil keputusan terkait skema pengadaan dan pembiayaan yang tepat.

Kerap Tidak Lengkap

Sejumlah negara juga menyelesaikan Kajian Akhir Prastudi Kelayakan atau Final Business Case (FBC) untuk memberikan pemahaman penuh terkait proyek, sebelum memutuskan skema pengadaan dan pembiayaan.

“Di Indonesia, keputusan untuk menggunakan skema KPBU dibuat sebelum Kajian Awal Prastudi Kelayakan atau Outline Business Case (OBC) lengkap,” tulis Bank Dunia.

Selain itu, Bank Dunia mengungkapkan analisis awal yang disediakan oleh Badan Kontrak Pemerintah atau Government Contracting Agency (GCA) kerap kali tidak lengkap dan disangsikan keandalannya.

Sebelum diusulkan ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), CGA dituntut menyiapkan studi pendahuluan terkait sisi hukum, teknis, ekonomi, komersial, lingkungan, dan aspek sosial dari proyek KPBU. Namun dalam praktiknya, mereka jarang melakukan hal tersebut.

Menurut Bank Dunia, ini disebabkan pemberian instruksi yang terbatas tentang format studi pendahuluan dan kendala pendanaan. Bank Dunia menilai Bappenas kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan anggaran memadai, untuk mengkoordinasi CGA sehingga memberika hasil analisis terbaik untuk setiap proyek. Lalu, mau bilang apa Pak Jokowi? (sumber cnnindonesia)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry