SERANG | duta.co – Selalu ada keajaiban dalam setiap bencana. Begitu pula ketika tsunami menerjang pesisir Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) lalu yang juga menyimpan banyak cerita. Ribuan orang berjuang menyelamatkan diri dan keluarga mereka dari hantaman air laut yang tiba-tiba menerjang waktu istirahat mereka di wilayah tepi pantai yang juga banyak digunakan sebagai lokasi berlibur oleh keluarga. Siapa sangka akan terjadi bencana besar yang mengubah hidup sebagian masyarakat di sana.
Salah satu korban selamat dari tsunami tersebut adalah rombongan dari SMA Islam Nurul Fikri Boarding School (NFBS), Serang, Banten. Sebanyak 55 santri dengan rincian 30 perempuan dan 35 laki-laki menyaksikan kedahsyatan air yang meluluhlantakkan hotel dan rumah warga di sekitar pantai. Namun, melalui kesaksian salah satu gurunya, Ai Nuraeni, di saat kejadian tersebut dia dan anak didiknya juga menyaksikan kuasa Allah SWT yang luar biasa. Sebuah keajaiban.
Ai menceritakan, pada saat kejadian di malam hari, melalui lantai dua villa yang mereka tempati, terlihat anak Gunung Krakatau mengeluarkan api dan laharnya. Walaupun sempat khawatir, mereka tetap menjalankan aktivitas seperti biasa.
Namun kemudian, suara gemuruh tiba dan membuat dirinya bertanya-tanya. “Baru selesai hafalan setoran tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Awalnya dipikir hujan tapi ternyata enggak ada airnya, tiba-tiba dari belakang yang dekat ke pantai itu, santri putra lari-lari (teriak) itu air, itu ada air. Kita sempat panik itu air apa,” kata Ai menjelaskan.
Tak lama kemudian, air tersebut surut begitu saja dan hanya menghantam pagar pembatas belakang villa. Rombongan pun memutuskan untuk berkumpul di mushala villa. Ia mendapat kabar bahwa pengelola pantai menghubungi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk menanyakan apa yang terjadi. Ternyata, menurut BMKG saat itu hanya air pasang biasa. Mereka pun merasa sedikit tenang.
“Tapi ada sedikit khawatir juga sih dari para pembina. Akhirnya kita kumpulkan saja semuanya di mushala. Kita instruksikan mereka untuk menggunakan pakaian lengkap, minimal kita siap lari,” kenang Ai.
Pada saat itu, suasana kembali hening. Suara yang terdengar hanyalah para santri yang tengah mengaji dan melanjutkan tilawah yang sempat tertunda karena air pasang tiba-tiba tadi. Ai juga mengenang, saat itu para santri begitu tenang. Ada beberapa yang wudhu dan shalat taubat, semua begitu tenang dan tidak panik.
“Sesuatu yang mengharukan saya, terutama sikap anak-anak ketika terjadi bencana seperti itu, kita instruksikan, kita sekarang evakuasi, silakan bawa barang yang dianggap penting. Dan mereka langsung yang tercetus itu membawa Al Quran,” kata Ai.
Pada saat itu, pengelola hotel mengabarkan bahwa ada masyarakat yang mengungsi. Pembina pun musyawarah perlu atau tidaknya untuk ikut mengungsi. Ai menceritakan, setelah mereka berdiskusi, dua orang ustaz keluar untuk melihat kondisi sekitar. Kedua ustaz tersebut pun kaget karena lingkungan di sekitar villa telah hancur. Akhirnya mereka memutuskan untuk ikut mengungsi.
“Pengungsian waktu itu kata pengurus villa ada di daerah Cipanas, pokoknya dari villa ke arah kiri. Setelah belokan evakuasi itu, akan ada dari jembatan itu sudah tidak bisa dilalui kendaraan. Ya itu batas amannya,” kata dia.
Sebelumnya, ketika masih di villa, mereka telah dihubungi oleh NF di pesantren. Rombongan NF dari pesantren pun telah dalam perjalanan untuk menjemput mereka. Namun, di jalan, Ai menjelaskan, rombongan NF tidak bisa masuk lebih dalam ke lokasi bencana karena jalanan rusak.
Namun, hal cukup menakjubkan terjadi lagi. Ketika berada di lokasi pengungsian atau rumah penduduk di daerah Cipanas, tidak jauh dari situ, ternyata ada rombongan dari NF yang akan menjemput mereka. Akhirnya, seluruh ustaz, ustazah, dan santri berhasil keluar dari lokasi bencana dan kembali ke pesantren.
“Jadi alhamdulillah timnya sampai ke daerah pengungsian. Lalu ada empat atau lima mobil itu. Kita lewat jalur alternatif yang melewati hutan dan kurang lebih tiga jam sampai ke pesantren,” kata Ai.
Rombongan ini sudah berada di lokasi yang kemudian terkena bencana selama satu bulan lebih sejak 18 November 2018. Rencananya, mereka akan dikarantina sampai 18 Januari 2018 sebelum berangkat ke Turki pada 23 Januari 2018.
“Mereka adalah santri kelas 10 SMA Islam Nurul Fikri Boarding School, Serang, Banten yang mengikuti program International Education Program (IEP). Mereka melakukan hapalan Al Quran 30 juz. Mereka adalah santri yang akan ke Turki untuk menghapal Al Quran dan pengambilan sanad,” kata salah satu guru SMA Islam NFBS, Andriono.
Ia mengatakan, saat ini para santri telah berada di pesantren untuk melanjutkan aktivitas menghafal Al Quran. Suasana pesantren saat ini cukup sepi karena santri lainnya tengah menikmati waktu liburan. Setelah melalui masa karantina ini, mereka akan berangkat ke Turki bersama-sama. (okz/wis)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry